Mau tak mau, untuk meredakan emosi seorang gadis, Pandu mengantarkannya ke suatu tempat sesuai permintaan. Kondisi psikis Andhin masih teruncang setelah peristiwa yang baru saja menimpanya. Mungkin ia sedang membutuhkan seseorang yang bisa membuat batinnya semakin tenang. Meski Andhin menyadari jika dirinya bukan lagi anak kecil, ia berharap Dara masih sama dengan sosok yang dahulu.
Pandu menghentikan sepeda motor tepat di depan sebuah bengkel, namun ia tak serta merta langsung meninggalkan gadis yang sudah diantarkannya. "Dhin, mau aku tungguin gak?"
"Gak usah. Kamu duluan aja. Aku mungkin agak lama di sini."
"Ya udah kalau gitu, aku duluan ya, Dhin. Kalau ada apa-apa telepon aku aja." Pandu pun kembali melajukan sepeda motor, meski sesekali menoleh ke belakang seolah tak tega Andhin sendirian di sana.
Ia melihat Pak Monang tengah berbincang dengan seorang pria muda di depan bengkel. Dengan canggung, Andhin menghampiri pria tambun pemilik bengkel itu.
"Hai, Nona. Ada perlu apa?" Ucok mengambil alih bertanya, namun perhatian Andhin tetap tertuju pada Pak Monang.
"Pak, permisi, Teh Nadinya ada?"
"Nadi ada diatas," jelasnya dan langsung berinsiatif berteriak memanggil anaknya. "Nadiii...! Ada teman kau nyariin!"
Tak lama setelah itu, terdengar suara langkah kaki menuruni tangga. Tiba di lantai bawah, Dara sedikit heran melihat kedatangan Andhin tanpa janji apapun sebelumnya.
"Andhin? Ada apa, Dhin?" sambutnya seraya menghampiri si gadis remaja.
Dilihatnya Andhin yang menutup bibir rapat-rapat dan tampak menahan tangis. Lalu berjalan mendekati orang yang ingin ia temui. "Teehh... " tangisnya pecah dan langsung tertunduk menyembunyikan wajah di pelukan Dara. Terasa kedua tangan gadis berseragam SMA itu gemetar seperti tengah menahan guncangan mental.
"Eh, kamu kenapa?"
Andhin sedikit melonggarkan pelukan dan berusaha menetralkan lagi kondisi mentalnya. "Teh, maaf. Aku gak tahu sekarang harus cerita ke siapa. Aku bingung."
"Iya, tenang dulu. Kamu mendingan ikut aku dulu aja ke atas. Jangan cerita di sini. Ya?" Dara menggandeng gadis berseragam putih abu-abu itu menuju ke lantai dua ruko. Ia merasakan ada suatu kejadian buruk yang telah menimpa Andhin.
Di atas sana, terlebih dahulu Dara meminta gadis remaja itu untuk menunggunya sementara waktu di depan pintu kamar. "Kamu tunggu di sini sebentar ya." Sang tuan rumah lalu memasuki pintu kamarnya untuk melepaskan kumpulan cetakan foto dan polaroid yang tertempel di lemari pakaian. Berbagai foto itu tercetak potret keakraban dirinya bersama seorang perempuan muda yang diperkirakan masih seusianya. Beberapa diantaranya adalah potret dua orang gadis yang berfoto bersama dengan pakaian formal layaknya seorang pekerja kantoran.
Setelah mengamankan semua bukti yang terkait dengan privasi dirinya, ia membuka lagi pintu dan mengajak Andhin memasuki kamarnya. Juga mengajaknya duduk bersama di tepi ranjang tidur untuk mulai berbincang.
"Kamu kenapa? Nih, minum dulu," Dara bertanya lembut sambil memberikan minuman kemasan botol agar gadis remaja di sampingnya semakin tenang.
Kedua tangan yang gemetar membuka tutup botol minuman ringan itu dan meneguknya terlebih dahulu. Napasnya masih berat, bahkan ketika mulai menceritakan sesuatu. "Teh, aku tadi dipegang-pegang sama anak cowok di sekolah. Dia remas punya aku... " di akhir kalimat itu, Andhin semakin meluapkan tangis dan kembali menyandarkan kepala di pundak Dara. Rasa sedih bercampur terguncang masih dirasakannya mengingat kejadian tadi. Dara langsung menyimpan sandaran gadis itu di pelukannya.
"Diremas?! Duh... kurang ajar! Siapa yang gituin kamu di sana?"
"Dia anak kelas sebelah. Brengsek banget! Mereka beraninya keroyokan," ungkapnya menahan kesal dengan tubuh yang masih tegang.
KAMU SEDANG MEMBACA
About D ( Her Secret ) ✔
Teen FictionCerita Wattpad dengan visual ilustrasi di dalamnya. Andhini tak menyangka, di masa remajanya ia akan dipertemukan kembali dengan seseorang yang sempat datang di masa kecilnya. Dia adalah Dara, yang kini bersembunyi di balik nama barunya, Nadi. Nadi...