Chapter 37: Perngadilan

486 43 32
                                    

Matahari terlihat sudah menampakkan wujudnya. Sinarnya, seolah memberikan harapan baru bagi setiap mahluk-Nya.

Tidak untuk Ara. Gadis itu terus termenung. Matahari pagi tidak pernah memberikan harapan baru baginya.

Ara yang terpuruk seolah tak berniat untuk melakukan sesuatu hal dihidupnya lagi, kecuali beribadah.

Gadis itu nampak rapi dengan ghamis dan khimarnya yang senada. Wajah yang polos tanpa make-up, bisa dikatakan pucat.

Beberapa orang sudah berkumpul diruang tengah dirumah Ara, lebih tepatnya lagi dirumah Ara dan Rey.

Terdiri dari beberapa keluarganya, mereka sudah siap untuk pergi kepersidangan pagi ini.

Ditambah beberapa mahluk yang belakang ini terus mengusik Ara: Andi, Farel, Sandy dan Juna.

Tak diundangan tetapi mereka datang dengan sendirinya untuk ikut. Menolak pun rasanya sia-sia.

Bahkan, semenjak kepergian Rey, empat lelaki itu terlihat sedikit akrab, dan sering menjadikan rumah Ara tempat nongkrongnya.

Ara tidak hanya tinggal bersama Mbok Siti dan Mou, ada Felly dan Nadin yang ikut menemaninya.

"Eh, lo tuh udah ngapa sih makan kacangnya? Kenyang gue liatnya." Sandy buang muka saja ketika mendengar celetukan Andi.

Kalian tau lah, lelaki satu itu sangat mencintai kacang.

"Udah siap?" tanya Abi Arif memastikan sembari berdiri. Semua tampak mengangguk, terkecuali Ara yang hanya tertunduk.

Gadis itu nampak ragu, ia tak siap. Perasaannya makin tak karuan setelah tiga hari yang lalu mengirim surat gugatan cerai pada Rey, namun tak di respon sama sekali oleh Rey.

Pikir Ara, lelaki itu tengah sibuk dengan Sintya, dan baginya surat itu tak penting. Yang penting mereka bercerai. Begitulah simpul Ara dengan egonya.

"Ara? Bagaimana?" Abi Arif memastikan lagi. Ia tak berniat memaksa putrinya untuk bercerai, ia hanya ingin putrinya mendapatkan yang terbaik.

Dengan canggung Ara mengangguk, ia memaksakan senyum. Meski mereka tau, senyum itu palsu.

Semuanya seketika beranjak dari duduknya, belum sampai diluar rumah, seseorang masuk secara tiba-tiba.

"Helloww..." sapa gadis berambut panjang terurai dengan pakaian minimnya itu. Adiknya Farel.

"Dek, lo ngapain disini?" Charisa nampak tak perduli akan pertanyaan sang kakak. Dirinya malah balik tanya.

"Kakak sendiri?" Farel berdecak melihat respon dari pertanyaannya. Belum juga ia menjawab, adiknya itu sudah menyolot.

"Udahlah kak, motif kita sama kok. Lagi pula itu pintu rumah terbuka lebar, siapapun boleh masuk."

Charisa tersenyum lebar hingga gigi-gigi putih bersih nan rapinya nampak. Celetukan itu membuat Felly berulah.

"Pintu itu pintu suci, kalau yang suci-suci gitu nggak pantes dilewatin sama yang haram!"

Charisa menatap sebal Felly. Sedang'kan Felly ia masih menatap tajam Charisa dengan seringaiannya.

"Lo nggak usah pandang gue gitu, nanti mata gue ketularan najisnya!"

Jodohku Ya Kamu[Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang