20. RUMIT

1.4K 168 74
                                    

Kelas sebelas memang masa-masanya anak-anak SMA Wiyata Mandala diuji dengan kehadiran guru killer. Termasuk Pak Rusman, guru fisika yang mengampu kelas XI-IPA-3, guru yang setiap pertemuannya menampilkan sebuah power point yang berisi materi serta rumus-rumus. Kalau beliau memergoki ada anak yang tidak mencatat penjelasannya, beliau akan menyindir anak itu dengan sindiran pedas sehingga anak itu malu di hadapan teman-teman sekelasnya. Oleh karena itu, selama Pak Rusman masih di dalam kelas, tidak ada yang berani melakukan hal-hal yang tidak ada hubungannya dengan pelajaran.

Ketika beliau keluar kelas sebentar, Selena melirik teman sebangkunya hari ini, Lily. Gadis itu sedang fokus mencatat rumus pada slide terakhir. "Ly?"

"Kenapa?" tanya Lily tanpa menghentikan aktivitas mencatatnya.

"Gue mau tanya deh."

"Buset." Mendengar Selena bicara dengan nada serius, Lily mencatat lebih cepat, agar bisa segera fokus dengan Selena. "Bentar-bentar, gue selesaiin catetan gue dulu. Biar lo bisa ngefoto entar."

"Nah, udah." Lily meletakkan pulpennya di atas meja. "Lo mau tanya apa?"

"Lo suka sama Nuca?" tanya Selena to-the-point, malas basa-basi.

Glek! Lily menelan ludahnya. Ia mendadak gelagapan, karena Lily tidak bisa menafsirkan perihal getaran yang sering muncul saat ia berdua dengan Nuca. Apalagi ia sempat cemburu berat karena Nuca kemarin meminjamkan seragam olahraga pada Selena. Kalaupun benar ia menyukai Nuca, ia tidak akan berani mengungkapkannya secara jujur di hadapan Selena. Itu sama saja menikung sahabat sendiri. Walau bagaimanapun, Selena sudah menyukai Nuca sejak saat hari pertama menginjakkan kaki di sekolah ini, lebih dahulu dibanding dirinya.

"Ya nggak lah," tegas Lily meyakinkan. "Gue mulai deket sama dia sejak gue bantuin Sadam ketemuan sama Niara di mal waktu itu, karena keadaan yang memaksa gue harus ngobrol berdua sama dia. Dan ternyata kami nyambung aja, karena tipe kami sama-sama introvert. Gue ngerasa cocok aja sama dia, sebagai temen."

"Yakin cuma temen?" selidik Selena memicingkan mata. "Gue tahu kok, kemarin kalian sempat makan berdua di kantin."

Lily menelan ludahnya lagi. Ia tak menyangka bahwa ternyata diam-diam Selena menyaksikan adegan itu. "Oh, lo cemburu, ya?" goda Lily sambil terkekeh samar.

Wajah Selena tetap serius, tanpa senyum. "Gimana kalau Nuca yang suka sama lo?"

Lily berusaha santai, ia mengibaskan tangannya ke udara. "Nggak mungkin lah. Dari sekian banyak cewek di sekolah ini yang cantik-cantik, yang suka sama dia, masa iya dia sukanya sama gue? Kayak nggak ada cewek lain aja."

Selena mengangguk. Ucapan Lily ada benarnya juga. Walau Selena tidak tega mengatakannya. Secara fisik, Lily tidak lebih baik darinya. Nuca yang menurutnya sangat sempurna sebagai manusia, pasti akan berpikir lima kali sebelum menaruh perasaan kepada Lily. Selain itu, ia tahu bahwa Lily tipe sahabat yang baik, mana mungkin orang seperti Lily tega menusuknya dari belakang?

"Ya udah, kalau lo cuma temenan sama Nuca, lo comblangin gue sama dia dong," pinta Selena merengek manja. "Pliiiis."

Lily menghela napasnya panjang, api-api kecil di hatinya mulai tersulut. Aduh, berat. Tak lama, pintu kelas terbuka. Pak Rusman telah kembali, secara tak langsung menyelamatkan Lily dari obrolannya dengan Selena yang semakin mencebik-cebik hatinya.

***

Ada yang berbeda dari suasana kelas XI-IPA-3 pada pagi menjelang siang ini. Gitar-gitar berjejer rapi disandarkan pada dinding di belakang kelas. Usai pelajaran fisika, anak-anak yang membawa gitar segera mengambil gitarnya. Ada juga yang tidak membawa gitar, tetapi mengambil gitar milik temannya. Suara beberapa petikan gitar berpadu tidak beraturan. Ada yang hanya menggenjreng asal, ada pula yang sibuk mencari chord gitar dari sebuah lagu di Google, serta ada yang sudah tampak lihai memainkan intro sebuah lagu.

Sahabat untuk Lily [OPEN PRE-ORDER]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang