Danau Toba dan dua sisinya

4 0 0
                                    

Nafas Lara tersenggal-senggal menuruni bukit. Ia berusaha menahan kakinya agar tetap berpijak pada tiap-tiap langkahnya.

"untung saja tidak hujan, kalau tidak jalannya akan licin" kata Lara kuat-kuat sambil terus berjalan di depan ibunya sembari membawa seikat kayu dipundaknya.

Ini hari Minggu. Sudah menjadi kebiasaan Ibu dan Lara pergi menuju bukit untuk mencari kayu bakar sepulang gereja. Dari Bukit ini Lara bisa memandang Indahnya Danau Toba. Terlihat begitu luas, menurutnya itu seluas lautan. Terlihat tenang dan berwarna biru. Cuaca saat itu sangat indah, walaupun sedikit panas. Danau Toba yang dikelilingi bukit-bukit itu tak pernah berhenti membuat pandangannya terpesona. Ia sungguh bangga dan senang setiap kali menuju bukit dan memandang Danau Toba.

"sini ibu yang angkat, kalau terlalu berat" ucap ibu saat mereka sudah hampir tiba di jalan yang lebih landai.

"tidak apa-apa bu, ini ringan" balas Lara sambil terus berjalan.

Kekuatan Lara yang bertubuh kurus dan kecil sebenarnya tak pernah diragukan oleh ibunya. Ia tahu, Lara cukup kuat untuk itu. Lara sudah terbiasa dengan kayu bakar dipundaknya, air dan piring di kepalanya. Meskipun ia masih kecil, dan masih duduk di bangku kelas empat Sekolah Dasar.

Dengan perlahan Lara menyusun kayu bakar di bagian bawah rumah panggung. Samar-samar dari kejauhan muncul wajah Ican. Sahabat Lara.

"Adong na manong-nong*!" Ican berteriak dari kejauhan.

Mereka kaget, bagaimana tidak, baru tiga minggu lalu kejadian seorang anak yang tenggelam dan tidak ditemukan. Kini muncul korban baru. Orang-orang mulai heboh. Banyak yang pergi berlari menuju pantai. Tak terkecuali dengan Lara dan Ibu. Pantai sudah ramai. Setengah dari orang-orang adalah penduduk kampung dan setengah lagi orang-orang yang datang berkunjung untuk rekreasi dan jalan-jalan di Danau Toba. Kampung ini memang ramai dengan pendatang di hari Minggu. Beberapa orang menangis sambil berpelukan, sementara seorang ibu menangis meraung-raung tepat di garis pantai, bajunya sudah basah kuyup. Sesekali ia memukul-mukul tangannya ke air danau. Beberapa orang di sekitarnya terlihat membujuknya untuk naik ke tempat yang lebih tinggi.

"orang mana?" seorang Bapak bertanya kepada Ibu Lara.

"Kurang tahu, katanya pelancong" jawab ibu singkat.

"katanya dua orang ya?" terdengar bisik-bisik dari sebelah kanan ibu.

"Dua orang?" ibu memastikan.

"iya, dua orang, laki-laki dan perempuan, katanya mereka pacaran" jawab seorang ibu.

Semua orang terlihat sedih. Beberapa diantaranya menjatuhkan air mata. Mungkin ini bukan yang pertama terjadi di kampung ini, akan tetapi peristiwa-peristiwa seperti ini selalu menyisakan duka yang mendalam baik bagi pendatang maupun penduduk setempat. Lara hanya diam, ia ikut larut dalam kesedihan. Ia memperhatikan sekitarnya. Dilihatnya pula seseorang duduk sibuk dengan daun sirih dan jeruk purut. Mulutnya komat-kamit. Mungkin membaca mantra. Lara tak mengerti, ia hanya melihat dari kejauhan. Setelah selesai dengan mantra diantarkannya sirih dan jeruk purut menuju Danau. Lara pernah mendengar tentang seseorang yang seperti itu dari neneknya.

"mungkin ini datu*, seperti yang dijelaskan nenek" gumam Lara dalam hatinya.

