[41] Berdamai Dengan Masa Lalu

2.8K 409 25
                                    

“Masih di bawah langit yang sama

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Masih di bawah langit yang sama. Tetap bernaung di bawah angkasa yang sama.”

***

BERHENTI bulan depan?”

Nadia hanya mengulangi perkataan Dodit, sedang cengkeremannya di sandal semakin erat ketika mendengar penuturan Dodit. Merah darah, seperti itulah telapak tangannya sekarang.

Dodit mengangguk. Sekarang matanya juga menatap penuh harap pada langit. “Mhm. Bulan depan. Saya harus menyelesaikan beberapa urusan sebelum berhenti. Saya nggak boleh lepas tangan begitu saja, 'kan?” Dia mengalihkan mata sejenak dari langit dan memberikan Nadia senyum kecil, setelah itu kembali menantang langit kelabu.

“Ke Bandung? Pulang ke rumah kamu?” Nadia bertanya ingin tahu.

“Iya, saya ingin pulang ke rumah. Saya ingin menghabiskan waktu lebih banyak bersama Bapak.” Senyum Dodit semakin lebar, ketika rintik hujan mengenai telapak tangannya. “Saya ingin merawat Bapak. Terlalu lama saya di ibukota dan membuat saya lupa ada seseorang yang merindukan kepulangan saya.”

“Pastinya Bapak merindukan kamu.”

“Saya sudah mengumpulkan banyak uang. Tabungan yang cukup untuk menjadi pengangguran selama satu bulan.” Dodit bercerita dengan semangat. “Jadi Ibu nggak akan marah melihat saya di rumah nanti. Uang yang cukup untuk bersenang-senang, berlibur dan bersantai sama Bapak.” Dia menambahkan, matanya berbinar seakan sedang membayangkan masa indah itu nanti.

“Dan setelah itu?”

“Setelah itu?” Dodit mengantungkan kalimatnya sejenak, lalu melanjutkan berkata. “Saya ingin mengejar mimpi saya.”

“Mimpi?”

Tangan Dodit yang semula menengadah mengharap rintik hujan membasahi telapaknya sekarang menurun, dia membalikkan badan, sehingga bisa menatap Nadia tanpa menoleh lagi.

“Mbak Nadia ingat? Dulu saya pernah bercerita tentang Bapak yang seorang nelayan? Ingat saya menceritakan bagaimana Bapak sangat menyukai berada di atas kapal?”

Nadia menganggukkan kepala.

“Itu mimpi saya juga,” ungkap Dodit, kepalanya menengadah pada langit kelam. “Saya ingin melihat apa yang dilihat Bapak, saya ingin melihat keindahan yang selalu Bapak ceritakan sama saya setiap kali pulang melaut.” Dodit menurunkan pandangannya, tidak berkedip kepada Nadia. “Saya akan pergi melihat langit luas tanpa batas dan bertemu samudera luas.”

“Kamu...”

Nadia kesulitan untuk berbicara. Dia hanya bisa tersenyum dengan kikuk, rasanya sangat aneh bibirnya membentuk senyuman dikala dia terasa enggan.

Jodoh Terbaik Nadia [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang