[27] Perempuan Itu Bernama Cendana

3.5K 456 19
                                    

“Kalau memang ada Tuhan lalu kenapa Tuhan membiarkan mereka menderita melalui sakit?”

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Kalau memang ada Tuhan lalu kenapa Tuhan membiarkan mereka menderita melalui sakit?”


***

DODIT berdecak kesal ketika motornya menembus jalanan sore. Tidak percaya bahwa dia bisa lupa bahwa hari ini Nadia fitting baju pernikahan. Dia melajukan motor dan menyalip beberapa mobil untuk sampai di butik secepat mungkin.

“Lampu hijau! Cepatan lampu hijau.” Dodit berharap ketika berada di tengah banyak motor serta mobil yang berhenti di depan lampu lalu lintas. “Kok lama banget lampu merahnya?”

Apa yang Dodit harapkan? Apa dia mengharapkan lalu lintas lancar tanpa kemacetan? Itu tidak pernah terjadi. Terutama sekarang jam sore. Jam terpadat ketika semua orang pulang ke rumah setelah kerja dan beraktifitas. Mobil dan motor padat merayap itulah situasi sekarang. Dan sembari menunggu lampu merah berubah menjadi hijau. Dodit mengambil ponsel dari saku, mencari nomor Nadia lalu menyalipkan di antara helm dan pipi.

“Assalamualaikum.”

“Walaikumsalam. Dodit kamu di mana? Aku sudah dua jam di butik nungguin kamu.” Suara Nadia terdengar jengkel.

“Di jalan.” Mata Dodit menalar pada nama jalan di tempat motornya berhenti. “Aku lagi di jalan Sulawesi. Mungkin lima belas menit lagi sudah sampai di butik.”

“Kamu tahu kan hari ini aku fitting baju?”

“Tahu.”

Lampu merah akhirnya berubah menjadi hijau. Dodit membuka gas pedal dan melajukan motor lagi. Dia menyalip beberapa mobil yang ada di depannya.

“Tapi kenapa kamu nggak datang? Sebentar lagi butiknya tutup loh.”

“Tadi ada urusan.”

“Urusan apa?”

Menjaga konsentrasi mengendarai motor dan dicecar oleh banyak pertanyaan dari Nadia, sungguh membuat Dodit kewalahan. Alasan Dodit terlambat tidak bisa dia sampaikan ke Nadia. Masa dia bilang ke Nadia, dia habis memanjat tiang listrik dan membenarkan kabel listrik bertegangan tinggi? Yang ada perempuan itu akan geram dan menangis lagi.

“Nanti aku jelaskan waktu sampai. Aku lagi di jalan.”

“Kamu lagi naik motor?” Nadia kaget seperti baru menyadari bahwa suara tidak jelas dari Dodit adalah karena lelaki itu sedang mengebut di jalan.

“Mhm.”

“Kenapa nggak bilang? Tutup telponnya. Bahaya! Dan nggak usah ngebut. Kamu nggak perlu ke butik,” seru Nadia tegas.

“Kok?”

“Butiknya mau tutup. Lagipula kamu bisa lihat aku mengenakan gaun pengantin pas pernikahan.”

Jodoh Terbaik Nadia [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang