[1] Telor Ceplok dan Bebek

12 1 0
                                    


🌕

"Caecillia Nugroho."

Yang namanya disebut menunduk dalam, tak berani menatap wajah guru Kimia—yang juga wali kelasnya—di hadapannya.

"Ibu bener-bener gak ngerti sama kamu." Guru dengan dandanan nyentrik itu menghela nafas lelah. "Ini udah masuk semester dua. Dan nilaimu bukannya tambah naik, malah makin turun. Ibu harus bilang apa sama Bundamu, ya ampun, bisa stress Ibu ngajar kamu, Nak."

Caecillia mencibir omongan gurunya pelan, takut terdengar oleh gurunya.

Salahin kimianya, lah. Dikira tata nama senyawa itu gampang apa, anjir.

Guru kimianya itu mengangkat kertas ulangannya tinggi-tinggi. Tertera angka nol dengan tinta merah diujungnya. "Ini apa, hah? Nilai apa telor ceplok? Semester kemarin masih mending dapet bebek, sekarang malah telornya, ampun deh Ibu sama kamu."

"Kamu tuh, ya. Harusnya belajar yang bener, kayak kakakmu. Anak jaman sekarang emang, ya. Kerjaannya main hape kalo gak, ya, pacaran. Apa itu sebutannya? Micin, apa apa itu."

"Bucin, Bu, bukan micin."

"Diem kamu. Ibu udah tau," sahut sang guru. Caecillia geram dalam hati mendengarnya. "Kalo sampe nilai kamu gini lagi bisa-bisa kamu gak naik kelas loh, Nak. Satu nilai jelek aja bisa berpengaruh, belum lagi--"

"Permisi, Bu. Saya mau mengantar tugas Kimia kelas duabelas MIPA satu," sela seorang siswa yang tingginya hampir menyamai tiang listrik. Caecillia mendongakkan kepalanya.

Hetdah, tinggi bener.

Cowok tinggi itu tersenyum sopan pada sang guru.

"Taro aja, Nak, di meja Ibu sini," perintah gurunya dengan nada ramah yang berlebihan. Jangan lupakan senyumnya yang kelewat lebar. Caecillia mendengus pelan.

Giliran sama gue aja ngegas mulu, anjir, dihina-hina. Giliran ketemu yang begini aja jinak.

"Eh, iya, Nak Lucas," panggil guru Kimia itu dengan nada kelewat lembut. "Ibu ingat, kamu ngajar les juga, ya, kalau tidak salah."

Cowok tinggi yang baru Caecillia ketahui bernama Lucas itu menggangguk sopan. "Iya, Bu, ada apa, ya?"

Bukannya menjawab pertanyaan Lucas, guru Kimia itu malah menatap Caecillia yang hampir kelepasan menggerutu. "Ibu bakal rekomendasiin Lucas buat ngajarin kamu Kimia. Nanti Ibu bakal telpon Bundamu. Ibu yakin Bundamu setuju," guru Kimia itu menatap Lucas, mengabaikan tatapan tidak terima Caecillia. "begitu pula Nak Lucas, iya kan, Lucas?"

Sialnya, cowok tinggi itu malah menjawab, "Saya akan setuju jika orang tuanya memang meminta saya untuk mengajarinya."

Dan, ya, hidupmu yang sudah berantakan, akan lebih berantakan ke depannya, Caecillia.

🌕

Rembulan | Lucas WongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang