SAMPAI KAPAN?

88 14 6
                                    

.
.

Pertiwi.

Getar dalam diri tak dapat kutampik. mendengar satu kata terkait, senyum spontan terukir. Sandingan 'pertiwi' tidak jauh-jauh dari kata keindahan. Keberagaman budaya yang menghiasi, dengan sumber daya alam menjadi tonggak kesuburan sejati.

Pertiwi dikenal layaknya zamrud yang berkilauan di tengah samudra. Pada masanya.

Tetapi, peradaban lantas berlanjut.

Pertiwi menangis. Mendapati segala kerusakan yang semakin menjadi. Segala keindahan yang melekat perlahan tergerus oleh kerasnya zaman. Semakin pudar hingga tak ada bedanya dengan emas campuran.

Menyedihkan.

Sekarang, aku memintamu keluar dari cangkang. Bagaimana keadaan di luar?

Apakah masih terlihat kerumunan yang mengais sampah demi memenuhi kebutuhan hidupnya?

Apakah tidak bertambah kasus pencurian yang terjadi hampir setiap waktunya?

Apakah angka kematian sudah berkurang karena mereka yang sakit berhasil mendapatkan perawatan selayaknya?

Apakah rantai kemiskinan dapat terputus melalui program kerja pemerintah dengan memberikan dana pendidikan sebesar-besarnya?

Pertanyaannya, sampai kapan?

Sumber daya alam semakin habis terkikis moncong kapitalis. Apakah kamu bisa menebak, sebanyak apa batubara ataupun emas dapat mengenyangkan saku pemilik modal?

Bergeser sedikit, kebobrokan moral hampir meluruh di kalangan pemuda. Sumber daya manusia yang menjadi tonggak peradaban berada dalam keadaan terdesak.

Peningkatan kualitas tenaga kerja menjadi urgensi bagi Nusantara. Pendidikan yang digadang-gadang menjadi pemutus rantai kemiskinan tidak lagi dapat diharapkan selama sistem pendidikan yang dianut memiliki orientasi sebatas materi.

Pendidikan tidak lagi dipandang sebagi faktor utama bagi masyarakat. Mirisnya, menjadi sasaran empuk bagi para industrialisasi untuk meningkatkan surplus perusahaan.

Buah pikir para cendekiawan tidak lagi diaplikasikan bagi kepentingan rakyat. Sehingga, bukannya hadir sebagai pemecah masalah kehidupan, cendekiawan ada untuk mengenyangkan kepentingan sebagian autokrat.

Ah, berbicara mengenai penguasa, Apakah betul kedaulatan tertinggi berada di tangan rakyat?

Ralat, maksudnya, apakah betul semua rakyat merasa berdaulat?

Nyatanya, hanya sebagian rakyat yang merasa berdaulat. Ialah mereka, para penguasa sesungguhnya. Para pemilik modal; atau akrab disebut dengan kapitalis.

Simbiosis mutualisme menjadi dasar hubungan antara pemodal dan pemerintah. Dalam pemilihan umum, calon wakil rakyat berlomba-lomba mengisi kekosongan kursi dalam lembaga pemerintahan.

Tentunya hal tersebut tidak gratis. Ada biaya besar yang harus dibayar demi satu kursi di kelembagaan. Disitulah para pemilik modal membanggakan eksistensinya.

Mereka mau membayar, asalkan timbal balik didapat. Dan pada akhirnya, wakil rakyat akan selalu bergantung pada pemilik modal. Membuat kebijakan yang menguntungkan kapitalis; apapun, selama kedudukannya tidak terancam.

Tidak jarang, kebijakan yang dibuat justru merugikan masyarakat kebanyakan. Prinsipnya, kepentingan pribadi akan selalu menjadi urusan nomor satu.

Kalau begitu, bagaimana sempat mereka mendengar jeritan rakyat yang mengharapkan keadilan? Wong yang dipikirkan hanya ketahanan kedudukannya?

Betul, 'kan?

Masih banyak kekacauan yang timbul dalam negeri ini. Begitu banyak kerusakan yang muncul di muka bumi. Mereka saling berlomba untuk memuaskan nafsu duniawi.

Lantas, sampai kapan?

Sebagai pemuda perancang masa depan, tidaklah patut bagi kita untuk berpangku tangan. Masih ada sejuta hal yang mesti kita lakukan. Masih ada waktu yang tersisa untuk menyelesaikan akar permasalahan. Masih ada berbagai upaya untuk mewujudkan kemerdekaan yang sesungguhnya.

Dan, Masih ada asa yang berhak kita genggam.

.

sebelumnya, saya berterima kasih banyak kepada kalian yang sudah menyempatkan duduk manis dan membaca buku ini.

ada beberapa hal yang perlu diperhatikan,

mohon maaf apabila terdapat kesalahan. karena saya tergolong pemula. silakan tegur saya. silakan berdebat dengan saya. asal tidak dengan suasana panas.

kita masih dapat bertukar pikiran dengan santai 'kan?

dan besar harapan saya untuk menerima koreksi dari kalian semua,

feel free to discuss :)

btw, terimakasih banyak!
.

signed,

paperplainn

kolektivitas.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang