Hati Syifa terasa berbunga-bunga sekarang. Bagaimana tidak, suaminya telah kembali. Kini dirinya sedang menemani sang suami sadar. Alfin sudah tidak dipasang ventilator, tapi dipasang infus saja. Keadaannya juga semakin membaik.
“Syifa,” panggil Zahra sambil menepuk pelan pundaknya.
Syifa hanya ditemani Zahra di rumah sakit. Tiara dan yang lainnya masih ke mushola rumah sakit untuk salat asar. Kebetulan Syifa dan Zahra berhalangan jadi mereka menemani Alfin.
“Iya Kak, ada apa?” Sekarang Syifa juga tak lagi sedih. Raut wajahnya kembali ceria seperti sedia kala.
“Kamu istirahat gih, pasti capek. Belum tidur juga loh."
“Iya Kak, aku tidur di sini aja sambil temani Kak Alfin. Kakak duduk aja di sofa sana,” jawab Syifa sambil menunjuk ke arah sofa.
“Kakak sudah tidur, Fa. Kakak cari makan dulu ya. Kamu mau apa?”
“Terserah Kakak aja, aku akan makan apa yang Kakak beli."
Setelah itu Zahra langsung keluar membeli makanan. Syifa masih setia duduk di samping ranjang Alfin. Mungkin karena kelelahan, Syifa akhirnya ketiduran dengan tangannya yang menggenggam erat tangan Alfin.
Entah sudah berapa lama Syifa tertidur. Karena sudah banyak orang di sekelilingnya. Fitri, Tiara, Arman, Fajar, Jaka, dan juga Zahra. Kapan mereka sampai? Syifa melihat jam yang ada di pergelangan tangannya. Betapa kagetnya dirinya saat melihat jam sudah pukul tujuh malam. Jadi dirinya tidur begitu lama. Kenapa enggak ada yang bangunkan dirinya?
Soal Alfin? Kenapa juga belum sadar. Syifa jadi semakin cemas. Kata Dokter Leon waktu siang Alfin tak lama lagi akan siuman. Tapi kenapa belum bangun-bangun juga sampai sekarang?
“Eh Syifa sudah bangun? Tadi mau Umi bangunkan kamu tapi kamunya pulas banget tidurnya. Enggak tega buat bangunannya."
“Kenapa enggak bangunkan aku aja, Umi? Terus Kak Alfin juga kenapa belum sadar-sadar juga?” tanya Syifa sambil memandangi wajah Alfin. “Padahal aku rindu Kak Alfin,” lanjutnya lagi dengan tangan yang masih setia menggenggam tangan Alfin.
Tiara tersenyum kecil melihat itu, begitu juga dengan Fitri. Zahra yang mengerti perubahan raut wajah di wajah Syifa, mendekati Syifa lantas mengelus pelan bahu Syifa.
“Tadi Dokter Leon ke sini waktu kamu masih tidur. Katanya Alfin kondisinya kembali memburuk, Fa. Makanya enggak sadar juga sampai sekarang. Kamu yang sabar ya?” sahut Fajar tiba-tiba.
Semua orang yang ada dalam ruangan tersentak kaget dengan perkataan Fajar barusan. Kenapa dia bicara seperti itu? Dan apa maksud dan tujuan, semuanya tak tahu. Syifa yang mendengar itu langsung memeluk Alfin dan tangisnya kembali pecah. Bagaimana ini bisa terjadi? Kenapa rasanya sulit untuk dirinya bahagia.
“Kak Alfin kenapa Kakak begini? Buka mata Kakak sekarang hiks ... hiks ... aku rindu Kakak. Aku rindu senyum Kakak, aku rindu perhatian Kakak, aku rindu semuanya Kak. Hiks ... aku baru sadar kalau Kak Alfin begitu berharga buatku. Aku enggak mau lihat Kakak terus menerus seperti ini. Aku mohon bangun, Kak. Jujur, Kak ... Aku sudah mulai mencintai Kakak, aku enggak mau terjadi sesuatu sama Kakak. Kakak bangun Kakak ... hiks ... hiks ....” Syifa terus saja memeluk Alfin.
Tanpa disadarinya, Alfin membuka mata, lantas meletakkan tangannya di kepala Syifa. Lantas berkata, “Kakak juga cinta kok sama kamu,” ucapnya sambil senyum kecil.
Syifa yang merasa ada yang mengelus kepala dan dengar suara, lantas mendongak dan betapa kaget dirinya saat melihat Alfin yang memang sudah siuman. Syifa langsung memeluk Alfin dengan erat.
Syifa begitu senang karena Alfin sudah siuman. Tapi, kenapa Fajar bilang kalau Alfin keadaannya kembali memburuk. Apa dia sengaja membohongi Syifa? Emang dasar, Kak Fajar, tega-teganya bohong ke aku seperti ini. Emang senang kalau aku menangis lagi? Ist ... dasar, batin Syifa saat melihat ke arah Fajar yang sedang memainkan ponselnya tanpa ada rasa salah sedikit pun.
“Kakak kenapa bohong ke aku? Bilang Kak Alfin keadaannya kembali memburuk, lagi. Ingat Kak, ucapan itu doa. Kakak tega ya bicara seperti itu sama Kak Alfin.” Syifa sangat marah pada kakaknya ini. Bagaimana bisa dia berbohong seperti ini.
“Hahahaha ... lagian kamu sih. Kakak juga ingin jahilin kamu, Fa. Enggak masalah dong."
“Tapi ini enggak lucu, Kak.” Fajar benar-benar membuat Syifa naik darah saat ini. Alfin yang melihat itu hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. Sedangkan semua orang hanya bisa menonton perdebatan antara sepasang kakak beradik.
Alfin yang sedari tadi diam, kini mulai berucap. “Sudah-sudah, jangan ribut ya."
“Tapi Ka–“
“Emang tadi Alfin sudah siuman Fa, sekitar habis magrib. Kamu tidur sih jadi kan enggak bisa lihat Alfin pertama siuman. Ini semua juga ide aku. Aku yang meminta semuanya enggak bangunkan kamu saat Alfin siuman."
Dan ... Aku juga meminta Alfin untuk istirahat lagi. Tapi ide kedua dari Fajar yang mencoba untuk bohong ke kamu, niatnya sih hanya ingin tahu kamu sudah mencintai Alfin belum. Karena dengan cara ini kita semua tahu kalian sekarang sudah sama-sama saling cinta, dan semua berhasil, kan." Syifa yang mendengar penjelasan dari Jaka seketika menatapnya tajam.
Ah semuanya resek deh, bisa-bisanya aku digituin. Apalagi umi juga ikut dalam rencananya. Ah aku kesel, Tapi itu semua juga menguntungkan buat Syifa. Karena dengan itu, dirinya tahu kalau Alfin juga mencintainya.
“Tapi ya jangan seperti itu dong Kak, aku kan jadi khawatir sama Kak Alfin. Umi juga kenapa ikut-ikutan?”
“Ah Umi kan juga ingin tahu, Nak. Kamu sudah mencintai Nak Alfin apa belum." Sekarang Fitri juga bisa mengikhlaskan kepergian Azzam dan kembali seperti sedia kala, suka kembali bicara.
Pandangan Syifa berubah ke Alfin. “Kakak bagaimana keadaannya sekarang? Sudah lebih baik kan? Oh ya Kak, maaf ya Kak kalau selama Abi tiada, aku diamin Kakak terus hingga Kakak kecelakaan seperti ini. Ini semua gara-gara aku. Maafin aku ya Kak.” Syifa benar-benar menyesali perbuatannya sekarang, berlahan air matanya mengalir lantas dihapus oleh tangan Alfin.
Seluruh keluarga yang ada di ruangan melihat sepasang kekasih itu hanya tersenyum kecil. Semoga rumah tangga mereka terus seperti ini sampai ajal memisahkan mereka. Karena cinta sejati itu sulit untuk dipisahkan.
Sahabat Syifa, mereka sudah jarang bertemu karena masih disibukkan dengan urusan masing-masing. Anggra, Fani dan Sintia yang disibukkan dengan sekolah mereka. Sedangkan Syifa sendiri, disibukkan dengan rumah tangganya. Memang jika umur semakin besar, tanggung jawab juga besar. Terlebih jika memiliki sahabat, pasti akan jarang bertemu.
“Kakak sudah jauh lebih baik, Syifa. Enggak apa kok, enggak usah minta maaf ke Kakak, kamu enggak salah. Yang salah Kakak, karena enggak pernah ngertiin perasaan kamu waktu itu. Jadinya Kakak kecelakaan. Sudah ya jangan menangis entar cantiknya jelek loh."
Syifa hanya mengangguk dan kembali tidur bersandar di sebelah lengan Alfin. Tidur yang nyenyak ya Sayang, batin Alfin sambil mengelus lembut kepala Syifa dengan senyuman tipis.
Tunggu aja kelanjutan ceritanya ya reader. 😘😘 Jangan lupa komennya dan feednya. 😘😘
Feed kalian begitu berharga buat author nih, supaya tambah semangat lanjutin ceritanya. 😘
KAMU SEDANG MEMBACA
Assalamualaikum, Zauji (Terbit) ✅
RomanceSUDAH TERBIT #Part masih lengkap Cinta memanglah indah, apalagi jika datangnya atas kehendak-Nya, pasti akan jauh lebih indah "Uhubbuki Fillah, Zaujati," ucap Alfin di sela pelukannya dengan Syifa, lantas mencium ubun-ubunnya. "Ahabballadzi ahbab...