Bab 4 Tom dan Jerry

9.8K 1K 97
                                    

“Aduh mana ini Mbak Mina kok minumannya nggak datang-datang. Bentar ya, Ken,” Pak Yudho beringsut dari posisi duduknya sambil melongok ke arah belakang.

“Siap Komandan,” jawab Kenan sopan dan penuh hormat.

Komandan peleton muda umur 24 tahun itu tak menyangka akan dapat kesempatan langka. Di saat rekan lainnya dapat penataran dari para senior untuk masuk satuan baru, dia justru selamat sendiri. Entah ada angin apa Danyon, Pak Yudho, mencari tentara baru yang bisa main gitar. Jelas Kenan jagonya. Dia sering didapuk menyanyi sambil bergitar semenjak SMA. Saat di Akmil, dia sering melakoninya. Mengisi waktu luang dari penatnya pendidikan.

“Jadi, lagu apa yang cocok buat hari ulang tahun satuan ini? Yang nggak selalu ‘Selamat Ulang Tahun’ begitu. Kita harus punya konsep baru yang fresh, benar kan?” tanya Pak Yudho berwibawa.

Kenan menata sikap tubuhnya menjadi lebih sopan. “Siap. Izin Komandan, menurut saya ‘Thanks for The Memory’ Frank Sinatra berkesan untuk didengarkan saat momen seperti itu. Izin, maknanya bagus dan mendalam serta tidak melulu menunjukkan bahwa ini ucapan ulang tahun.”

“Oh, ya?” tanya Pak Yudho kagum pada kecerdasan Kenan. “Bisa kamu menyanyikannya?”

“Siap, bisa Komandan,” jawab Kenan penuh hormat. Pak Yudho mempersilakan Kenan menunjukkan bakatnya.

Thanks for the memory. Of things I can’t forget. Journeys on a jet. Our wond’rous week in martinique. And Vegas and roulette. How lucky I was. And thanks for the memory. Of summers by the sea. Dawn in waikiki. We had a pad in London. But we did’nt stop for tea. How cozy it was.”

Pak Yudho hanya bisa terkesima mendengar suara merdu Kenan yang berat dan jazzy. Lagu itu sangat cocok dengan warna suaranya. Apalagi petikan gitarnya sudah pro, ahli. Selaras dengan lagunya yang oldies. Sepertinya Pak Yudho tidak salah memilih Kenan untuk menjadi salah satu pengisi acara HUT satuan sebulan lagi. Pemilihan lagunya cukup bagus.

“Izin Komandan, memang tidak ada makna ulang tahun yang tersirat. Izin, menurut saya lagu itu bisa membawa perasaan kita pada sebuah rasa nyaman dan damai. Seperti saat berada di kesatuan ini. Pasti banyak yang merasakan memori indah di sini. Izin petunjuk?”

Pak Yudho menepuk pundak Kenan bangga. “Saya setuju sama kamu. Mendengar suaramu saja membuat saya ingin sepuluh tahun lagi di sini.” Lalu lelaki itu terbahak keras.

“Siap Komandan,” jawab Kenan rendah hati. Baginya pujian adalah sebuah beban yang harus ditanggung.

Okay lanjutkan!” simpul Pak Yudho sambil tersenyum bangga.

“Ini ngomong-ngomong ke mana minumnya?” Pak Yudho kembali gusar. Lelaki itu melongok ke lorong rumah menuju dapur, “Mbak Minaaa!”

“Sebentar, ya, Ken?” pamit Pak Yudho sambil berjalan ke arah belakang. Pak Yudho sudah menduga pasti ART itu sedang asyik HP-an atau apa. Beliau maklum Mbak Samina masih muda, sekitar tiga puluhan.

“Alea, mana Mbak Samina?” buyar Pak Yudho pada anak semata wayangnya yang entah sedang belajar atau cuma pura-pura. Secara, Alea hanya terlihat sedang mencorat-coret bukunya.

Alea mendongak manis dan tersenyum, “Lea nggak tahu, Pa.”

“Papa minta tolong buatin teh, ya, buat tamu di depan. Kamu nggak belajar, kan?” tebak Pak Yudho yang membuat Alea nyengir.

“Siap Papa,” jawab Alea setengah girang. Bisa curi pandang dikit sama inceran baru, pikirnya.

Tak butuh waktu lama, Alea terjun ke dapur setelah melongok ke dalam kamar Mbak Samina. Terjawab sudah kenapa dia nggak nyahut saat dipanggil-panggil, Mbak Samina ketiduran sambil pakai headset. Alea cuek dan memilih meracik teh lemon kesukaannya. Mungkin kesukaannya bisa jadi kesukaan cowok di depan, pikir Alea singkat.

Papa Duren // RepublishTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang