16. Daurah Again

220 29 3
                                    


****

Dea turun dari mobilnya dan disusul oleh kedua orang tuanya. Ini adalah Sabtu sore, saatnya Dea untuk dikirim ke daurah lagi.

Dea dan kedua orang tuanya berjalan menuju aula, disana sudah ada orang tua Althaf. Namun, Dea tak menemukan keberadaan orang tua Naysa ataupun Kia sendiri.

"Dea sudah sampai", sapa Ibu Althaf, dengan sopan Dea langsung menyalami wanita paruh baya yang sering ia panggil Bunda itu.

"iya bunda", jawabnya ramah.

"gimana? Ada kendala", Tanya Dina pada ibu Dea kepada Mursyidah, ibunda Althaf.

Mursyidah tersenyum,"sejauh ini lancar-lancar aja. Tapi ada sedikit masalah. Kita kurang teliti ketika menghitung santri Daurah tahun ini, hingga kamar tidak cukup untuk empat orang santriwati", ucap Mursyidah teratur dan tenang.

Beliau memang sosok yang sangat berwibawa, beliau adalah pemilik Shapphire Hospital sekaligus seorang Dokter Anak dirumah sakit tersebut.

Dina mengangguk tenang,"jadi, solusinya?", Tanya Dina.

Mursyidah tersenyum,"kebetulan kamar dirumah banyak kosong, ada satu kamar besar di lantai atas, kira-kira muat sampai enam orang deh. Jadi saya putuskan kamar itu akan digunakan Dea, dan tiga orang lainnya", Dea melotot mendengar itu. hah, yang benar saja, ia harus terpisah dengan santri-santri lainnya.

"bunda, temen-temen sekamar Dea siapa?", Tanya Dea penasaran.

"udah, jangan asik nanyak. Masuk aja sana kekamar, simpan barang-barangnya", ucap Dina pada Dea.

"iya, masuk aja liat sendiri siapa temen-temennya", lanjut Mursyidah.

Dea tersenyum dan mengangguk patuh. Setelah itu, ia berpamitan kepada kedua orang tuanya sambil menyalami.

"pah, ma..., jangan lupa jenguk Dea Jumat ini", pintanya minta dijenguk pada hari libur itu.

"iya, kalau gak lupa", jawab Arif, papanya Dea jail.

Dea berdecak,"ih papa. Terus aja buang Dea, terus!", rengek Dea kesel.

Arif tertawa,"iya, nanti kabarin aja mau dibawain apa ya", ucap papanya sambil mengelus lembut kepala Dea.

Setelah berpamitan, Dea langsung memasuki rumah besar yang berada tepat disamping gedung Daurah itu. Dengan susah payah ia menaikkan kopernya, mengapa kamarnya harus dilantai atas. Keluhnya kesal.

Bisa dipastikan, ia akan menghabiskan waktunya dari sepertiga malam hingga menjelang tidur di aula. Daripada harus naik turun tangga.

"kayaknya aku harus saranin ke Bunda deh untuk dibuatin Lift dirumah ini", gumam nya kecil sambil terus berjuang menaiki satu persatu anak tangga yang tersisa. Hingga ia sampai didepan pintu kamar yang dimaksud.

"assalamualaikum...", ucapnya sambil membuka pintu kamar.

"waalaikum salam, DEAAA!!!!!!", teriak penghuni kamar. Ternyata Naysa dan Kia sekamar dengannya.

Dan disana sudah ada satu orang lagi yang membuat Dea memicing,"Nabiela!", teriak Dea besar.

Ia langsung berlari memeluk cewek itu. "ih ini bocah, main peluk-peluk aja"

Dea tak peduli,"kayaknya kita memang ditakdirkan jumpa setahun sekali disini", Nabiela adalah teman Naysa dan Dea dari pertama masuk Daurah.

Ia setahun lebih awal masuk kedaurah ini dibanding mereka. Nabiela sekolah dikota yang berbeda dengan mereka, sehingga membuat mereka tidak bisa sering berjumpa.

Namun, bukan berarti Kia tak mengenal Nabiela, setiap tahunnya, Kia akan selalu menjenguk Naysa dan Dea ke Daurah. Hidup berdua dengan seorang kakak laki-laki dan pembantu rumah tangga membuatnya sangat kesepian.

Saat ini, mereka sedang mengobrol tentang banyak hal. Dari masalah-masalah kecil disekolah, hingga hal-hal absurt lainnya.

"eh, ke aula yuk. Perkumpulan, ayuk, ayuk!", ucap Naysa yang bergerak bangkit.

"aku ikut juga nih?", Tanya Kia yang masih terlentang diatas kasurnya.

"ya iyalah, emang kamu gak bakal bosen gitu sendirian dikamar", ucap Dea.

Akhirnya Kia bangkit,"ya gak gitu, aku kan bukan peserta Daurah", jawab Kia enteng.

"iya, emang bukan peserta, tapi kamu ikutan numpang disini", ucap Dea sarkas membuat Kia melempar bantal ke wajah Dea.

Selanjutnya, mereka berempat keluar dari kamar. Langkah mereka sontak berhenti ketika melihat pemilik kamar sebelah juga ikut keluar.

"Nabel!" sapa si pemilik kamar keras, siapa lagi kalau bukan Althaf.

Nabiela tertawa mendengar Althaf memanggilnya,"Ntop, tiap taun gue liat muka lo gitu-gitu aja"

"masih tetap ganteng kan", jawab Althaf sambil membenarkan letak pecinya. Sama seperti Dea dan kedua sahabatnya, Althaf juga sangat mengenal Nabiela. Apalagi kedua orang tua Nabiela merupakan Dokter di Shappire Hospital. Mereka uga sudah mengenal sejak kecil.

Dea yang mendengar tuturan Althaf serasa ingin muntah. "hih, kepedean", cerca Nabiela dan langsung berjalan meninggalkan Althaf disana.

Dea mengikuti langkah Nabiela, begitu juga Kia. Namun Naysa masih berdiri disana menatap pintu kamar Althaf. Althaf yang menyadari itu langsung mengedipkan jarinya didepan wajah Naysa.

"woi, gausah berharap Rafqi keluar dari sana. Kamar dia di ruang samping aula Putra sama Daffa", ucap Althaf yang langsung bisa membaca isi otak Naysa.

Naysa menyengir malu,"tau aja lu", ucapnya sebelum berajalan cepat menuruni tangga menyusul ketiga temannya.

Althaf sama sekali tak kaget ketika kamar kosong disamping kamarnya tiba-tiba berpenghuni, dan penghuninya pun adalah teman-temannya. Bunda nya telah lebih dulu memberitakan kepadanya.

Ia berfikir, apa yang akan terjadi ketika ia harus bersebelahan kamar dengan cewek-cewek yang sering cari ribut dengannya. Ia menepuk-nepuk atas kepalannya yang terlapisi dengan peci. Mungkin kejadiannya akan sama dengan hari-hari biasa. Kacau!

Namun disisi lain, Althaf merasa sedikit senang, ia menunduk sambil tersenyum.

"lama-lama makin cantik aja tuh bocah", gumamnya sendiri sambil terkekeh.

"Nabiela...,Nabiela..."

Ya, kalimat itu tertuju untuk Nabiela.

***
Udah lama ga update.
Malam ini aku usaha double update. Selama ramadhan, aku bakal banyak UTS bahkan UAS.
Jadi tolong maklumin kalau aku kembali jarang update ya.

Selamat menunaikan ibadah puasa Ramadhan bagi yang menjalankan 🙏🙏🙏 semoga lancar puasanya sampe akhir. Aminn ☺☺☺

PARADOXTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang