23.1 Terima Kasih, Kim Doyoung

200 39 14
                                    

"Tidak ikut mempersiapkan kembang api?" tanya Doyoung

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Tidak ikut mempersiapkan kembang api?" tanya Doyoung. Ia kemudian mengambil tempat duduk di samping Sejeong. Keduanya duduk memandangi Jaehyun, Chungha, Taeyong, dan Sooyoung yang sibuk mempersiapkan kembang api.

Sejeong menggeleng. "Aku tidak terlalu tertarik dengan kembang api," ucapnya sembari menyesap kopi.

Doyoung mengangguk paham. Lelaki itu meraih cangkir berisi air hangat di meja lalu ikut menyesapnya. Ia kemudian menatap Sejeong sembari tersenyum tipis.

"Mungkin kau bisa bercerita tentang kejadian tahun lalu?" Doyoung melebarkan sedikit senyumannya saat Sejeong menoleh. "Kita harus saling terbuka, bukan?" lanjutnya sembari terkekeh.

Sejeong tersenyum kemudian mengangguk. Ia menarik nafas pelan sebelum akhirnya mulai berucap, "Kejadiannya setahun yang lalu."

Doyoung menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi kemudian menatap Sejeong dengan lekat, ia mengangguk pelan begitu mendengar kalimat yang keluar dari bibir si Gadis Kim.

"Saat itu aku mengikuti lomba bernyanyi. Dan Jeno, Adik tiriku, hanya ia satu-satunya yang bisa datang melihat penampilanku. Ayah dan Ibu sibuk kerja," lanjut Sejeong. Gadis itu kemudian meletakan gelas kopinya di atas meja. "Aku terus menunggunya. Tapi ia tak datang hingga penampilanku selesai. Aku tentu marah dan langsung menghubunginya."

Doyoung tahu dengan jelas, Sejeong sedang menahan air mata. Terlihat jelas matanya yang mulai berkaca dan siap menumpahkan liquid bening itu kapan saja.

"Dia bilang dia masih di jalan. Aku bilang tidak ada gunanya karena aku sudah selesai tampil. Namun aku mendengar suara tabrakkan," ucap Sejeong. Air matanya tumpah kala ia tak dapat lagi menahannya. "Aku sangat takut dan hanya bisa terdiam. Beberapa menit kemudian aku mendapat kabar bahwa Adikku meninggal karena tabrakkan itu," lanjutnya sembari terisak.

Doyoung meraih tangan Sejeong kemudian mengusapnya pelan, berusaha memberi ketenangan walau hanya sedikit.

"Aku sangat tertekan. Kurasa itu kesalahanku. Andai saja aku tidak memaksanya untuk datang, mungkin ia masih hidup sekarang."

Doyoung melepas genggamannya. Tangannya kini bergerak menghapus air mata yang membasahi wajah cantik milik Sejeong. Wajah yang menjadi favoritnya sekarang.

"Sekarang, kau tidak perlu merasa tertekan lagi. Itu bukan kesalahanmu melainkan takdir Adikmu. Kematian sudah diatur Tuhan dan kita tidak dapat menghindarinya. Untuk itu jangan lagi menyalahkan dirimu lagi. Mengerti?" tanya Doyoung pelan. Ia tersenyum lembut saat Sejeong mengangguk meng-iyakan ucapannya.

Ya, Doyoung akan selalu menjadi penenang Sejeong mulai sekarang.

"Aku trauma. Itulah mengapa aku sangat sulit menyetujui ajakan Chungha. Karena pada saat aku menerima ajakan bu Taeyeon, malamnya aku bermimpi. Aku kembali memimpikan kejadian itu. Itulah mengapa saat itu aku kembali memutuskan untuk mengundurkan diri," jawab Sejeong. Gadis itu terisak pelan. Ia meremat ujung sweater-nya kuat.

"Lalu kenapa kau mengurungkan niatmu?" tanya Doyoung.

Sejeong mendengus dan memukul lengan Doyoung pelan. "Karena kau, Bodoh!" jawabnya sedikit berteriak.

Doyoung mengerutkan alis bingung. Ia kemudian menatap Sejeong, meminta penjelasan dari jawaban Sejeong barusan.

"Chungha menceritakannya padaku. Soal kau kehilangan Ayah dan Adikmu," ucap Sejeong. Gadis itu memberi jeda sedikit untuk melihat reaksi Doyoung.

Sedangkan si Lelaki Kelinci hanya mengerjap kaku. Ah, jadi Chungha sudah menceritakannya kepada Sejeong? Tapi apa hubungannya dengan pertanyaan Doyoung tadi?

"Menghilangkan trauma itu sulit. Namun melihatmu, aku rasa mungkin tidak se-sulit itu. Aku hanya belum mencoba. Dan melihatmu kembali bernyanyi, aku pun berpikir kenapa kau bisa kembali bernyanyi sedangkan aku tidak? Dan lagi, kau bahkan kehilangan dua orang sekaligus tapi bisa menghancurkan traumamu. Kenapa aku tidak? Itulah mengapa aku mencoba untuk menghilangkan trauma ku dan menerima ajakan bu Taeyeon," jelas Sejeong. Gadis itu menghapus air mata yang membasahi wajah.

Sejeong tersenyum, menatap Doyoung yang kini hanya terdiam. "Semua ucapanmu adalah penenang bagiku, Kim Doyoung. Itulah yang mendukungku untuk terus melawan traumaku hingga aku bisa kembali bernyanyi di atas panggung," ucapnya pelan.

Doyoung tersenyum tipis. Lelaki itu tidak menyangka dirinya akan berpengaruh bagi hidup Sejeong.

"Terima kasih, Kim Doyoung."

ngaret bener dah saya:( maap ges, akhir akhir ini zel upnya ga teratur

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

ngaret bener dah saya:( maap ges, akhir akhir ini zel upnya ga teratur. malah kemarin ga up sama sekaliㅠ_ㅠ

eh btw kemaren zel kepencet publish chapter 30:'>>

Your Lie in April - Dojeong [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang