warning: implied major character death
---
Seperti hari-hari sebelumnya, Seungmin bangun tidur dengan sendu. Alarm ponsel yang berdering keras tidak berhasil untuk meramaikan rumah ataupun hatinya. Puluhan etiket bintang yang ditempelkan di langit-langit kamarnya tidak lagi bisa membuatnya tersenyum di pagi hari. Seungmin merasa kebas, dan ia tidak bisa melakukan apapun tentang itu.
Rutinitas paginya adalah merapikan kasur, lalu mandi, sarapan, dan bersiap untuk bekerja. Merapikan kasur tidak pernah seberat ini untuk dijalankan. Walaupun ia hanya merapikan bantal dan selimut yang dipakai, tetap saja ia dipaksa melihat ruang kosong di sisi kiri kasurnya.
Bohong jika Seungmin bilang ia mulai terbiasa akan ketidakhadiran Hyunjin. Nyatanya, ia masih sering meminta banyak tugas dibebankan padanya hanya untuk distraksi. Ia masih sering berharap pulang disambut oleh senyum cerah Hyunjin yang disorot matahari sore. Ia masih sering bermimpi tentang suaminya dan berharap ia tidak akan bangun dari sana. Ia masih sering melamun menatap ruang kosong di kasur sebelah kiri, mendamba Hyunjin tidur di sana walau hadirnya hanya ada dalam angan.
Seungmin mengembuskan napas perlahan. Sekeras apapun ia berusaha untuk mengenyahkan lamunan sendu tentang suaminya, ia akan berakhir menjadi seseorang yang menyedihkan. Ia kira ia akan bangkit dari kesenduan dan kesepian ini. Ia kira akan ada waktu di mana ia bisa terbebas dari rasa sesak di dada. Ia kira ia akan bangun tanpa dihantui rasa kebas yang melekat.
Seungmin membuang pakaian kotornya ke keranjang cucian. Kalau sudah sendu begini, mandi dengan sabun paling wangi dan menyegarkan pun tidak bisa membangkitkan semangatnya. Ketika ia menatap cermin, ia baru sadar kalau ia 'tidak bernyawa'. Pantas saja, teman-temannya sering menatapnya iba acap kali mereka bertemu. Seungmin seperti orang yang diawetkan; bedanya, ia masih hidup.
Berpaling dari cermin, Seungmin mengulurkan tangannya untuk mengambil arloji yang ia tanggalkan di nakas. Arloji tersebut adalah pemberian Hyunjin di ulang tahunnya yang ke-23, bersamaan dengan diterimanya ia di kantornya yang sekarang. Tujuh bulan setelahnya, Seungmin menghadiahi Hyunjin sebuah kotak beledu dengan cincin di dalamnya, sekaligus melamar yang lebih tua di hari yang sama. Status mereka naik dari sepasang kekasih menjadi tunangan, dan Hyunjin kelewat semangat saat Seungmin mengusulkan mereka untuk tinggal bersama saat mereka berdua sudah sukses.
Seungmin baru sadar akan sesuatu ketika ia menilik jam tangannya. Hari ini tanggal 20 April, yang mana adalab hari ulang tahun pernikahan mereka yang keempat. Dari empat tahun yang terlewat, setahun terakhir ia habiskan tanpa kehadiran Hyunjin di sisinya.
Dalam beberapa detik, kelopak matanya memberat. Ia menatap figur dirinya di cermin dan melihat mayat hidup tengah menitikkan air mata. Tidak, tidak boleh. Aku tidak bisa pergi bekerja dengan keadaan seperti ini. Seungmin segera menghapus satu persatu air mata yang mulai berjatuhan di pipinya.
Ia harus cepat-cepat berangkat bekerja atau akan terpenjara dalam kerinduan yang memenuhi ruang udara rumah ini. Seungmin membuka lemari pakaian dan mengenakan mantelnya. Ia berusaha keras untuk tidak mencium parfum yang setiap hari ia semprotkan di pakaian Hyunjin. Kerinduan pagi ini terasa menyesakkan, lebih dari yang biasa bersarang di hatinya. Benda itu mulai mekar tak tahu arah, tak tahu tempat, tak tahu malu; sampai ruang kosong di hatinya tidak sanggup lagi menampung kerinduan itu. Sampai-sampai rasanya ia akan meledak karena semakin ia melangkah, semakin besar kerinduan itu menggerogoti hatinya.
Langkahnya menuju mobil di luar rumah terasa berat sebab yang ia temui di rumah ini adalah barang-barang kepunyaan Hyunjin: desain interior yang dirancang, pigura foto, kuas dan cat, rak sepatu, tumpukan kanvas. Seungmin tidak sempat sarapan ataupun memutar cakram seperti yang ia lakukan di pagi hari. Ia cepat-cepat pergi setelah membungkuk di hadapan lukisan Hyunjin, yang mana ia sesali sebab membuat hatinya semakin sesak.
Seungmin berlari menuju pintu dan keluar dari sama, tidak memedulikan tatapan heran tetangga ketika pintunya dibanting keras. Ia bisa mendengar Wonyoung, keponakannya, berteriak dari seberang jalan, menanyakan apa yang terjadi padanya kala itu. Namun, Seungmin memilih untuk menulikan telinga. Ia segera masuk ke dalam mobil hitam miliknya dan menutupnya rapat, mencegah serangan bertubi dari aura kerinduan yang datang dari dalam rumah.
Seungmin merapatkan mantelnya kuat-kuat sesampainya ia di mobil, berharap rasa sesak di dadanya mereda sebelum ia menjalankan mobil. Namun, ia salah. Rasa rindu berkembang tak terkendali laiknya sel kanker, mengakibatkan hatinya habis digerogoti dan menyisakan luka tak kasat mata menganga. Jari-jarinya menggenggam erat kemudi mobil seakan itulah satu-satunya benda yang bisa menyelamatkan ia dari keterpurukan.
Pada akhirnya, Seungmin menangis di sana. Air matanya mengalir seiring dengan ingatan tentang Hyunjin terputar acak laiknya kaset rusak. Kemudian ia menegakkan tubuh dan bersandar di jok, mengeluarkan isakan tersendat sebab ia tidak bisa bernapas dengan baik. Seungmin membiarkan punggung tangannya basah akibat mengelap terlalu banyak air mata.
Toh, ia sudah terbiasa menangis seperti ini. Menangis bukan lagi hal memalukan baginya setelah kematian Hyunjin walaupun ia tahu, sebanyak apapun ia menangis, Hyunjin tidak kembali.
Sebanyak apapun ia berharap, Hyunjin tidak akan pernah kembali.
---
[a/n] halo ... ini alpharbutin alias tip :D sebetulnya part ini ada extended version-nya, tapi lagi dalam proses penulisan xixixi akan diunggah secepatnya soalnya bakal kepanjangan kalau di sini 😫😫😫
KAMU SEDANG MEMBACA
RAIN OF CRYING HEART
Fanfiction❝the heart is crying, so do the eyes and the sky.❞ a seungjin angst oneshot collection © seungjinpedia, 2020 © cover by spearbae