[25] Sit Down, Stand Up

5.8K 311 13
                                    

Kukira gelitik di perut seperti abege alay kasmaran takkan pernah kurasakan lagi. Namun, sejak mengirimkan voice note tempo hari, aku merasa lebih ringan saat bermesraan dengan Luthfi.

Hasratku tak semeledak-ledak biasanya. Menghabiskan waktu berdua dengan Luthfi sepulang kerja pun lebih banyak didominasi cuddling. Pelukan hangat, kecupan lembut, menelusuri setiap jengkal tubuh dengan sentuhan perlahan.

Disayang. Dimanjakan. Dijaga seolah akulah memang yang paling berharga.

Aku baru teringat betapa menyenangkannya dicintai seperti ini.

Bulan lalu, apartemen baru Luthfi di kawasan Kuningan sudah selesai dibereskan. Apartemen studio dengan satu kamar tidur yang cukup luas. Satu ranjang king size, walk-in closet, dan kamar mandi dalam dengan sebuah bath tub muat ada di dalamnya. Sejak bulan lalu pula, aku jadi rajin menjadi tamu istimewa di unit Luthfi.

Spot favoritku adalah sebuah sofa bed kulit warna hitam yang bisa merangkap menjadi tempat leyeh-leyeh maksimal

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Spot favoritku adalah sebuah sofa bed kulit warna hitam yang bisa merangkap menjadi tempat leyeh-leyeh maksimal. Ini juga merangkap lapak tidurku setiap menghabiskan malam di tempat Luthfi. Meskipun ia memintaku untuk tidur di kamarnya dan ia yang akan tidur di sit. Apa mau dikata, aku lebih memilih sofa ini. Enak sekali tertidur di situ, apalagi ditemani semilir angin dari arah balkon. Luthfi bilang, aku seperti pingsan kalau terlelap di kursi kebangsaan itu. Apa sekalian saja aku kencingi seperti seekor anjing menandai daerah kekuasaannya?

"Dinner's ready, Sayang," sahutku menghampiri Luthfi yang masih sibuk mengerutkan kening di depan laptop.

Meja kerja yang dipenuhi tumpukan dokumen membuat Luthfi lebih memilih menarik sebuah kursi sebagai meja kerja daruratnya di kamar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Meja kerja yang dipenuhi tumpukan dokumen membuat Luthfi lebih memilih menarik sebuah kursi sebagai meja kerja daruratnya di kamar. Duduk di atas ranjang, ia bilang, toh kalau pegal, ia tinggal berbaring dan minta aku memijatnya. Gila, kita berdua udah kayak main rumah-rumahan. Sedari tadi aku sibuk berkutat di dapur memasak makan malam. Nasi kari ala Jepang jadi pilihanku. Tentu saja dengan bumbu instan yang kubeli daring. Praktis dan isinya sudah tertakar tepat.

Bahkan di malam Minggu begini, cowokku ini masih sibuk membalas setumpuk surel dan menyiapkan bahan presentasi untuk rapat di hari Senin. Luar biasa memang dedikasi bekerjanya Dedek satu ini. Perusahaan pasti takkan merasa rugi merogoh kocek menggaji orang-orang yang setia mengabdi pada pekerjaan seperti seorang Muhammad Luthfi Firmansyah.

Wanted Rebound Love (21+) [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang