Taraaaa!!! Hola-holaku, seiring berjalannya waktu sudah beberapa tahun aku benar-benar memutuskan berhenti menulis, tapi dengan comeback nya aku, sekarang aku sudah menjadi mahasiswi di salah satu perguruan tinggi negeri di Bandung!!! Pastinya dong jurusannya sastra. Selamat menikmati bacaannya!!!!
Happy Reading 🌿
Di balik tirai malam yang gelap, di dalam ruang kelasik sebuah gedung bersejarah, cahaya temaram memeluk panggung kecil yang diterangi oleh satu-satunya lampu gantung berwarna keemasan. Suasana hening yang menggoda melingkupi ruangan tersebut. Di kursi-kursi penonton, penonton yang hadir menahan nafas mereka, menantikan momen magis yang tak terlupakan.
Zahwa Nazhifa Aulia, seorang mahasiswi berusia 22 tahun yang tengah menempuh pendidikan di sebuah universitas bergengsi di kota kecil yang damai, adalah bintang di panggung itu. Dia duduk dengan anggun di atas kursi kayu berlapis kain merah muda yang cantik, memegang biola Stradivarius tua yang telah menjadi temannya selama bertahun-tahun. Dalam gaun malam berwarna ungu tua yang memancarkan keindahan alami, Zahwa tampak seperti peri yang turun langsung dari surga. Di depannya, selembar partitur musik berderet. Ia menutup matanya sejenak, membiarkan jari-jari berlumuran bakatnya meluncur dengan lembut di atas senar biola. Seolah-olah ada kehidupan sendiri di dalam alunan melodi yang dipersembahkannya, suara biola itu memenuhi ruangan dan menusuk hati semua yang hadir.
Zahwa bukan hanya seorang pemain biola yang mahir, tetapi juga seorang mahasiswi yang cerdas dan berbakat di bidang musik klasik. Ia sering tampil di konser-konser kampus dan bahkan telah menghadiri kompetisi musik internasional. Tapi malam ini, dia tampil di hadapan teman-temannya, termasuk Zain Hamizan, sahabatnya sejak masa sekolah.
Zain duduk di barisan depan, matanya terpaku pada Zahwa. Pria berusia 23 tahun itu adalah sosok yang tampan dengan rambut hitam yang rapi dan senyuman yang selalu menyenangkan. Mereka telah bersahabat selama bertahun-tahun, dan meskipun banyak yang berpikir bahwa mereka adalah pasangan, Zain dan Zahwa hanya menjalani persahabatan yang mendalam.
Zain menarik napas dalam-dalam saat Zahwa mulai memainkan bagian paling indah dari lagu yang dia bawakan. Bagi Zain, setiap nada yang keluar dari biola Zahwa adalah seperti sepotong hati yang terbuka, membiarkan perasaannya merasuki jiwa. Mereka telah berbagi banyak momen berharga bersama, tetapi malam ini adalah salah satu yang istimewa.
Sementara itu, di balik layar, seorang pria misterius yang duduk dalam kegelapan menyaksikan pertunjukan tersebut. Kendrick Reegan Addison, seorang pengusaha senjata muda yang sukses dari Spanyol, telah tiba di kota ini untuk bisnis. Tetapi malam ini, dia memiliki agenda pribadi yang berbeda. Dia telah mendengar tentang Zahwa Nazhifa Aulia dan keindahan musik yang dia hasilkan dari biolanya.
Zahwa menyelesaikan lagu dengan indah. Kesenangan penonton meledak menjadi tepuk tangan meriah. Dia tersenyum bahagia, merasakan kehangatan cinta dan dukungan dari teman-temannya. Zain bangga dengan sahabatnya, sementara Kendrick tetap terdiam, matanya masih tertuju pada Zahwa.
Setelah penampilan itu, Zahwa bergabung dengan Zain di lobi teater. Mereka berdua tertawa dan berbicara tentang malam yang istimewa ini. Mereka adalah sahabat yang tak terpisahkan, selalu ada satu sama lain dalam setiap momen penting dalam hidup mereka. Namun, di balik layar, Kendrick merasa semakin terpikat oleh pesona Zahwa. Dia tahu bahwa dia harus bertindak segera sebelum obsesinya semakin memburuk. Tapi pertanyaan besar adalah bagaimana dia akan mendekati Zahwa, gadis itu yang begitu luar biasa, dengan cara yang tidak akan menimbulkan kecurigaan?
Dalam kegelapan, senjata-senjata rahasia yang dia jual terasa seperti beban yang tak terduga. Tapi yang lebih berat adalah beban obsesi yang dia rasakan terhadap Zahwa Nazhifa Aulia, wanita yang kini sedang bersinar di atas panggung dengan cahaya yang semakin kuat.
Malam itu, di antara gemerlap cahaya dan senandung melodi yang merayu, cerita tentang Zahwa, Zain, dan Kendrick dimulai. Obsesi yang mengerikan, persahabatan yang kuat, dan musik yang mempesona akan membawa mereka ke dalam kisah yang tak terlupakan.
Setelah penampilan yang memukau itu, Zahwa dan Zain meninggalkan teater bersama-sama, berjalan menuju taman kampus yang tenang di bawah cahaya bulan. Mereka duduk di bawah pohon tua yang merindang, dengan angin malam yang sejuk menyapu rambut mereka.
Zahwa tersenyum lebar, masih merasa bersemangat setelah penampilannya. "Terima kasih sudah datang, Zain. Semoga kamu menikmati penampilanku."
Zain tersenyum penuh kebanggaan. "Tentu saja, Zahwa. Kamu selalu luar biasa. Aku bangga bisa menjadi sahabatmu."
Mereka berdua saling pandang sejenak, saling memahami tanpa perlu banyak kata. Persahabatan mereka telah melewati begitu banyak hal, dari masa sekolah hingga kini, di mana mereka saling mendukung dalam mengejar impian masing-masing.
Zahwa merenung sejenak, lalu menatap Zain dengan penuh rasa ingin tahu. "Zain, ada yang ingin aku tanyakan padamu."
Zain mengangguk, penasaran. "Apa itu?"
"Apakah kamu percaya bahwa seseorang bisa terobsesi dengan seseorang yang belum pernah mereka temui secara langsung?" Zahwa bertanya dengan hati-hati.
Zain tertegun sejenak, mencoba merenungkan pertanyaan itu. "Hmm, itu tergantung. Obsesi bisa timbul dari berbagai alasan. Tapi, mengapa kamu bertanya seperti itu?"
Zahwa menggigit bibirnya sebelum akhirnya menjawab, "Aku hanya merasa ada sesuatu yang aneh. Beberapa waktu belakangan ini, ada seorang pria yang entah bagaimana selalu muncul di berbagai tempat yang aku kunjungi. Aku merasa seperti dia selalu mengawasi aku."
Zain menatapnya dengan serius. "Kamu harus berhati-hati, Zahwa. Jangan biarkan dirimu merasa terancam. Kalau perlu, laporkan keamanan kampus atau polisi."
Zahwa mengangguk, menghargai perhatian Zain. "Aku akan melihat perkembangan situasinya. Tapi ayo, ceritakan kabarmu. Bagaimana dengan kuliah dan proyek-proyek musikmu?"
Mereka pun mulai berbicara tentang kehidupan mereka masing-masing, membagikan cerita dan impian mereka. Zain menceritakan proyek musiknya yang sedang berlangsung, sementara Zahwa menceritakan tantangan dan prestasinya dalam dunia musik klasik.
Saat mereka terlibat dalam percakapan yang mendalam, cahaya bulan yang lembut terus menerangi taman itu. Mereka merasa seolah waktu berhenti, dan hanya ada mereka berdua, sahabat sejati yang bersedia mendengarkan satu sama lain.
Tidak lama kemudian, lonceng gereja tua di dekat kampus mulai berdenting. Mereka menyadari bahwa mereka telah berbicara begitu lama. Zain tersenyum dan bangkit dari tempat duduknya. "Aku rasa sudah saatnya kita kembali ke kampus, Zahwa. Hari esok kita ada kelas pagi."
Zahwa juga bangkit, mengangguk. Mereka berjalan bersama-sama menuju kampus, melanjutkan percakapan mereka tentang hidup dan harapan mereka. Namun, kendati mereka mencoba untuk menikmati malam yang damai ini, bayangan obsesi misterius yang menghantui Zahwa masih ada di pikiran mereka berdua.
___________________
KAMU SEDANG MEMBACA
King Of Possessive [Completed]
Action[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] Kenrick Reegan Addison ialah sang penakluk dunia senjata, ia tak pernah mencintai seseorang kecuali satu orang. Wanita itu telah membuatnya jatuh cinta walau hanya dengan mendengar irama alat musik gesek yang bernama biola. ...