Bag 14 (Babak Baru)

597 42 0
                                    

Rintikan hujan semakin bergerombol membasahi jalan. Andhin menuntun tim basketnya bergegas menuju ke tempat lain yang lebih teduh untuk melakukan sesi latihan. Berbekal beberapa payung yang digunakan bersama, sekelompok remaja putri berjalan seratus meter jauhnya dari sekolah.

Tempat yang semula tempat menyimpan suku cadang kendaraan bekas, kini telah disulap sebagai tempat latihan basket. Memang tak seluas lapangan yang ada di sekolah mereka. Namun tempat itu cukup berguna sebagai tempat berlatih ketika hujan turun dan membasahi lapangan di sekolah. Mereka akhirnya bisa tetap melakukan sesi latihan meski di luar sana hujan cukup deras.

"Dhin, kamu dapet tempat ini dari mana sih?" tanya salah satu teman.

"Ini... ini tempat punya sodara, kebetulan jarang dipake. Jadi dia ngasih tempat ini buat latihan kita deh." Andhin tak bertatapan pada temannya seolah menyembunyikan sesuatu.

"Ooh gitu, lumayanlah. Coba dari dulu, hehe."

"Orang baru dikasihnya sekarang."

"Iya, iya, makasih ya. Kalau gak ada kamu kita bisa-bisa jarang latihan," pungkas sang teman.

***

Jauh beberapa bulan yang lalu, di suatu lorong gedung perkantoran, seorang pria berusia sekitar empat puluh tahunan tengah menyimpan sejumlah peralatan kebersihan untuk bersiap pulang. Melepaskan tanda pengenal sebagai cleaning service di perusahaan asuransi. Di tanda pengenal pria miliknya tertulis nama Angga. Sambil berjalan meninggalkan gedung, ia mengoperasikan ponsel untuk memeriksa pesan yang masuk.

Selesai membaca salah satu pesan, pria itupun berpamitan terlebih dahulu kepada atasannya dan para karyawan lain untuk meninggalkan kantor. Lalu menuju ke pinggir jalan untuk mejemput bus yang selalu ia gunakan sebagai transportasi pulang dan pergi dari rumah ke tempat kerja.
Saat turun dari bis dan berjalan menuju rumahnya, terlihat dari kejauhan seorang wanita berpakaian rapi sedang duduk menunggu di kursi plastik yang tersedia di depan sebuah rumah. Semakin dekat, semakin jelas wajah sosok wanita itu. Pria bernama Angga itu seperti mengenali siapa wanita yang sedang duduk di depan rumah kontrakanya. Tiba di tempatnya, ia menyapa meski masih saling menatap canggung.

"Eh Rani, kamu udah lama nunggu di sini?"

"Ya lumayan, Mas. Apa kabar? Udah berapa lama tinggal disini?" Mereka berdua bersalaman untuk membuka percakapan.

"Baik, aku tinggal di sini baru aja sebulan yang lalu, semenjak keluar dari tahanan aja. Kamu sendiri gimana kabarnya? Masih sukses karir dokternya?"

"Baik, Mas. Seperti biasa, aku masih sibuk jadi dokter."

"Bagus kalau gitu. Ayo duduk dulu di dalem rumahku." Angga membuka pintu rumah untuk mempersilakan tamunya masuk.

"Enggak usah, Mas. Kita bisa ngobrol di sini aja."

"Oh, oke kalau gitu." Angga menggambil kursi plastik dari dalam rumah untuk menemani wanita itu mengobrol di teras rumah.

"Mas, ada yang mau aku bicarain. Ini... soal anakku. Aku udah gak tahu harus nanyain ke siapa lagi. Dan kamu juga tahu, kalau sekarang dia masih hidup, dia cuma satu-satunya yang aku punya. Di sini, aku cuma mau minta bantuan dari Mas."

Angga berpaling pandang merasa bingung. Lalu kembali menatap kedua mata wanita di dekatnya. "Bantuan apa? Kalau aku mampu, aku akan bantu."

Sorot mata yang semula menatap normal kini semakin tajam menyimpan rasa curiga. "Apa yang sebenarnya terjadi sama Dara sebelum dia kabur? Kamu apain dia?"

Angga melirikkan netra ke bawah seraya tersenyum tipis dan sedikit menggeleng bersiap menjawab. "Mungkin emang dia kurang perhatian, ditambah didikan kamu terlalu keras. Jujur, aku juga pernah marahin Dara waktu keluyuran sampai sore. Tapi itu semua demi kebaikan dia. Tugas orang tua emang makin berat ketika anaknya udah remaja."

About D ( Her Secret ) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang