23.2 Sejeong, Terima Kasih

178 40 21
                                    

"Doyoung dan Sejeong tidak diajak?" tanya Sooyoung

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Doyoung dan Sejeong tidak diajak?" tanya Sooyoung. Gadis itu tidak sengaja melihat Doyoung dan Sejeong yang sedang mengobrol tak jauh dari tempat mereka menyiapkan kembang api.

Chungha menatap jam di ponselnya kemudian beralih ke arah Doyoung dan Sejeong. Ia pun duduk di atas lantai atap yang sudah beralaskan tikar kemudian menggeleng. "Masih ada tiga puluh menit menuju jam dua belas. Lebih baik kita jangan mengganggu mereka dulu. Kita mengobrol di sini saja," ucapnya.

Ketiga sahabatnya pun mengangguk paham. Mereka duduk membentuk persegi dan mulai berbincang dan sesekali bercanda gurau.

"Bagaimana denganmu?" tanya Sejeong kepada Doyoung.

Doyoung sempat mengangkat sebelah alisnya sebelum meminum habis airnya yang mulai dingin. Ia meletakan gelas tersebut di atas meja sebelum menarik nafas pelan.

"Kejadiannya saat aku berumur sembilan tahun," awal Doyoung. Ia tersenyum tipis sebelum melanjutkan, "Sama sepertimu. Saat itu aku mewakili sekolah untuk mengikuti lomba bernyanyi. Ibuku sibuk karena pasiennya hari itu cukup banyak. Ia memintaku untuk menjaga Jungwoo di rumah namun aku tidak mendengarkannya," lanjutnya kemudian terkekeh pelan. Ada raut menyesal terpancar dari wajahnya.

"Aku meninggalkan Adikku dan pergi mengikuti lomba tersebut. Namun begitu namaku disebut sebagai pemenang, Bibi datang dan memberitahu bahwa Adikku jatuh dari balkon apartemen yang saat itu ada di lantai empat."

Sejeong meringis pelan begitu mendengar ucapan Doyoung barusan. Itu terdengar mengerikan. Sangat mengerikan.

"Bibi juga berkata bahwa Ayahku yang sedang dirawat di rumah sakit telah meninggal," lanjut Doyoung. Lelaki itu tersenyum miris, mengingat masa lalu yang tak bisa terlupakan olehnya.

Sejeong mengerjap kaku. Jadi benar kata Chungha? Doyoung kehilangan dua orang berharga sekaligus dalam satu hari yang sama?

"Ayahmu sakit?" tanya Sejeong.

Doyoung mengangguk. Ia menatap Sejeong sembari tersenyum kecut. "Anemia aplastik," ucapnya.

Sejeong sempat terdiam sebelum berdiri, berjalan menghampiri Doyoung kemudian memeluk Lelaki kelinci tersebut.

"Aku tidak tahu bagaimana bisa aku bertahan hingga sekarang," ucap Doyoung pelan. "Melihatmu tertekan karena kehilangan Jeno membuatku berpikir, apakah hatiku terbuat dari batu?" tanyanya dengan suara serak. Ah, sial. Ia tidak mau menangis, ia tidak mau terlihat lemah.

Sejeong menggeleng. "Tidak, Doyoung. Kau hanya sulit mengekspresikan perasaanmu," ucapnya.

"Harusnya aku tidak ikut kompetisi itu. Mungkin jika aku tetap di rumah dan menjaga Jungwoo, kejadian ini tidak akan terjadi," lirihnya.

"Tidak, Kim Doyoung. Ini bukan salahmu," ucap Sejeong sembari mengelus pelan surai halus milik Lelaki di pelukannya saat ini.

"Bukankah kau sendiri yang mengatakan bahwa kematian itu telah diatur oleh Tuhan? Jangan menyalahkan dirimu. Kau menyuruhku untuk tidak menyalahkan diri sendiri sedangkan kau sekarang malah menyalahkan dirimu sendiri," ucap Sejeong panjang lebar. Ah, jadi ini yang dirasakan Doyoung ketika Sejeong menyalahkan diri sendiri atas kematian sang Adik?

Doyoung tersenyum tipis kemudian memejamkan matanya, mencoba menikmati pelukan Sejeong yang terasa sangat menenangkan.

"Sejeong-ah," panggil Doyoung pelan, nyaris tak terdengar.

"Hm?"

"Terima kasih."

zel bakal up lagi hari ini, sebagai ucapan maaf karena kemarin ga up sama sekali hiks

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

zel bakal up lagi hari ini, sebagai ucapan maaf karena kemarin ga up sama sekali hiks. see you!

- zel cangtip jodoh haruto. 🌙

Your Lie in April - Dojeong [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang