00

444 47 9
                                    

Macau, 2 tahun sebelumnya

Suzy berlari dengan nafas tersengal guna menangkap bajingan brengsek yang berani mencopet dompetnya. Ia berlari tanpa melihat ke kanan atau kiri, matanya terfokus pada pria berbadan kecil, mengenakan celana jeans lusuh, flanel cokelat serta topi hitam, ah juga menenteng sebuah dompet cokelat panjang yang Suzy beli dengan susah payah.

Suzy yang sedari tadi tidak memperhatikan sekelilingnya pun seakan tersadar. Ia memelankan langkahnya dan berhenti di tengah persimpangan. Matanya bergerak gelisah saat menyadari ia sudah berada jauh dari pusat kota. Dengan nafas tak beraturan ia menelisik deretan bangunan tua yang nampak tak terawat. Nuansa menyeramkan kini menyergap dirinya di tambah rintikan hujan yang mulai turun menambah suasana dramatis seperti film horor yang kerap ia tonton.

Jantungnya semakin bertalu ketika indra pendengarannya menangkap derap langkah kaki menuju kearahnya. Ia celingukan mencari tempat untuk bersembunyi dan tersenyum tipis saat netranya menangkap sebuah bangunan kosong yang pintunya terbuka.

Suzy bersembunyi di dalam bangunan itu. Ia mengintip di balik dinding. ia menahan napasnya saat melihat pria yang mencopet dompetnya tengah berlutut dengan luka memar yang memenuhi wajahnya. Pencopet itu di kelilingi sekitar 7 pria dengan pakaian serba hitam ala gangster. Lalu mata Suzy terpaku pada pria yang berdiri agak jauh, pakaiannya terlihat formal dengan balutan jas abu-abu. Ia menyesap cerutunya dengan gerakan anggun sekaligus maskulin. Suzy amat sangat yakin jika pria itu adalah ketuanya.

Namun, hal yang tak terduga membuat Suzy membekap mulutnya sendiri. Pencopet itu tergeletak di tanah dengan kepala yang bersimbah darah. Sebuah peluru baru saja bersarang di kepalanya.

Selama ia hidup 26 tahun baru kali ini ia melihat pembunuhan di depan matanya sendiri. Suzy berencana tidak membuat gerakan sedikitpun. Yang akan ia lakukan adalah memastikan gangster itu pergi, kemudian dia akan melapor ke pihak kepolisian.

Sayangnya, niat itu tidak terlaksana ketika tengkuknya merasakan sebuah benda tumpul dan sebuah suara yang membuat tubuhnya meremang.

"Melihat sesuatu yang seharusnya tidak kau lihat, Nona?"

Detik itu juga semua mata gangster itu kini menatapnya dengan tatapan membunuh. Seakan menemukan mangsa yang lebih menarik.

"Hello, young lady"

Sapa pria berkulit tan dengan senyuman miring di wajahnya membuat tubuh Suzy bergetar hebat akibat rasa takut. Lalu tanpa aba-aba tubuhnya telah di seret ke arah mayat pencopet tadi. Suzy tidak berani untuk sekedar mengangkat wajahnya. Yang ia lakukan hanyalah menunduk dengan jantung yang berdetak 3x lebih cepat.

"Kurasa dia melihat semuanya"

"Sayang sekali wajah cantiknya tidak berumur panjang"

"Yeah, mau bagaimana lagi. Dia melihat sesuatu yang seharusnya tidak ia lihat"

Suzy mengulum bibirnya. Ia mengerti bahasa yang di pakai para gangster karena itu memang bahasa Korea. Suzy bisa saja membuat penyangkalan namun lidahnya terasa kelu. Lalu tangisnya semakin tidak terbendung ketika ia merasakan sebuah moncong peluru kini menempel di dadanya. Pria dengan kulit tan tadi berjongkok di depannya dengan pistol yang mengarah tepat ke jantung Suzy. "Dengar, aku akan membuat ini cepat dan tidak menyakitkan"

Suzy memejamkan matanya saat pria itu bersiap menarik pelatuknya.

"Tunggu Kai"

"Ya ,Bos?"

Pria bernama Kai segera berdiri dan berjalan menjauhi Suzy. Di balik bulu matanya, Suzy melihat pria dengan gaya bak mafia Italia itu menenteng dompetnya kemudian menyerahkannya pada Kai.

The Mafia - Oh SehunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang