Atelelelelelele~ atelelelelele~
Beep.
"Halo? Sungjin, sudah bangun?"
Sungjin membuka kedua kelopak matanya. Yang tadi bukan alarm? Ini ... suara siapa? Sungjin berpikir cepat. Ah, Wonpil!
"Ya? Aku baru saja bangun, ada apa?" Sungjin menggaruk kepala, lalu duduk di atas tempat tidurnya. Seraya melirik ke arah dinding kamar, ia melihat jam dinding yang terpasang. Jarum panjang menunjuk ke angka tiga, sedangkan pasangannya di angka enam.
Dan Wonpil sudah menelepon dengan suara yang berseri-seri?
"Ah, kau sudah bangun? Ku kira kau tak akan mengangkat panggilanku," Wonpil terdengar sedikit terkejut.
"Kebetulan kau yang membangunkanku, jadi ... uhh ... terima kasih?"
"Eh?!" Wonpil menelan ludah. "M-maaf. Aku tak bermaksud mengganggu istirahatmu." Suaranya semakin terdengar merasa bersalah. "Tak apa," balas Sungjin singkat. "Ada apa? Tumben sekali sampai menelepon pagi-pagi."
"Hari ini kita akan pergi ke toko alat musik yang kemarin, kan?"
"Ah, ya, tentu," Sungjin baru saja teringat soal janjinya dengan Wonpil kemarin. Dua hari yang lalu, sepulang sekolah, lebih tepatnya.
Saat berjalan ke halte, Sungjin dan Wonpil melewati toko kecil di perempatan jalan. Terlihat baru, tapi pencahayaan dan warna cat toko itu membuatnya seolah bernuansa kuno-tahun 80-90an, mungkin? Yang jelas, toko itu seperti baru saja dimuntahkan keluar oleh mesin waktu dari masa lalu.
Sebagai dua anak SMA yang tak luput dari rasa penasaran, mereka memutuskan mengintip sekilas. Tak ada salahnya, kan? Toh toko ini dibuka agar pembeli berdatangan.
Toko yang baru mereka ketahui keberadaannya itu tak terlalu ramai. Banyak gitar akustik maupun elektrik yang tergantung di dinding, entah hanya sebagai penambah aksen atau memang masih berfungsi dan layak jual.
Di saat itu juga radar musisi Sungjin langsung menyala.
"Wonpil, hari minggu nanti kau harus menemaniku ke sini," ujar Sungjin. Kedua bola matanya tak bergeser sedikitpun dari keajaiban yang ditawarkan di dalam toko. Cukup ajaib untuk sebuah toko alat musik bisa berjarak hanya beberapa ratus meter dari sekolah mereka.
Wonpil mengangguk kecil, "Tentu, dengan senang hati."
Tenang, Kim Wonpil. Minggu hanya berjarak dua hari dari hari ini. Kau pasti bisa!
Wonpil tak bisa menyembunyikan kegembiraannya. Jalan-jalan di hari Minggu bersama Sungjin? Kesempatan ini hanya datang padanya dua kali setiap enam tahun! Ini tak bisa disia-siakan!
"Apa kau juga senang melihat toko seperti ini? Kau kelihatan bersemangat," Sungjin melihat sahabatnya sembari tertawa.
"... tapi baguslah kalau begitu. Aku jadi merasa tak sendirian." Wonpil mengusap mukanya yang sekarang sudah menjadi kepiting rebus. Sedari tadi ia tak bisa menyembunyikan senyumannya-masih dibayangi oleh kegiatan-kegiatan menyenangkan untuk saling mengisi akhir pekan.
KAMU SEDANG MEMBACA
farewell stop. | DAY6
Fanfiction| A resting place before you bid the last goodbye. Kumpulan fanfiction oneshot dengan cast member DAY6. Rumah penulis untuk menuangkan ide apapun yang ada di kepalanya. Berminat untuk mampir sebelum pergi? disclaimer: buku ini mengandung konten BxB...