-Rose POV-
“rose!!!!”
“nee eomma?”
namaku rose, park roseane. anak kedua dari dua bersaudara. eomma ku seorang ibu rumah tangga, sementara appa ku seorang direktur.
“apa kau sudah mengemasi semua barang barang mu?”
“sudah eomma”
“baguslah, besok pagi kita akan berangkat”
“eomma..”
“hm? ada apa?”
“apa kita benar benar harus pindah?” tanyaku ragu
“ishh berapa kali eomma sudah bilang?! kita harus pindah, agar kau bisa mejauh dari anak haram itu!”
“tapi eomma, sana bukanlah anak haram!”
“berani berani nya kau menyebut namanya!!”
“tapi eomma memang sana bukanlah anak haram!”
“mulai berani kau hah?!”
PLAKK!!
eomma menamparku.
“r-rose..”
“AKU BENCI EOMMA!!!”
“ROSE! ROSE!”
aku tak memperdulikan teriakan eomma. aku berlari keluar rumah. aku tak peduli dengan orang orang yang terus menatapku. yang kuinginkan sekarang adalah menemui teman baik ku, sana. minatozaki sana.
teman yang sangat aku sayangi, seperti saudara ku sendiri. dulu, eomma juga menyukai nya. tapi tiba-tiba, entah kenapa eomma begitu membencinya.
tok.. tok.. tok..
aku mengetuk pintu rumah sana dengan keras. sana adalah anak tunggal. kedua orang tua nya terlalu sibuk untuk tinggal dirumah, maka ia selalu sendirian dirumah.
“tunggu sebentar!!” teriak seseorang dari dalam
“siapa ya-”
tanpa basa basi aku langsung memeluk sana, dan menangis dipelukan sana.
“sana..” ucapku lirih
“kenapa kau tak pernah menjawab pesanku?!”
“kenapa kau selalu mematikan telpon mu?!”
“kenapa sana?! kenapa?!” ucapku sambil menangis
.
.
.
.
.
.
“lepaskan!” ucap sana sambil mendorongku
aku tersentak, tak biasanya sana seperti ini. sana adalah orang yang lembut dan penyayang. bukan orang yang dingin dan kasar seperti di hadapanku.
“sa-sana..”
“pergi! jauhi aku! dasar pembawa sial!”
“a-aku? seorang pembawa sial katamu?”
“lalu selama ini kau anggap aku apa hah?! jawab aku sana!”
“kau anggap apa pertemanan kita selama ini?!” kataku membentak sana
“cukup! sekarang pergi dari sini! cepat pergi!” usir sana
BRAKK!
sana..
KAMU SEDANG MEMBACA
pretend
Fanfictionberpura-pura, itulah kata yang selalu kugunakan ketika diriku merasa sedih namun aku tak ingin memperlihatkannya. awalnya, semua ini membuat ku bahagia, namun pada akhirnya, aku muak dengan semua ini