Happy Reading
***Aku membuka mata perlahan. Kali ini bukan di tempat asing seperti tadi. Aku berada di sebuah ruangan. Tampak familiar, tapi aku tak tahu pastinya. Pada indra pendengaranku hanya terdengar suara bip yang berirama, memenuhi ruang yang sunyi.
Kelihatannya sosok yang duduk di sebelah kananku ini belum tahu tentang kesadaranku. Dia hanya melakukan apa yang sejak tadi dilakukannya –melilitkan perban pada tanganku. Hah? Untuk apa? Apakah aku terluka?
"Ah..." Suara lirih otomatis keluar dari bibirku begitu rasa nyeri mulai lebih terasa.
Kedua tangan Jeno berhenti bergerak. Secara perlahan ia menoleh ke arahku. Kemudian tanpa berucap, ia berdiri dan langsung memelukku. Bisa kudengar napasnya memburu, seolah sedang menahan sesuatu.
"Syukurlah kau sudah sadar," ucapnya tepat di telinga kiriku. Ia menatapku sebentar dengan tangan di bahuku. "Tunggu sebentar, Seo. Aku akan memanggil dokter."
Aku hanya melihatnya yang langsung pergi dari ruangan dengan tergesa-gesa. Ketika dia memelukku, kulihat mata laki-laki yang memakai baju rumah sakit itu berlinang air mata. Sepertinya dia begitu senang bercampur haru, sampai-sampai ingin menangis.
Aku memerhatikan sosok dokter yang sedang memeriksaku menggunakan stetoskop. Pria berkisar umur 30 tahun-an, berambut cokelat dan ditata begitu rapi, mata tajam dengan sedikit keriput di ujung mata. Ya, itu yang dapat ku deskripsikan dari sosok jangkungnya karena dia memakai masker medis.
Dokter kembali mengalungkan stetoskop pada lehernya. Ia menatap Jeno. "Syukurlah semuanya sudah kembali normal. Seo Yoon sudah sadar dan seperti yang dilihat, kondisinya semakin membaik. Tinggal lihat beberapa hari ke depan sampai dia benar-benar diperbolehkan untuk meninggalkan rumah sakit," jelasnya.
Jeno mengangguk. "Ya, terima kasih, Dok."
Dokter menghadap kepadaku, tapi tatapannya mengarah pada suster di sebelah kiriku. "Jangan lupa untuk periksa juga oksigennya," perintahnya dan sang suster yang membawa clipboard untuk menuliskan data, mengangguk paham. Dokter menatapku. "Untuk berjaga-jaga kau akan memakai alat bantu ini sampai besok pagi. Sekitar jam delapan aku akan ke sini lagi."
Aku menatapnya saja yang kurasa sedang mengulas senyum, tampak dari matanya yang berkerut membentuk lengkungan. Mataku berpindah pada Jeno yang tersenyum kecil di samping sang dokter.
***
Pagi telah tiba. Aku merasa senang, karena tidur begitu nyenyak tanpa mendapat mimpi buruk yang akan membuatku kalut. Kalau begini akhirnya, lebih baik sejak itu aku tidur saja di rumah sakit. Haha, hanya bercanda. Siapa yang mau terus-terusan menginap di tempat ini? Tidak ada, kan?
Baru kali ini aku memakai baju yang kembar dengan Jeno_ya walau aku tahu ini adalah baju rumah sakit, baju yang umum—menjadikan sebuah pengalaman baru. Aku jadi berpikir, setelah keluar dari sini, aku ingin membeli baju yang kembar dengan Jeno. Hehe.
Tapi, apakah dia mau? Mmm... mungkin dengan sedikit paksaan, maka dia akan menyetujui permintaanku.
Sebentar lagi sang dokter yang semalam sempat memeriksaku, akan kembali datang ke ruangan ini. Sambil menunggu, sosok Jeno banyak membicarakan sesuatu. Dia memang tidak berubah, meski kemarin adalah hari yang begitu mengerikan dan mungkin akan terus tertanam di pikirannya dan pikiranku tentunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
PSYCHO | Vol.1 [Revisi]
Mystery / Thriller(16+) Terdapat adegan kekerasan dan bahasa-bahasa kasar - Be Careful Honey - Kini aku sadar, itu adalah perkenalan singkat pembawa petaka yang dampaknya terasa hingga sekarang. Mereka, orang-orang yang kusayangi dan telah menjadi bagian dalam hidup...