BAGIAN 3

368 17 0
                                    

"Ah! Kenapa jadi bersikap seperti itu, Paman? Aku ini hanya orang biasa saja. Jadi tidak perlu bersikap sungkan," kata Rangga agak jengah melihat sikap yang ditunjukkan Parang Giri.
"Aku senang sekali kalau kau sudi menerima salam hormatku, Pendekar Rajawali Sakti," ujar Parang Giri, tetap dengan tubuh agak membungkuk memberi salam penghormatan.
"Baiklah, Paman. Penghormatanmu kuterima," sambut Rangga agak terpaksa.
Pendekar Rajawali Sakti juga membungkukkan tubuhnya sedikit sambil merapatkan kedua telapak tangan di depan dada. Sebentar mereka sama-sama saling memberi salam penghormatan, sebagaimana layaknya orang persilatan bertemu. Dan kini mereka sama-sama menegakkan tubuh kembali.
Sesaat suasana kaku terjadi di antara mereka. Rangga lalu melirik tubuh Kaligi yang terbujur kaku tidak bernyawa lagi. Pada saat yang bersamaan, Parang Giri juga menatap ke arah yang sama. Cukup lama juga mereka diam membisu, memandangi mayat Kaligi.
"Kau kenal dengannya, Paman?" tanya Rangga sambil melirik mayat Kaligi.
"Tidak," sahut Parang Giri singkat.
"Lalu, kenapa sampai bertarung dengannya?" tanya Rangga lagi.
"Aku sendiri tidak tahu. Tiba-tiba saja dia muncul dan langsung menyerangku," sahut Parang Giri berterus terang.
"Aneh...," desis Rangga setengah menggumam.
"Bagiku tidak aneh, Pendekar Rajawali Sakti. Dia pasti salah seorang dari mereka yang tengah merongrong kewibawaan Kerajaan Jalaraja. Tadi dia sempat mengusir dan mengancamku," jelas Parang Giri singkat.
"Hm..., apa yang terjadi di negeri ini, Paman?" tanya Rangga jadi tertarik.
"Entahlah...," sahut Parang Giri mendesah. "Aku sendiri belum tahu benar apa yang sedang terjadi di sini. Aku saja baru hari ini datang. Sedangkan Prabu Garajaga sendiri tidak banyak bercerita padaku. Tampaknya, dia juga tidak tahu banyak tentang semua yang tengah terjadi di negerinya ini."
"Hm.... Apa mungkin terjadi pemberontakan, Paman?" Rangga mencoba menduga.
"Belum bisa dikatakan begitu, Pendekar Rajawali Sakti," sahut Parang Giri agak ragu-ragu.
"Maksud, Paman?"
"Kemungkinan juga, hanya gerombolan liar yang mencoba merongrong kewibawaan Prabu Garajaga. Tapi itu semua masih harus dibuktikan lebih dulu. Masih terlalu dini untuk menduga-duga," sahut Parang Giri, masih terdengar ragu-ragu nada suaranya.
Sementara Rangga jadi terdiam. Dia sendiri baru saja sampai di Kerajaan Jalaraja ini, dan secara kebetulan melihat pertarungan antara Parang Giri melawan Kaligi. Mungkin kalau saja Kaligi tidak bertindak curang, belum tentu Pendekar Rajawali Sakti langsung turun tangan. Dan memang, Rangga tidak bisa melihat suatu kecurangan sedikit pun dalam sebuah pertarungan. Dan kalau tadi tidak cepat diambil tindakan, sudah barang tentu Parang Giri sekarang sudah terbujur kaku terkena senjata rahasia Kaligi.
"Oh, ya. Ke mana tujuanmu, Pendekar Rajawali Sakti?" tanya Parang Giri setelah beberapa saat terdiam.
"Ke mana saja, Paman. Aku hanya pengembara yang tidak tahu arah tujuan. Ke mana kaki melangkah, ke situlah tujuanku," sahut Rangga, seraya sedikit mengangkat bahunya.
"Aku banyak mendengar tentang dirimu, Pendekar Rajawali Sakti. Dan segala sepak terjangmu sangat kukagumi. Tindakanmu sungguh terpuji. Bukan hanya aku yang mendukung, tapi semua orang persilatan yang berada di jalan lurus sangat mengagumimu," puji Parang Giri langsung.
"Ah! Jangan berlebihan, Paman. Nanti kepalaku semakin besar saja. Dan lagi semua yang kulakukan hanya sekadar mengemban tugas pendekar. Tidak lebih...," sahut Rangga merendah.
"Jangan terlalu merendah, Pendekar Rajawali Sakti. Aku yakin, kalau kau sudi, Prabu Garajaga akan senang sekali bila kau kunjungi."
Rangga hanya tersenyum saja. Dia tahu ke mana arah pembicaraan laki-laki setengah baya ini. Secara tidak langsung, Parang Giri mengharapkan dirinya sudi membantu Kerajaan Jalaraja dalam menghadapi para pengacau yang merongrong kewibawaan raja.
"Terima kasih, Paman. Mungkin lain kali aku bisa singgah ke istana. Tapi sekarang, aku masih ada urusan yang harus diselesaikan dulu," tolak Rangga, halus.
"Sayang sekali...," desah Parang Giri sedikit kecewa.
"Mudah-mudahan Sang Hyang Widi menuntun langkahku ke sini lagi, Paman," ucap Rangga memberi harapan.
Parang Giri hanya bisa tersenyum saja. Memang Pendekar Rajawali Sakti tidak bisa lagi dicegah. Maka setelah berbasa-basi sebentar, Rangga kemudian melangkah meninggalkan Parang Giri seorang diri. Pendekar Rajawali Sakti terus melangkah. Ayunan kakinya tampak ringan menuju selatan. Sementara, Parang Giri tetap berdiri memandangi, sampai punggung Pendekar Rajawali Sakti tidak terlihat lagi.

114. Pendekar Rajawali Sakti : Gerhana Darah BiruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang