Semesta, kumohon bekerjasamalah.
"Hari ini kelas kalian kedatangan murid baru dari Jakarta. Silakan maju ke depan dan perkenalkan diri." Ujar wali kelasku.
Aku melangkahkan kakiku menuju ke bagian depan kelas sembari merangkai kata sebagai perkenalan. "Perkenalkan nama saya Fira Nathania, panggilannya Fira. Saya pindahan dari SMA Merdeka di Jakarta. Salam kenal semuanya."
Beberapa siswa menyahut, beberapa lainnya terdiam cuek seolah tidak peduli aku ada atau tidak di kelas mereka. Tapi, aku yakin mereka semua punya hati yang baik. Tetapi, walaupun aku berasal dari Jakarta yang notabene adalah kota, tetap saja atmosfer di kelas ini berbeda. Rasanya tidak nyaman. Mungkin belum, karena aku belum terbiasa. Mungkin butuh sedikit lebih lama supaya aku bisa terbiasa dan beradaptasi dengan mereka.
Tempat dudukku berada di paling belakang karena aku tidak bisa memilih di tempat mana aku akan duduk. Aku duduk dengan seorang perempuan yang sampai sekarang aku belum terlalu bisa terbuka. Paling-paling hanya sekadar ngobrol tentang pelajaran yang tidak aku mengerti. Selebihnya kami masih lumayan canggung.
Waktu terus berlalu sampai tidak terasa kalau mata pelajaran ini akan segera selesai. Sepucuk kertas mendarat di depan wajahku ketika aku sedang serius mencatat materi di papan tulis. Surat itu dari Sania datangnya—teman sebangkuku.
Istirahat nanti makan siang bareng, ya, di kantin.
"Kenapa nggak langsung ngomong aja?" Tanyaku ke Sania yang juga sibuk mencatat materi di papan tulis.
"Kamu kelihatan sibuk banget, takut ganggu. Jadi, lewat surat aja."
"Hahaha nggak kok, nggak ganggu."
Sania tersenyum. "Jadi, apa jawabannya?"
Kertas itu kupandangi lagi. Kukembalikan kepada Sania beserta balasannya.
Oke, boleh aja. Ajak aku keliling sekolah juga.
* * *
Aditya: gimana hari pertama sekolahnya, tuan putri?
Fira: hahaha kan belum selesai, Dit. tapi so far it was great!
Aditya: bagus deh kalo gitu. Udah dapet berapa cowok?
Fira: harusnya aku yang tanya gitu ke kamu ya.
Aditya: nggak ada, Fir. serius.
Fira: oke aku pegang janji kamu.
"Kita lanjutkan pertemuan berikutnya, ya, Anak-anak. Selamat siang."
Pelajaran ini akhirnya selesai juga. Sania segera membereskan alat tulisnya kemudian berdiri dengan tegas. Kurasa, tidak ada hal yang bisa membuatnya takut. "Yuk ke kantin, Fir." Kemudian ia menarik tanganku agar aku lekas bangun dari tempat dudukku. Aku menurut dan mengikuti langkahnya menuju ke kantin.
"Ini sebelah kanan kita ada perpustakaan." Katanya menjelaskan kepadaku, yang sebenarnya aku juga sudah tahu karena ada plang yang tertera di atas pintu ruangan itu.
"Sekarang kita udah di kantin. Kelas kita termasuk kelas yang dekat sama kantin. Kamu mau makan apa, Fir? Batagor, mi ayam, siomay, nasi ayam?" Sekarang ia menawariku berbagai macam makanan yang benar-benar membuatku bingung mau makan apa.
"Mau makan nasi aja. Dimana yang enak, San?"
"Itu ada nasi goreng, mau nggak?"
"Boleh. Kita makan di sana aja, ya.
Aku dan Sania melangkahkan kaki ke tempat yang kami maksud. Penjualnya seorang ibu-ibu yang sudah lumayan tua. Kami memesan dua porsi nasi goreng dan sepertinya ibu itu sudah cukup akrab dengan Sania.
KAMU SEDANG MEMBACA
Segitiga
Teen FictionAda cinta segitiga. Antara aku, kamu, dan Tuhan. Jadi, kamu pilih aku atau Tuhan mu? beberapa part diprivate. follow dulu biar bacanya enak. kalau sudah tamat bacanya boleh sekali diunfoll :)