"Duh ngilu gue liat lo" Pandu melirik sekilas ke arah Bang Jeje.
"Han, jangan bilang mama ya" rengek Bang Jeje ke Hanna.
"Ck telat lo, nih si Panjul udah bilang ke Mama Nia" tunjuk Daniel ke arah Pandu.
Yang dibicarakan langsung berjalan cepat ke arah kantin rumah sakit.
"Mama Nia nangis, Papa Bima langsung pulang dari Surabaya" Daniel menjelaskan.
Bang Jeje menghela napas kasar "yaudah biarin aja, udah kasih tau rumah sakit ini ?" Dainel mengangguk.
Sambil berjalan ke ruang dokter, tangan Hanna enggak pernah lepas dari genggaman Bang Jeje.
"Astatang" Daniel berhenti mendorong kursi roda.
"Apa sih kambing, tuh belokan situ tuh ruang dokter Junedi, pake berenti segala" omel Bang Jeje.
"Kanaya Je" ucap Daniel sambil menarik telinga Bang Jeje.
Hanna yang mendengar itu refleks melepaskan genggaman tangan mereka.
Disaat yang bersamaan, Kanaya sedang berjalan ke arah mereka sambil tersenyum simpul.
"Hai" sapa Kanaya.
"Hai, kamu ngapain ke re rumah sakit ? kamu sakit ?" tanya Bang Jeje.
"Abis jenguk teman aku, kamu kenapa bisa sampai kaya gini sih kak ? memar dimana mana, pasti ada luka dalam" Hanna hanya terdiam mendengar percakapan mereka sambil sesekali tersenyum saat Kanaya meminta pendapatnya.
Daniel memperhatikan gerak-gerik Hanna. Terlihat khawatir karna sesekali Bang Jeje sedikit merintih "Nay, si Jea mau ke dokter nih. Lo ajak ngobrol mulu keburu tutup rumah sakit"
"Ah iya, udah cepet sana ke ruang dokter. Maaf ya" Kanaya pamit.
"Tunggu bentar" cegah Daniel saat Kanaya ingin pergi "Han duluan sana, nanti gue nyusul"
"Okey, dulan ya kak" ucap Hanna sambil tersenyum ke arah Kanaya.
"Hati-hati Yaya bawa mobilnya" Bang Jeje menambahkan.
"Iya, dadah" balas Kanaya.
"Lo abis nangis ya ?" tanya Daniel to the point.
Kanaya terdiam memandang arah lain.
"Lo abis jenguk Aji kan ?" pertanyaan kedua Daniel ini sukses membuat Kanaya kembali menatap Daniel.
Daniel menghela napas "dia bakal baik-baik aja, begitu juga sama Jea" jelas Daniel.
"Aji, liat Aji, Niel. Gue enggak tau apa yang akan terjadi kalau sampai kak Jea enggak tolongin dia. Kak Jea juga luka parah Niel" ucap Kanaya panik.
"Hei tenang" Daniel memegang pundak Kanaya menenangkan "Aji udah dirawat intensif, Jea juga untung aja bisa dipaksa sama Hanna buat ke rumah sakit. Enggak tau deh kalau enggak ada Hanna, mungkin dia masih meringis di kasur si Pandu"
Kanaya tersenyum pahit "bener kata lo yah Niel, gue sama Jea sama-sama salah mengartikan rasa nyaman yang kita rasain"
"Ck udah enggak usah dipikirin, fokus buat kesembuhan mereka berdua aja dulu. Aji udah sadar kan ?"
Kanaya mengangguk.
"Yaudah sana balik, istirahat yang cukup. Gue tau lo pasti nungguin Aji semaleman" ucap Daniel sambil menepuk pundak Kanaya sambil berjalan menyusul Hanna dan Bang Jeje.
-------------------
"Kan gue udah bilang, gue enggak perlu lah pake dirawat segala" Bang Jeje sibuk misuh. Udah pastilah dia bakal dirawat, lebam sekujur tubuh. Enggak tau itu ada luka dalam atau enggak. Besok dia baru pemeriksaan lebih lanjut.
Hanna memandang sinis Bang Jeje "diam, atau anda saya jambak"
Tepat setelah Hanna bilang begitu, Pandu datang ke ruang rawat inap Bang Jeje tanpa ada rasa penyesalan.
"Yuuhhuuuu Pandu datang membawa bobaaaa, siapa disindang yang mauuuu" serunya sambil memainkan mata genitnya.
"Dosa apa Daniel punya teman macem demit gini ya Allah"Daniel mengusap wajahnya dengan kasar.
"Lepasin, tangan gue keram" ucap Hanna sambil menggoyangkan tangan kanannya yang di genggam Bang Jeje entah sejak kapan.
Bang Jeje cuma senyum sambil menggelengkan kepalanya.
"Gue mau minum boba, haus bang" Bang Jeje tetap menggeleng.
"Pandu sini Pan" panggil Bang Jeje sambil memasang tampang marah ke arah Pandu.
Pandu senyum, sambil merapalkan doa dalam hati supaya amarah Bang Jeje enggak meledak.
"Ini kenapa Hanna enggak lo tawarin ?" tanya Bang Jeje.
"Yaelah Jea, tinggal jalan berapa langkah tuh kesitu, tinggal ambil, tinggal seruput" omel Pandu.
"Enggak bisa, dia sibuk" jawab Bang Jeje singkat.
"Sibuk apaan hah gua tanya !"
Bang Jeje mengangkat tangan Hanna yang digenggamnya. Hanna hanya diam sambil mengangkat kedua bahunya acuh.
"Oh jadi udah akur lagi ya sama mami" Pandu mengangguk angguk.
"Ambilin cepet" suruh Bang Jeje.
Pandu menurut, udah enggak banyak omong lagi. Enggak tega lihat Hanna haus.
"Udah ah mau nyebat dulu gua, sepet nih mulut" Daniel keluar ruangan. Disusul oleh Pandu yang membawa earphone-nya.
Tinggal mereka berdua diruangan. Hanna menaruh kepalanya diatas kasur, lelah dari pagi urus Bang Jeje.
"Capek ya ?" tanya Bang Jeje sambil mengusap lembut kepala Hanna.
Hanna memejamkan matanya "sebentar, sebentaaaarr aja gue mau tidur".
Bang Jeje senyum "nanti leher lo sakit kalau tidur kaya gitu, sini sebelah gue aja" Bang Jeje menggeser posisi tidurnya
Hanna udah enggak kuat tahan kantuk, enggak tau di detik keberapa Hanna udah tidur. Tapi samar-samar Hanna dengar tepat di telinga kirinya seseorang bilang "gue sayang banget Han sama lo, tidur nyenyak ya" . Terakhir Hanna merasakan puncak kepalanya dicium. Enggak tau, Hanna enggak tau itu nyata atau enggak. Tapi Hanna nyaman, Hana enggak mau kehilangan semuanya. Hanna tersenyum tipis sambil kembali larut dalam tidurnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Teman (Katanya)
Teen FictionJeandar Abi Yohan, tipe buaya tapi santun. Menjunjung tinggi prinsip hanya serius pada satu wanita, yang lain hanya permainan. Sayang banget sama mama papa tapi selalu ribut. Sayang Hanna juga tapi sayang cuma teman. Ruby Hanna Salsabila, kalau udah...