HAI SEMUANYA!
Maaf baru bisa update hari ini.
Terimakasih bagi kalian yang sudah menunggu cerita ini berlanjut.
Semoga aku bisa update setiap harinya yaaa.
HAPPY READING😉
·
·
·Awal pagi yang begitu dingin. Curah hujan sangat tinggi di kota Daegu belakangan ini.
Suara derasnya mampu mengalahkan suara-suara di sekitarnya.
Sangat keras. Alami. Indah. Dan bermakna bagi seseorang yang sedang mengalami kesedihan dan kepedihan.
Jendela yang berembun akan rintik hujan yang mengalir deras dari luar. Seorang gadis tengah duduk menghadap setiap rintikan air hujan yang deras itu.
Kim Jira. Itulah namanya.
Senyuman kini tersirat di bibirnya. Hatinya sedang menahan rasa khawatir dan ragu akan sebuah keputusan.
Perpustakaan kota adalah tempat favoritnya untuk berpikir, merenung, atau sekedar melepas penat dalam hati. Tenang, damai, dan nyaman adalah suasana yang amat membantu dia mengontrol segala pikiran dan perasaan.
“Jira-ya!” panggil seseorang yang tak jauh dari tempat Jira berada. Jira menoleh dan mencari sumber suara itu.
“Iya?” jawabnya.
Seseorang itu menghampiri Jira. Dia adalah Cha Yubin. Teman Jira saat ia masih Sekolah Dasar.
“Ada masalah?” tanya Yubin yang kini duduk di sebelah Jira.
“Iya” jawab Jira jujur.
Yubin membenarkan posisi duduknya untuk semakin dekat dengan Jira. Jira menatap Yubin untuk meyakinkan bahwa Yubin siap untuk mendengar ceritanya.
“Aku ingin pindah ke Seoul.”
“Ke Seoul? Wae?” jawab Yubin bingung.
“Aku ingin bisa masuk ke universitas disana. Aku ingin mendapatkan pendidikan SMA yang lebih baik dan kemudian masuk ke Universitas Hanyang. Selain itu... aku ingin mencari Ayahku. Aku pernah mendengar obrolan Ibuku di telepon bahwa Ayahku ada di Seoul.” jawab Jira dengan nada yang bergetar.
Yubin menepuk bahu Jira untuk menenangkannya. Yubin yakin dan percaya keputusan Jira memang tepat. Kini Yubin memeluk Jira.
Jira meneteskan air mata atas perasaan sedih akan dirinya yang sulit dan dirinya yang akan segera pergi meninggalkan sahabatnya dan ibu tercintanya.
Kala itu hujan menjadi teman mereka yang sedang mengeluarkan segala emosi yang tersimpan. Beban yang begitu berat bagi kedua gadis ini.
***
Jalanan begitu basah dan angin begitu menusuk tubuh bagi setiap orang yang ada di luar rumah saat ini. Hujan sudah reda. Awan pun kembali menunjukkan warna kebiruannya.
Jira berjalan langkah demi langkah menuju rumahnya yang tidak jauh dari perpustakaan kota.
Cha Yubin yang sudah kembali bekerja paruh waktu di kedai kopi yang berada di seberang perpustakaan kota tadi.Jira sudah sampai di rumah. Ia segera masuk ke kamarnya dan berisitirahat sejenak.
***
Plak
Tamparan keras itu mendarat di pipi seorang lelaki remaja yang tengah berdiri di depan sang Ayah.
Lelaki itu hanya diam menunduk dan menahan rasa kesal kepada Ayahnya sendiri.
“Sudah berapa kali Appa bilang?! Kamu harus bisa mengontrol kegiatanmu! Appa ingin kamu mempunyai masa depan yang jelas. Appa ingin kamu bisa dihargai dan dipandang baik oleh banyak orang. Hentikan dulu hobimu itu! Kamu harus bisa masuk Universitas Hanyang, Jikyung-ah!!” Ucap sang Ayah dengan sangat tegas.
Kim Jikyung. Itulah nama anak dari lelaki tua ini.
Jikyung tinggal di Seoul dengan hidup yang serba berkecukupan. Bukan main, Ayahnya adalah direktur utama SMA HwangJoon dan pemilik Restoran kue terkenal dan terfavorit di Seoul.
Kim Jikyung tidak bisa bebas menjadi dirinya sendiri karena paksaan dari sang Ayah dan Neneknya.
Kim Jikyung sangat hobi bermain piano sejak masih berumur 6 tahun. Maka dari itu hobi tersebut sangat melekat pada dirinya.
“Cepat masuk ke kamarmu dan belajar. Kamu harus bersiap untuk memulai sekolahmu nanti,” perintah sang Ayah.
“Baik,” jawab Jikyung dan masuk ke kamarnya.
“Argh!” kesal Jikyung melempar tas yang dipegangnya. Dia mengacak-acakkan rambutnya dengan frustasi.
“Kenapa Appa tidak pernah memahamiku?” tanya Jikyung pada dirinya sendiri.
***
Kim Jira keluar kamar setelah beristirahat sejenak dan menuju ke dapur untuk mengambil minuman.
Di ruang tamu, Ibu Jira, Jung Hyera, sedang menata bunga untuk dijual esok hari. Ibu Jira mempunyai toko bunga yang berada di dekat taman kota. Ibu Jira mendapat penghasilan dari pekerjaannya di toko bunga itu.
Jira menghampiri ibunya.
“Eomma,” (Ibu) panggil Jira dan duduk di hadapan ibunya.
“Ada apa Jira?” jawab sang ibu dengan tersenyum sambil melanjutkan menata bunganya.
“Eomma, aku ingin sekolah di Seoul,” ucap Jira agak ragu.
Prang
Vas bunga itu pecah.
Jung Hyera spontan melepaskan bunga itu karena terkejut mendengar ucapan putrinya.
Tanpa disadari air mata keluar dari kelopak mata Jung Hyera.
·
·
·Bagaimana guys?
Comment dibawah yaaa😊
Vote juga agar aku bisa makin semangat melanjutkan ceritanya. Terimakasih.~With luv, Bella
KAMU SEDANG MEMBACA
Satu Rasa
Teen Fiction" Saat berbagai pertanyaan tak bisa dijawab dengan mulut, sang waktupun mulai mengambil peran. Hingga semesta, kembali mempertemukan kita dengan cara yang semestinya." Ini kisah tentang Kim Jira dan Kim Jikyung yang saling mencintai namun terhalang...