RASANYA PUNYA ABANG

812 56 125
                                    

Haii...
I'm comeback...
Udah pada sahur kan??

Happy reading~

Suasana Bandara terlihat ramai, tampak beberapa orang menarik koper, ada juga diantaranya yang menyambut kedatangan sanak saudara dengan pelukan hangat. Kita sedang berada di area gate, menunggu informasi penerbangan selanjutnya. Kesunyian menghampiri kita bertiga, tatkala Pak Kepsek dan Mama Mai pamit untuk membeli beberapa snack.

"Mas. "

"Hum."

"Jangan balik ke semarang ya, di sini aja, sama Mai," ujar Maimunah yang tampak sedih.

Gue tau sih, betapa sedihnya Maimunah saat ini. Dan tanpa gue sadari, kesedihan Maimunah ikut menyeruak di hati gue, rasa kehilangan akan sosok keriwil mulai terasa di detik-detik keberangkatanya.

Awalnya, gue melihat sosoknya sebagai rival, sebelum gue tau bahwa mereka bersaudara. Seiring pertemuan, dan adu bacot yang mengisi interaksi diantara kita. Gue menyadari, Dimas sosok yang baik, sosok seorang teman yang merangkap sebagai abang di saat bersamaan.

"Mas kan memang harus pergi, Mai." Dimas mengelus puncak kepala Maimunah.

"Tapi gak mesti menetap di sana juga kan, Mas? Nanti Maimunah kesepian di rumah. gak ada yang ngajakin  masak dan jahilin Mai, gak ada lagi yang bantu Mai ngerjain PR," gumamnya.

Dimas tertawa mendengar gumaman Maimunah. Sebelah tangannya terangkat merapikan poni Maimunah. "Kita kan bisa video call Mai. Mas janji, kalo liburan pasti pulang ke sini. Lagi pula, sekarang kan ada Ade dan temen-temen yang sering main ke rumah."

"Tapi masih ada yang kurang, kalo enggak ada Abang," aku gue.

"Jangan pada sedih gini dong." Dimas merangkul bahu gue dan Maimunah. "Mas pasti juga kangen sama kalian, Mai dan Ade, udah kayak adek untuk, Mas."

"Bandelnya kalian udah Mas anggep kayak hiburan yang kadang memang buat Mas jengkel. Tapi percaya deh, sejengkelin apapun kalian, Mas tetap sayang."

Gue dan Maimunah sama-sama terdiam mendengar penuturan si keriwil. Ini penuturan dia yang membuat gue benar-benar merasa seperti mempunyai sosok abang yang selama ini gak pernah gue rasain. "Pesan Mas ke kalian. Belajar yang benar, selalu banggain orang tua, dan, kalo pacaran, ya kalo dibolehin sih ya," seloroh Dimas tidak yakin. Maimunah menyikut perut si keriwil setelah menyinggung hubungan mereka, sementara dia tampak tertawa melihat raut wajah gue dan Maimunah yang mulai merenggut.

"Aduh, sakit perut Mas." kekehnya sambil tertawa. "Kalo kalian pacaran nanti, jangan pernah ngelewatin batas. Walaupun sebenarnya Mas lebih suka kalian berteman aja, kalo udah besar baru deh pacaran."

"Emang gue dan Maimunah kurang besar apa sih, Bang?" keluh gue berdiri, lalu memperlihatkan lengan gue yang belum ada bentukan ototnya sama sekali.

"Lu tuh masih bocah tau," tutur Dimas memukul perut gue pelan. "Ini lemak lu banyak banget, kayak emak-emak punya anak lima." Ledeknya.

Sialan, memang gak ada akhlaknya si Dimas. Ini body shaming tau.

"Enak aja, ini efek kekenyangan tau. Jadi agak buncit dikit." gue mengangkat sedikit baju, untuk memperlihatkan perut gue yang agak sedikit tidak rata efek dari kekenyangan.

"Kekenyangan atau busung lapar?" tanyanya, yang mengundang tawa keras Maimunah.

"Kekenyangan lah," Nyolot gue mulai emosi.

"Nah, liat Mai, bocah banget kan? Baru Mas ledekkin bentar, langsung nyolot dia," adu Dimas ke Maimunah. Sementara gue mencebik terang-terangan dihadapannya.

Ku MATIMATIKA (Mati-matian ngejar kamu) END Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang