Happy Reading
***Hari Minggu, satu-satunya hari yang ada untuk beristirahat sejenak dan lepas dari kesibukan sehari-hari. Pagi ini, waktu baru menunjukkan pukul enam, terlihat di jam weker berbentuk kelinci berwarna putih yang ada di atas nakas tempat tidur.
Mendengar kata "kelinci" pastinya akan teringat oleh sosok Kang Daniel, si psikiater yang mendapat julukan demikian. Ya, jadi kesimpulannya, jam itu diberikan oleh Daniel dari beberapa bulan yang lalu karena dia pun tahu bahwa aku termasuk manusia yang sulit untuk bangun –kecuali mendapat mimpi buruk yang akan membuatku terlonjak seketika.
Aku menyibakkan selimut hangat yang membungkus tubuhku semalaman, kemudian duduk di tepi tempat tidur. Ketika sudah mendapat kesadaran penuh, aku melihat Jeno yang tidur dalam posisi duduk bersandar pada bangku di hadapanku.
Dia pasti sangat kelelahan, dan bisa kutebak bahwa pukul sebelas malam ia baru beristirahat. Jeno yang kini menjalani semester akhir, sedang mempersiapkan tugas akhirnya. Memang masih memiliki banyak waktu, tapi dia juga tidak mau menyia-nyiakan waktu yang ada. Biarlah, masih beruntung dia memiliki kesadaran.
Setelah membuka tirai jendela yang menampakkan cuaca bersahabat, aku mendekati Jeno. Rambut hitamnya yang halus kuusap beberapa saat sampai rasanya ia akan terbangun.
"Hm?" gumam Jeno. "Seo Yoon... kau sudah bangun?" tanyanya dengan mata terpejam.
Tingkahnya membuatku mendengus geli. "Iya. Sekarang kau pindahlah ke tempat tidur." Memang sudah menjadi kebiasaanku yang akan menyuruhnya pindah ke tempat tidurku begitu aku sudah bangun.
Ketika sosok itu sudah kembali terlelap, aku pergi menuju dapur dengan mengantongi bungkusan obat yang kemarin kubeli.
Setiap bangun tidur memang sangat baik jika langsung minum air putih. Selain menyegarkan, air putih juga memiliki berbagai manfaat yang baik bagi tubuh. Bukan, begitu?
Aku mengambil gelas dan menuangkan air dari teko kaca di meja dapur. Meminumnya sedikit, kemudian kembali menuangkan air hingga memenuhi gelas kaca pendek. Aku duduk di depan meja makan sambil menunduk memerhatikan air pada gelas yang kuputar menggunakan jempol.
Seketika keningku berkerut. Rasanya semakin lama aku memutarnya, air pada gelasku ini berubah warna menjadi... merah?!
Ah, sepertinya aku berhalusinasi.
Kupejamkan mata kuat-kuat. Tak berselang lama, ragu-ragu aku membukanya kembali, mengintip ke gelas dengan jantung berdebar-debar. Dan... Fiuh, baguslah semuanya sudah normal lagi.
Aku mengembuskan napas lega, ternyata memang benar bahwa itu hanyalah halusinasi. Tapi aku pun merasa kalau hal ini ada kaitannya dengan kejadian sepuluh tahun lalu. Ah, sial. Kenapa harus muncul sekarang? Kenapa harus muncul di hari Minggu yang seharusnya begitu tenang ini?
Dengan air yang baru kutuang dari teko, sambil berdiri di depan meja dapur aku meminum obat. Air di gelas telah kosong, dan kenapa rasanya pandanganku menjadi berkunang-kunang? Oh, tidak... Aku tak sempat menaruh gelas itu di meja ketika aku tiba-tiba jatuh pingsan.
[PSYCHO]
Busan, Distrik Jung - 2007
"Tolong hentikan! Kami berjanji akan melunasi semuanya!"
Jeritan bercampur isak tangis dari seorang wanita membuatku membuka mata. Mengerjap beberapa kali sampai mataku menangkap sosok pria tengah menodongkan senjata tajam ke arah... ibuku?!
KAMU SEDANG MEMBACA
PSYCHO | Vol.1 [Revisi]
Mystery / Thriller(16+) Terdapat adegan kekerasan dan bahasa-bahasa kasar - Be Careful Honey - Kini aku sadar, itu adalah perkenalan singkat pembawa petaka yang dampaknya terasa hingga sekarang. Mereka, orang-orang yang kusayangi dan telah menjadi bagian dalam hidup...