"Apa benar datu bisa menunjukkan mayatnya dimana?" pikirnya lagi.

Hal seperti ini sudah biasa. Kejadian-kejadian di kampung sudah biasa menggandeng dukun sebagai solusi pertama. Dukun dipercaya bisa menunjukkan dimasa posisi korban yang tenggelam.

Hari sudah mulai gelap, Lara dan ibu memutuskan untuk pulang sementara beberapa orang kampung masih bertahan disana. Tidak jauh dari pantai Lara melewati sebuah gereja dan rumah pendeta tepat di samping gereja. Lara terdiam sejenak di depan gereja. Ia memandangi gedungnya yang tinggi dengan tiang-tiangnya yang kokoh. Dipandangnya lagi ke arah danau.

"danaunya menjadi seram" pikirnya lama-lama.

Pandangannya yang terpesona dari bukit kini berubah seketika. Lara terhanyut pada gelora kejadian itu. Ia teringat minggu lalu ia dan teman-temannya masih mandi-mandi dengan begitu gembira di danau. Saling mendorong satu sama lain. Meloncat dari batu yang disusun rapi di dalam air, menyelam mengambil kerang dan mencabut lumut. Bahkan Lara tersenyum tipis, mengingat Ican yang berlari kucar-kacir tanpa baju dan celana melihat ibunya marah-marah datang menjemputnya minggu lalu ketika mereka sedang asyik mandi-mandi.

Senin siang dalam perjalanan pulang sekolah. Lara dan teman-temannya mendengar kabar bahwa mayat korban sudah ditemukan. Lara dan teman-temannya berlari menuju tempat kejadian perkara. Tempat itu sudah sesak dipenuhi banyak orang. Terdengar suara tangisan. Lara dan teman-temanya berusaha mencari posisi yang tepat untuk bisa melihat mayat korban. Tapi nampaknya tubuh orang-orang dewasa itu selalu menghalangi pandangan mereka. Ican memandangi sebuah pohon mangga, Lara memperhatikannya. Mereka tersenyum. Tanpa pikir panjang mereka memanjat pohon.

"Tampan kan?" ucap Ican.

"ssssttttt" balas Lara pada Ican.

"bisa-bisanya si Ican membahas ketampanan dalam kondisi seperti ini" ucap Lara dalam hatinya.

"tapi benar juga, memang tampan" lagi dalam hati Lara.

"Oi, kalian ini sudah seperti Zakheus yang ingin melihat Yesus, naik memanjat pohon, turun-turun!" sayup-sayup terdengar suara seorang ibu.

"Masih mending kalau mau melihat Yesus, ini melihat mayat, turun!" suaranya semakin jelas. Lara dan Ican kaget. Itu Ibu Sinta, guru kelas tiga.

Terkenal sebagai guru paling galak di sekolah.

Seminggu berlalu. Lara dan adiknya Firnan menuju bukit, tapi kali ini bukan mengambil kayu bakar. Ini senin, dan mereka sudah libur semester dari sekolah. Mereka membawa kambing peliharaannya menuju bukit untuk memberinya makan. Diatas bukit, Lara kembali memandang Danau Toba. Masih indah, tidak ada yang berubah. Airnya yang tenang dan biru. Luasnya yang seakan membebaskan lelah, angin sepoi yang bertiup turut menyegarkan jiwa saat memandangnya. Alam memang kadang mengejutkan, Ia bisa saja menenangkan tapi sekaligus membinasakan. Siapa yang tahu, sudah berapa mayat yang terkubur di dalam danau Toba. Tapi semua itu tak merubah pesonanya. Ia tetap danau yang indah. Segala sesuatu punya dua sisi, seperti sebuah koin. Pandanglah dari kedua sisi. Sehingga, satu sisi akan tetap membuatmu tersenyum, dan satu sisi lagi akan membuatmu tetap hati-hati.

"mmmbeekkkkk"

"Dasar kambing!" Lara berlari mengejar kambingnya.

*Adong na manong-nong artinya "ada yang tenggelam"

*datu artinya dukun


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 20, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Lara di TobaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang