Jangan bersikap layaknya sutradara yang mengetahui skenario sang pemain utama.
****
Setiap hati punya luka, namun dengan ekspresi yang berbeda. Beberapa menyembunyikannya dalam mata, sementara lainnya dengan tawa.
Bukannya Ara menyerah, tapi semua orang berhak memilih, apakah ia harus tetap tinggal atau pergi setelah hatinya sakit dan kecewa berkali-kali.
"Sayang, kamu yakin? Bukannya kamu benci London?" Renata mengusap puncak kepala Ara yang tengah tertidur dipangkuannya. Saat ini mereka berada didalam mobil untuk menuju ke bandara.
"Aku bukan benci London mah, aku benci kenangannya."
Renata menghela nafasnya pelan. Ia yakin pasti ada masalah diantara Gio dan putrinya.
"Kalau masih bisa dipertahanin—"
"Udah, Ma. Kita sudah berakhir. Nggak ada yang perlu dipertahanin. Aku sudah berjanji padanya untuk tidak menunjukkan mukaku dihadapannya."
"Dia pasti terluka, aku terlalu bodoh menyadari bahwa disini aku yang egois. Aku ingin dia mengerti posisiku, tapi aku tidak pernah berfikir bagaimana posisi dia saat itu."
Renata bungkam, ia menunduk menatap putrinya yang sedang memejamkan mata. Entah Ara ingin tertidur karena lelah atau ia sedang menahan tangis.
Disisi lain, tepat dilorong markas Yakuza. Sosok laki-laki dengan wajah yang amat teramat dingin melangkah menyusuri lorong gelap itu, mata hitam pekatnya seperti serigala yang sedang memburu mangsanya.
Ceklek. Pintu kayu terbuka lebar menampilkan sosok pemimpin Yakuza yang tengah bersandar disofa kebangsaannya. Ia menyambut kedatangan Gio dengan senyum hangat.
"Sepertinya kau baru saja membuat keputusan. Wajahmu terlihat sangat lelah."
Gio menghela nafas, ia memilih untuk duduk lalu menyandarkan punggungnya disofa. Pagi ini terlalu lelah mengingat nafasnya sudah ia lepas hingga gadis itu memilih untuk menghindarinya.
Benar, Gio sudah tahu Ara pergi ke London. Tempat segala macam kenangan yang Ara benci. Entahlah, Gio hanya takut Ara bertemu seseorang disana.
"Bagaimana hubunganmu dengan gadis manis itu?" tanya Jeffrey, melihat Gio yang tengah memejamkan mata.
"Kita sudah berakhir."
CTRAK! Seseorang melempar pisau tepat mengenai samping telinga Gio. Nyaris terkena. Sedikit saja Gio bergerak sudah dipastikan kupingnya akan sobek.
"Hey! Kau hampir merusak wajah tampannya!" pekik Jeffrey, menatap seorang wanita yang baru masuk tanpa terdengar derapan kaki. Ia menggunakan jaket levis hitam dengan celana jeans. Paduan ikat pinggang dan rambut berwarna hitam yang panjangnya sampai sepinggang.
"Kau berakhir dengan gadis kecil itu? Mengapa bisa?" Wanita itu berjalan mendekat ke arah Gio, ia ingin mendengar langsung jawaban dari Gio. Sekalian ingin merobek wajah Gio karena ia sangat merindukan sosok laki-laki dihadapannya.
Gio mendengus sebal. "Apa yang tidak bisa ku lakukan?" Sombong, Gio berpura-pura baik-baik saja padahal jauh didalam hatinya ia sudah kehilangan seseorang yang amat berharga.
Selena Marqueza. Istri Jeffrey. Pasangan yang serasi, istrinya suka melempar pisau tumpul yang dapat merobek kulit seseorang, sedangkan suaminya suka perang mengakibatkan puluhan nyawa melayang.
Bisa dibayangkan bagaimana jadinya jika mereka berdua tengah bertengkar? Kedua iblis saling merobek wajahnya satu sama lain.
"Dasar bodoh. Aku tau permasalahan kalian dan kau memilih untuk meninggalkan?" Selena menggelengkan kepalanya, ia tidak bisa berfikir bagaimana Gio bisa meninggalkan sosok gadis yang sangat dicintai.
KAMU SEDANG MEMBACA
しぬ SHINU (COMPLETED)
Mystery / Thriller❝Maaf berarti kalah, dan yang kalah harus mati!❞ Semua orang mengenalnya sebagai monster pembunuh. Namun bagiku, dia adalah sosok pelindung. Manusia pencabut nyawa itu terperangkap dalam prinsipnya sendiri. Akankan Adara dapat menaklukkan monster te...