[35] Nasi Padang Anita

3.2K 419 37
                                    

“Bersamamu aku menjadi diriku sebenarnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bersamamu aku menjadi diriku sebenarnya.”

***

RAHMA menggelengkan kepala. “Kayaknya bukan itu alasannya. Lo sengaja bikin diri lo sibuk, sengaja bikin diri lo terkurung di dalam kantor, ya kan Nadia Humaira?”

Nadia tertegun sejenak.

Kemudian suara ketikan di keyboard yang menyahuti perkataan Rahma. Wajah Nadia sekarang terlihat lebih serius, fokus pada pekerjaan. Rahma tau dia kalah, dia seperti mengajak bicara tembok tinggi cina.

“Terus aja cuekin gue. Gitu aja terus,” cetus Rahma. Yang sekarang mengelilingi kantor Nadia. Langkahnya berhenti di depan lemari pajangan, di mana dia melihat foto pernikahan Nadia dan Raja.

“Raja kemana?” Rahma bertanya.

“Ke rumah Sakit. Check-up rutin,” jawab Nadia.

“Tapi kesehatannya?”

“Alhamdulilah baik, kata Dokter Anita Raja harus menjaga pola makan dan juga banyak istirahat.”

“Syukur deh,” sahut Rahma.

Lalu matanya beralih dari foto pernikahan Nadia dan Raja pada lukisan baru yang terpajang di dinding kantor Nadia. Kepala Rahma memiring ketika melihat lukisan itu.

“Gue heran! Sejak kapan lo suka lukisan? Beli di mana nih?” Jari Rahma menunjuk.

Nadia mengangkat matanya sejenak, mencoba memahami maksud perkataan Rahma. Lalu kembali ke layar komputer.

“Itu baru gue beli beberapa hari lalu, online! Bagus, 'kan?” Nadia meminta pendapat.

“Biasa aja!” Rahma menyahut dengan mendesis. Tangannya masih menunjuk. “Semua orang bisa membuat lukisan ini Nad. Ini kayak foto yang di-edit lalu dibuat kayak lukisan, lo kena tipu nih.” Dia menambahkan dengan memberikan kritikan pedas.

“Yang penting gue suka. Nggak penting itu foto atau emang dilukis benaran.”

“Berapa duit yang lo habisin buat beli nih lukisan? Nggak banyak, 'kan?” selidik Rahma lalu kembali menatap lukisan itu, mencoba memahami apa yang begitu menarik dari lukisan yang dibeli oleh Nadia.

“Cuma lima juta.”

Rahma memekik kemudian. “Cuma?” Dia menekan kata cuma dengan keras. “Cuma lima juta kata lo? Lima juta buat foto langit doang? Yang benar aja Nad! Itu sama aja gaji gue selama dua bulan.”

Jodoh Terbaik Nadia [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang