Ruang rahasia itu masih berada di dalam ruang J-C. Bersebelahan dengan meja Sensei.
"Nee, Obi-san. Bukankah kita belum meminta izin untuk masuk ke ruangan Sensei? Daijoubu desu ka?" Thalita sedikit takut saat melewati meja Sensei. Takut kalau besok akan disidang karena lancang memasuki ruangan privat gurunya.
"Daijoubu, semua orang bisa masuk ke ruangan itu," Obi tersenyum menjawab pertanyaan Thalita. Tangannya menunjuk pintu bertuliskan 'GUDANG'
"Haq! Kuncinya dibawa kan?"
"Ini, Ris!" Ishaq mengangkat kunci kecil di tangan kanannya.
"Yosh! Sini kuncinya," kunci kecil pun berpindah tangan. Kemudian dimasukkan ke dalam saku celananya.
"Ayo masuk!" Thalita melongo, untuk apa meminta kunci kalau membuka pintu gudang cukup didorong saja?
Hen na koto.
Gudang yang rapi. Buku dan benda-benda tersusun seimbang, Memberikan kesan proporsional. Di dinding tergantung kain tapestri besar seukuran pintu.
"Waaaaah, kirei! Nihon kara desu ka?"
"Hai, nihon kara desu. Omiyage" Husein menjawab dengan senyum yang mengembang, sedangkan Thalita tak berhenti berbinar-binar menatap tapestri besar nan indah di depannya.
"Obi, Haq, Sein. Bantu angkat ini kain,"
Lagi, Thalita dibuat melongo saat melihat apa yang ada di balik tapestri tadi. Sebuah jendela yang lumayan besar. Tapi aneh, jendela itu memiliki lubang kunci.
Mungkinkah kunci kecil tadi untuk membuka jendela ini?
Klik...
Bunyi kunci terbuka. Riski membuka jendela itu, mempersilakan Thalita untuk masuk terlebih dahulu."Sugoi! Dare no?" Sangat mengagumkan, Thalita penasaran siapa pemiliknya.
"Oretachi no desu. Koko wa oretachi no basecamp, sugoi desu ne?"
"Ehh? Kimitachi no?!"
Jadi basecamp ini milik Riski dan kawan-kawan? Gila, seperti ruang privat saja.
¥¥¥
"Thalita, minum?" Ishaq menyodorkan minuman kaleng di tangannya. Pocary sweat.
"Arigatou" sesaat setelah menerimanya, Thalita langsung membuka kaleng minuman itu dan meneguk setengah isinya.
"Etto, nan ji desu ka?" Hampir saja Thalita lupa waktu.
"17.48" Obi yang mendengar pertanyaan Thalita pun menyahut.
"Yabai! Aku harus pulang. Bisa-bisa aku tidak dapat pulang karena kehabisan angkutan kota," buru-buru dia meninggalkan basecamp yang nyaman itu.
¥¥¥
"Thalita-san?" Suara itu telah membuyarkan kecemasan Thalita.
"Belum dapat angkutan?" Tanya seseorang lagi di depannya.
Di depan halte yang sepi, Thalita berdiri kebingungan memikirkan cara agar bisa pulang. Sampai datanglah dua pria dengan dua motor yang berbeda. Riski dengan motor maticnya dan Husein dengan motor klasiknya.
Thalita mengangguk mengiyakan bahwa dia tidak dapat angkutan untuk pulang.
"Mau ku antar pulang?" Husein memberi tawaran.
"Biar aku saja yang antar, aku yang mengajakmu ke basecamp, jadi ini salah ku. Ayo naik, aku akan mengantarmu pulang," Kali ini Riski pun ikut memberi tawaran.
"Ano, helm nya?"
"Bentar, di pos satpam kayaknya ada helm," Husein berniat pergi mengambilkan helm di pos satpam, tapi dicegah oleh sebuah tangan.
"Nggak usah Sein. Aku bawa dua helm," Riski pun membuka jok motornya, mengambil helm putih dari dalam.
"Souka, yasudah. Thalita, kamu ikut Riski aja. Gomen nee,"
"Iie, daijoubu Sein. Makasih udah nawarin," Thalita sudah duduk membonceng Riski, melambaikan tangan ke arah Husein yang mengangguk.
Motor Riski sudah melesat jauh. Namun Husein masih di tempatnya, "Kusso!"
_______________#rialita________________
Kotoba:
Sensei: guru
Nee: bisa diartikan 'hey'
Daijoubu: tidak apa-apa
Desu ka?: Penutup kalimat tanya
Hen na koto: hal yang aneh
Kirei: indah/cantik
Nihon: Jepang
Kara: dari
Omiyage: oleh-oleh
Sugoi: hebat/luar biasa
Dare no?: Milik siapa?
Oretachi no: milik kita
Koko: disini
Desu ne: bisa diartikan 'ya kan'
Kimitachi no: milik kalian
Arigatou: terimakasih
Etto: anu
Nan ji desu ka?: Jam berapa?
Yabai: gawat
Ano: anu
Souka: begitu ya
Gomen: maaf
Iie, daijoubu: nggak masalah
Kusso: sialan/kampret
Note:
Koreksi bila keliru.
Arigatou gozaimasu :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Rialita
RomanceBerkisah lah dalam prosa Rialita. Tentang mereka yang tanpa sengaja merangkai aksara, membentuk kata, hingga tercipta cerita. Ketika mereka mencinta dengan cara yang berbeda. Menikmati jalannya waktu dengan versinya. Dunia memang bukan milik berdua...