Mengalah Sebelum Usai.

297 27 17
                                    

"Eh ada Rembulan..."


"Hai Rembulan..."


"Udah makan belum?"


"Makin cantik aja sih. Enggak sabar deh pengen milikin Rembulan..."


Aku hanya tersenyum tipis mendengar ocehan teman-teman Adlan ketika aku dan Adlan sampai di lapangan futsal yang sengaja mereka sewa dua jam kedepan. Aku memang sering diajak Adlan untuk melihatnya bermain futsal bersama teman-temannya. Aku duduk di pinggir lapangan dengan dua gadis yang tidak aku kenal. Tapi dapat aku pastikan mereka pacar salah dua teman-temannya Adlan. Adlan duduk disebelahku sambil membuka jaket jeansnya. Jaketnya diletakkan diatas pahaku, aku pun menoleh kearahnya.


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Pegang, aku mau ganti baju dulu." Ucapnya sembari berdiri. Tak lupa kebiasaannya sejak dulu adalah mengusap rambutku dengan tangan lembutnya.


"Rembulan, kesayangannya Adlan, jangan bengong aja. Pesan minuman aja." Ucap Ressa, salah satu teman dekat Adlan. Perlu diketahui kalau saat ini aku sedang bersama beberapa anggota Chicago, yang tak lain adalah geng musuh Salvatra.


Alasan semua teman-teman Adlan memanggilku Rembulan karena Adlah lah yang memulai memanggilku Rembulan. Saat pertama aku dikenali dengan teman-temannya...


"Kenalin ini, Rembulan. Punya gue!"


Tapi nyatanya, Adlan adalah milik Kak Mecca, bukan punyaku.


Perlu diketahui tak ada yang mengetahui kalau Adlan adalah pacar Kak Mecca karena Adlah tak memberitahu siapapun. Hanya keluarga yang mengetahui hubungan mereka. Tetapi berbeda dengan Mecca yang memberitahui teman-temannya. Adlan dan Kak Mecca menjalani hubungan jarak jauh, Jakarta-Bandung. Aku tidak tahu alasan Adlan menutupi hubungannya dengan Kak Mecca padahal harusnya Adlan bangga memiliki pacar cantik, lembut, ramah dan pintar seperti Kak Mecca. Malahan ku pikir kalau Adlan lah yang beruntung mendapatkan Kak Mecca dan Kak Mecca malah buntung.


"Mikirin apa?"


Aku berdecak kesal pada Adlan yang selalu mengagetkanku. Ia tiba-tiba datang sambil menyenggol bahuku pelan.


"Enggak." Singkatku.


Adlan mengangguk sembari mengikat tali sepatu futsalnya. Sepatu yang aku berikan untuk hadiah ulang tahunnya dua bulan lalu.

Tinggal KenanganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang