1. Rindu Dibayar Tuntas

60 8 0
                                    

"Halo?"

"Halo"

"Kenapa, Dim?"

Aku melihat layar ponsel hendak memastikan apakah koneksinya masih tersambung karena orang di seberang sana tak kunjung berbicara.

"Gak apa-apa" ada jeda darinya sebelum bertanya "Masih latihan?"

"Lagi istirahat, ada apa?"

Yang kudengar, Dimitri bergumam tidak jelas dan diikuti kata "Hati-hati" sebelum mengakhiri telepon.

Aku mengambil minuman seraya menerka-nerka kelakuan Dimitri yang aneh. Kemudian aku diam dan berpikir, ingatanku kembali menelusuri kapan terakhir kali kami berinteraksi.

Sudah tiga atau empat minggu? Aku lupa untuk menghitungnya karena jadwal semester kali ini membuatku tidak berkutik. Aku dan Dimitri memang masih saling mengabari meskipun tidak serutin biasanya. Terakhir kudengar kabar kalau ia kesulitan dengan tugas kelompok, dan aku yang kelelahan mempersiapkan tugas drama untuk ujian akhir semester nanti. Setelah itu kami seakan sama-sama redup diraup waktu.

Aku selalu pulang larut malam bahkan sampai dini hari untuk latihan, paginya tentu saja kuliah sepanjang hari. Kalaupun ada waktu lenggang, jelas aku habiskan untuk tidur karena kelelahan.

Kali ini, usai semuanya beres aku harus mengabarinya, persetan apakah ia sudah tidur atau belum, yang jelas rasa bersalahku padanya harus tuntas meskipun hanya sapaan basa-basi.

Namun, aku tak perlu repot-repot melakukan hal di atas karena sepasang mata yang sudah tak asing sedang menelisik dari jauh, seorang Attala Dimitri duduk di depan mini market dekat dari kampus tempatku latihan dengan minuman dan beberapa permen di atas meja.

Rasa lelah yang memupuk di pundak seakan menguar ke udara, diantara angin malam yang membuat menggigil dan suara bising kendaraan di jalan, pipiku tiba-tiba menghangat.

Rasa lelah yang memupuk di pundak seakan menguar ke udara, diantara angin malam yang membuat menggigil dan suara bising kendaraan di jalan, pipiku tiba-tiba menghangat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Hei"

Aku tak membalas sapaannya "Kenapa belum pulang?"

"Menurut kamu siapa yang bikin aku belum pulang?"

Aku celingukan melihat sekitar yang terbilang cukup ramai, berbagai tenda makanan dan minuman masih penuh dengan orang-orang yang bergelut dengan isi perut, pengamen jalanan sibuk memetik gitar dari tenda satu ke tenda yang lain, lahan parkir mini market tempat kami bertemu juga tidak terlalu lenggang.

"Nunggu nasi goreng?"

"Bukan"

"Nongkrong sama temen-temen kamu?"

"Kalau nongkrong, pasti gak di sini, Di"

Aku berpikir, masih melihat keadaan di sekitarku "Gantian jagain motor sama mamang parkir?" kekehku pelan

"Audi..."

"Oke..."

"Aku antar ke kosan"

Dimitri membuang sisa-sisa sampah tadi, dalam hati aku berterima kasih kepada jajanan yang ia beli dan tukang parkir mini market sudah berkenan menemani Dimitri dari rasa bosan selama menungguku (meski aku tidak menyuruh).

Tak perlu berlama-lama, Dimitri berangkat denganku yang mengisi jok belakang motornya.

Aku tidak tau apakah ia sengaja melambatkan kecepatannya sampai sebuah sepeda saja bisa lebih cepat lajunya dibanding scoopy hitam milik Dimitri.

Malam itu, aku mengamati Dimitri dari belakang. Aku merasa ada sesuatu yang membuatku lega kala melihat punggungnya, aku juga baru menyadari rambutnya terlihat sedikit panjang dari terakhir kali kulihat, dan bahunya yang menjadi sandaran favorit daguku sehingga wangi parfumnya tercium membuatku makin rindu. Sudah lama sekali seperti ini.

Lewat pantulan kaca spion kiri, aku bisa melihat Dimitri sedang fokus berkendara, dahinya sedikit berkerut, bibirnya juga sedikit maju. Sebuah gelak tawa membuat Dimitri sadar kalau sedari tadi diperhatikan sehingga mata kami bertemu dan kekehan kecil keluar dari bibir masing-masing.

"Kenapa belum pulang?" Aku mengulangi pertanyaan yang belum sempat ia jawab.

"Nungguin orang"

"Orangnya pasti ngangenin" Tebakku iseng.

Dimitri mendengus seolah ucapanku benar.

"Pantes tadi nelpon gak jelas banget, untung bukan Dilan yang bilang 'Rindu itu berat, biar aku saja'" Kataku sambil meniru gaya bicara salah satu tokoh yang ramai dikalangan remaja saat itu.

"Yeeeu malah si Dilan. Aku ngikutin kata-katanya Eka Kurniawan"

"Hah? Yang mana?"

"Ada lah"

Aku mengulum bibir menahan lekuk bibirku yang naik ke atas sebab tentu saja aku sudah mengetahui apa yang ia maksud. Dalam hati aku sepakat dan membiarkannya kembali mengoceh.

"Iya deh iyaaaa"

Entah kenapa jarak kampus menuju kosan yang biasanya menghabiskan waktu sepuluh menit dengan berjalan kaki malah terasa lama jika mengendarai motor.

Dari jauh, gerbang kosan yang menjulang sudah tertutup rapat, aku baru ingat kalau kunci cadangan yang aku siapkan hilang beberapa hari yang lalu.

"Yaaah, aku lupa belum bikin kunci baru"

Kosan tempatku tinggal memang mempunyai jam malam. Itu sebabnya aku membuat kunci cadangan.

"Terus gimana? Mau nginep di tempat aku?"

"Enak aja! Bentar, aku minta tolong temen kos biar bukain pintu"

"Yaaaah"

Aku menatap sinis Dimitri yang tersenyum usil, sambil mengeluarkan ponsel dalam tas dan memberi kabar pada salah satu penghuni kos.

"Di, kalau butuh apapun. Kamu bisa hubungin aku tau" katanya tiba tiba membuat jariku berhenti bergerak di atas layar.

"Jangan lupa waktu"

"Iya"

"Jangan lupa istirahat" kali ini tangannya sudah diatas kepalaku, menepuknya pelan namun sesekali merapikan rambutku yang berantakan oleh hembusan angin malam.

"Iya"

"Jangan lupa inget aku" katanya diakhiri cengiran andalan seorang Dimitri.

Aku tertawa dan mengiyakan ucapannya sebelum bunyi gerbang terbuka.

"Gih, sana masuk"

Ucapan terima kasih dan lambaian tanganku menjadi penutup cerita antara aku dan Dimitri untuk hari ini. Kudengar suara motornya melaju menjauh setelah menutup pintu.

Malam yang benar-benar melegakan. Meskipun beberapa menit, setidaknya ada sesuatu yang lunas. Benar kata kutipan yang sempat Dimitri singgung tadi, katanya: rindu harus dibayar tuntas.

Itulah bagaimana cara kami mengatasi rindu.

Tulisan ini belum setengah dari bagaimana caraku membuatnya menjadi hal yang abadi. Masih ada hari-hari berikutnya yang akan diisi oleh seseorang bernama Attala Dimitri.

Hari Bersama DimitriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang