Tiga Puluh Dua (Re-Publish)

6.9K 533 15
                                    

Suasana setelah makan malam sangatlah canggung bagi Marinka. Dito ayah mertuanya mengajak dirinya dan Rafka untuk mengobrol. Marinka beralasan untuk mengajak Angga untuk tidur. Tapi sayangnya bocah tampan itu masih ingin bermain dengan omanya.

Alhasil Marinka tidak bisa menghindar.

"Papa dengar kamu akan tugas ke London selama hampir satu bulan. Apa itu benar?" tanya Dito sambil menyeruput teh hangat yang dibuatkan oleh Marinka.

"Iya Pah. Ada kendala yang harus Rafka bereskan secepatnya. Tadinya mau minta si adek yang pergi tapi ngga bisa karena sejak awal Rafka yang jatuh bangun membangun proyek itu. Ngga etis kalau si adek yang pergi." jelas Rafka.

"Terus istri mu bagaimana?" tanya Dito. Rafka memandang istrinya yang sedari tadi menundukkan kepalanya. Ia tersenyum lalu menggenggam tangan istrinya yang terasa dingin untuk memberi kekuatan.

"Tadinya Rafka mau minta ijin Marinka dan Angga tinggal sementara di sini, tapi sepertinya mereka pulang saja ke rumah."

Dengan tenang, Dito menyeruput lagi teh buatan menantunya. "Kenapa?"

"Hmm... ya...emm... Itu Marinka lebih enak tinggal di rumah sendiri Pah." dengan kikuk Rafka menjawan pertanyaan ayahnya.

"Rumah kalian dan rumah ini sama-sama rumah, bukan begitu Marinka." Kali ini Marinka yang gelagapan ditanya oleh ayah mertuanya.

Dito menatapnya sambil tersenyum. "Teh buatan kamu enak. Besok papa mau minta di buatkan kopi sama kamu. Racikannya sama seperti yang dibuat bunda."

"Eh..." Marinka bingung harus menanggapi apa. Ia kembali menundukkan kepalanya.

"Kamu menolak?" tanya Dito lagi.

"Eh... bukan begitu Pah."

"Lalu?" Marinka tak bisa menjawab. "Tinggallah disini." ucap Dito membuat Rafka dan Marinka menatapnya bersamaan.

"Eh.."

"Tinggallah. Ini juga rumah mu. Jangan biarkan suamimu memikul beban dan rasa khawatir yang berlebih karena meninggalkan istri dan anaknya di rumah sendirian. Jadi, tinggallah di sini sampai suamimu pulang dan menjemput kalian kembali pulang ke rumah."

"Sayang!" Abel tampak tak setuju.

"Kita bicara nanti sayang." Abel terlihat semakin kesal dengan keputusan suaminya.

Marinka berkaca-kaca. Begitu juga dengan Rafka.

Ia tak menyangka papanya tak menolak kehadiran Marinka dan Angga di rumah. "Tapi Pah...Rafka ngga mau membebani..."

"Okey case close. Kalian cepat-cepat istirahat. Ibu hamil ngga boleh terlalu capek dan banyak pikiran. Kamu tenang saja, istri dan anak mu akan baik-baik saja selama tinggal di sini." Pria tua itu tersenyum. Ia berpamitan pergi ke kamar di susul Abel.

"It's oke sayang. Kamu bisa tinggal di sini. Nanti aku minta kak Rere untuk sering menginap disini biar kamu ada temennya."

"Tapi Yah..." Rafka mencium bibir istrinya. "Benar kata papa. Lebih baik tinggal di sini. Ayah lebih tenang Ibu dan Abang tinggal sementara di sini."

"Takut yah..."

Rafka tertawa. "Bunda ngga galak sayang. Yang galak ayah. Nih hasil galaknya ayah ke ibu." ucap Rafka sambil mengelus perutnya.

"Ish... Ayah apaan sih ah." Marinka menyikut lengan suaminya. Rafka mengajak istri dan anaknya masuk ke kamar.

***

Sementara itu, di tempat lain.

"Papa kok ambil keputusan sendiri tanpa berunding dulu sama Bunda." protes Abel.

TO BE WITH YOU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang