Sstt... whoosh.... angin semilir dengan tenang menemani soreku. Kualihkan pandangan ke jendela, menatap luar kupikir dapat menghilangkan penat setelah seharian bekerja. Namun yang kulihat hanya kucing liar yang sibuk mengacak-acak tong sampah, dengan harap manusia ini akan meninggalkan beberapa duri ikan didalamnya. Tak jauh dari situ, beberapa anak tetanggaku sedang asik bermain petak umpet, permainan dengan peraturan yang satu berjaga sedang lainnya bersembunyi di tempat yang menurut mereka sulit ditemui. Dahulu, Aku sering memainkan permainan itu bersama adik dan beberapa tetanggaku yang mungkin sekarang sedang disibukkan dengan tugas kuliahnya. Sangat berbeda denganku ya, andai hal itu tidak terjadi padaku.
"Sruppt..." kuseruput cangkir teh yang kubuat sepulang kerja tadi, sembari memandangi bingkai foto yang tidak dilapisi kaca sebagai pelindungnya. Ini perbuatan adikku, ia tidak sengaja menjatuhkannya saat mencari pensil. Padahal sudah Aku katakan padanya "Pensil ada di dalam kaleng atas meja!" pikirku ia sudah paham, bukannya mencari dalam kaleng ia malah mencari ke laci dan menutupnya dengan dibanting. Maka tak heran jika bingkai foto itu jatuh. Aku sempat kesal dan memarahinya, bagaimana tidak? Foto yang sudah kurawat selama ini pecah begitu saja, apalagi orang dalam foto itu seorang yang istimewa bagi kami. Ya, foto ayah dan ibuku. Tak sengaja ingatan hari itu kembali menyeruak ke dalam jiwa, menghantuiku. Hari dimana ibu meninggalkan kami...
Rabu, 32 Mei 0000
"Aku pulang!" kataku sembari membuka sepatu dan menaruhnya di rak. Heran, biasanya Dena - adikku yang paling kecil akan menyambutku dengan membukakan pintu dan menagih hadiahnya. "Bang, bawa hadiah gak buatku?" tanyanya, Aku terbiasa membelikannya hadiah sepulang sekolah. Ya walaupun sekedar jajanan warung tak apa, toh ia pun senang. Tapi kali ini tak ada yang menyambutku, hanya tangis yang kian melengking sehingga memaksaku untuk segera masuk. Aku terkejut karena keadaan rumah yang berantakkan, mainan adikku tergeletak disana-sini, baju kotor yang tidak dimasukkan ke mesin cuci, belum lagi piring kotor yang menumpuk. Ah sial, kenapa bisa berantakkan gini sih? "ris, adek kenapa? Mamah kemana?" tanyaku sambil menggendong dan berusaha meredakan tangisnya. "aris juga gk tau ka, tadi.....".
(back)
Brakk.. pintu kamarku dibuka paksa, Aku terkejut "gak bisa ketuk dulu ya kalau mau masuk?!" ucapku sinis "Bang, adek mecahin gelas" hhhh.... Aku menarik napas panjang mau tidak mau harus beranjak dari tempat dudukku dan mengikuti aris dari belakang. "Kenapa bisa pecah? naronya dipinggir ya? Jadi adek bisa ngambil?!" tanyaku sambil berkacak pinggang, kalau sudah seperti ini adikku tidak ada yang berani menjawab apalagi membantah. Aku pernah berpikir seseram itukah Aku saat marah? ah sudahlah tak ada gunanya.
"ah shh sial" tanganku tertusuk pecahan gelas, sebelum kemarahanku semakin menjadi-jadi aku menyuruh mereka untuk main di kamar atau di teras rumah agar tidak menggangguku saat membereskan kekacauan ini.
Tekadku sudah bulat untuk mencari tahu apa alasan ibu meninggalkan kami hari itu. Setelah 2 minggu bercerai dengan ayah, ibu pergi begitu saja. Sudah dipastikan ayah pergi entah kemanapun aku sudah tak peduli, tapi ibuku yang pergi aku tak mengerti apakah kami berbuat salah? Sehingga ia membenci dan memutuskan untuk meninggalkan kami? Akan kucari semua alasan itu. Dan sekarang tanggung jawabku menyekolahkan adik-adikku, agar mereka tidak sepertiku, ya akan kucari semua alasan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beri Aku Alasan -Ma!
Short StoryTekadku sudah bulat untuk mencari tahu apa alasan ibu meninggalkan kami hari itu. Setelah 2 minggu bercerai dengan ayah, ibu pergi begitu saja. Sudah dipastikan ayah pergi entah kemanapun aku sudah tak peduli, tapi ibuku yang pergi aku tak mengerti...