SEBELUM MEMBACA JANGAN LUPA BACA DOA !!!
-
-
-***
Jalur yang di lewati Barok beserta timnya ternyata cukup sulit. Jalannya menanjak dan beberapa kali bahkan terhalangi oleh pohon besar yang melintang di tengah jalan. Membuat mereka harus bersusah payah menerobos semak-semak agar dapat melanjutkan perjalanan.
Sindy terus mengibaskan tangannya, mulutnya tak berhenti mengoceh seperti bebek yang lupa diberi makan. Matahari yang bersinar terik membuat keringat terus mengalir di tubuh gadis itu.
Sejak lima menit lalu mereka memutuskan untuk beristirahat di bawah sebuah pohon besar yang daunnya rimbun. Namun ternyata pohon besar itu belum cukup untuk melindungi mereka dari sengatan matahari. Mereka terus saja mengeluh kepanasan.
"Hufttt.... Ini ngga ada yang mau ngipasin gue gitu.. ? " Keluh Sindy sambil menoleh ke kanan dan kirinya, tepat dimana Silvi dan Mila duduk bersandar di batang pohon besar itu.
Keduanya menoleh ke arah Sindy.
"OGAHH !!" Teriak Silvi dan Mila berbarengan di samping telinga Sindy, membuat telinga si empu-nya terasa berdengung.
"Buset ! Kuping gue budeg woi !" Suara Sindy tak kalah cempreng-nya, gadis itu meniup-niup kepalan tangannya kemudian ia letakkan di samping telinga.
Barok menggelengkan kepalanya. Suara berisik di sampingnya ditambah cuaca yang begitu panas membuat ia tidak dapat beristirahat dengan tenang. Padahal niatnya mengajak mereka berteduh di bawah pohon ini supaya ia bisa menenangkan pikirannya barang sejenak.
Cowok itu meraba ransel di belakang tubuhnya. Ia mencari botol air minum yang sudah diisi ulang. Tapi botol itu tak kunjung ia temukan. Akhirnya Barok mengambil ransel itu dan menaruhnya di atas perut.
Barok mengobrak-abrik isi di dalamnya. Setelah ia menemukan botol itu ia meneguk isinya hingga tandas. Rasa haus di tenggorokannya benar-benar sudah tidak bisa ditahan.
Saat Barok hendak kembali memasukkan botol itu ke dalam ransel, manik matanya menangkap sesuatu yang membuat perasaanya semakin kecewa.
Bunga hitam yang kemarin susah payah ia petik, kini layu dan tak berbentuk karena tertimpa barang-barang lain di dalam ranselnya. Beberapa kelopaknya bahkan sudah rontok dan hancur. Padahal Barok sangat yakin kalau Mila akan menyukai pemberiannya itu.
"Kenapa sih, Bar ?" Tanya Mila yang menyadari perubahan raut wajah Barok.
Gadis itu hendak menarik ransel milik Barok, tapi Barok menjauhkannya lebih dulu sebelum Mila berhasil menyentuh ranselnya.
"Itu apaan sih ?" Tanya Mila.
"Hahhh... eeumm..." Cowok itu menjeda kata-katanya.
"Bu-bukan apa-apa kok, Mil. Ngga penting juga." Barok sedikit memaksakan senyumnya.
Mila hanya menganggukkan kepalanya, mungkin memang sesuatu yang tidak perlu ia lihat. Mila kembali menyandarkan tubuhnya ke batang pohon. Udara segar yang masuk ke indra pernapasan sedikit mengurangi rasa lelah di tubuhnya.
Barok menatap ke arah depan, semak belukar yang datarannya lebih tinggi itu menjadi objek menarik baginya. Sedetik kemudian ia teringat sesuatu.
KAMU SEDANG MEMBACA
RONGGENG
HorrorKe sembilan remaja itu tidak menyadari kalau nyawa mereka berada di ambang kematian. Desa Petilasan adalah desa angker. Dan hutan Ronggeng adalah sarangnya. JANGAN LUPA UCAP DOA SEBELUM MEMBACA CERITA INI !! *27 Maret 2020*