"Keutamaan dhuha?"
Ara lagi-lagi menghela napas gusar. Pertanyaan demi pertanyaan sudah terlontarkan dari berbagi mulut: Farel, Sandy, Juna, atau pun Charisa.
"Sebenarnya banyak keutamaan dhuha. Beberapanya seperti: dilancarkan rezekinya, masuk surga lewat pintu khusus, dimudahkan segala urusannya dan waktu yang tepat agar doa diijabah."
Mereka manggut-manggut mendengar kan. Charisa yang awalnya malas untuk sekedar datang kerumah Ara pun mulai tertarik akan obrolan mereka.
"Diijabahnya doa? Em...lo kenapa nggak sholat dhuha aja? Biar suami lo pulang!" celetuk Juna membuat raut Ara berubah sendu.
Pikirannya kembali pada Rey. Lelaki yang sudah hampir dua bulan pergi entah kemana. Meski Rey pergi, lelaki itu masih mengirim nafkah untuk Ara, terbukti dengan setiap dua minggu sekali ada tukang pos yang mengirim paket berupa uang, dan itu dari Rey.
Dan ketika Ara mencoba mencari tau keberadaan Rey lewat tukang pos itu pun, hasilnya nihil. Seolah Rey benar-benar seperti jarum ditumpukan jerami. Sulit sekali untuk menemukannya.
"Udah. Allah belum ijabah aja." jawab Ara lirih. Ia berusaha keras untuk tetap berikhtiar, ia tak boleh putus doa, ia yakin pada Allah. Dan ia masih percaya akan pesan Rey yang akan kembali nanti. Meski itu tak tau kapan.
"Kenapa belum? Katanya waktu yang tepat diijabahnya doa. Nggak dikabulin gitu?"
Ara menarik napas dalam-dalam, perlahan ia menghembuskannya. Pertanyaan Charisa itu membuat Ara puyeng.
"Bukan nggak diijabah, Allah selalu mengabulkan doa hambanya kok. Seperti namanya, Al mujiibu Maha mengabulkan. Allah selalu menjawab 'iya' atas doa hambanya. Iya Allah kabulkan sekarang. Iya, tapi Allah mau lihat usaha kita dulu, dan Iya, tapi Allah tau yang lebih baik buat kita."
Mereka tampak manggut-manggut lagi, Felly sibuk berebut kacang dengan Sandy, meski indra pendengarannya masih mendengar jelas.
"Kalau Rey nggak balik gimana? Sebulan lagi anak lo lahir, yakin dia balik? Sekarang dia ada kabar aja enggak."
Celetuk Andi sembarangan. Bukannya menguatkan Ara, membangkitkan keyakinannya atau pun membantu Ara, dirinya malah membuat benteng keyakinan Ara perlahan roboh.
Ara tersenyum simpul. Meski perkataan Andi ia setujui. Mengharap yang tak pasti itu bisa berujung kekecewaan. Tapi, kembali Ara tepis pikiran buruknya, ia yakin suaminya akan kembali. Meski pun Ara tak tau apa yang Rey lakukan ditempatnya sana.
"In sya Allah Mas Rey kembali. Segalanya aku serahkan pada Allah. Aku bergantung pada Allah, karna aku yakin Allah nggak akan kecewain aku."
***
Tiga bulan sudah berlalu, hari-hari Ara serasa datar-datar saja. Harinya selalu ada teman-temannya yang datang dan sekedar berbincang-bincang menemaninya.
Pembahasan mereka lebih banyak soal islam. Telebih Charisa yang dipaksa hijrah oleh kakaknya. Gadis itu pun terpaksa tinggal bersama Ara dan Felly dirumah Ara, itu tentu karna paksaan dari Farel.
Beberapa bulan terakhir ini, Farel, Sandy, Juna juga Charisa lebih banyak membahas persoalan ilmu islam. Seolah hidayah datang melalui Ara.
Ara pun tak bosan untuk membagi ilmu, sekedar hanya untuk menghibur diri dan melupakan masalah-masalahnya sejenak.
Kerinduan setiap malam menghantui Ara. Pelukan guling tidak bisa membuatnya nyaman dan hangat seperti dekapan Rey. Mou yang selalu Ara ajak bermain pun seolah dicuekin oleh Ara.
Aktifias Ara seperti hanya maraton saja: tahajud, baca qur'an, subuhan, mandi, beresin kamar, dhuha, murojaah, dhuzur, tidur siang, ashar, olahraga, mahgrib, nonton tv, isya tidur. Hanya seperti itu dan berputar terus. Tak ada hal menarik setiap harinya.
Tentu disetiap detiknya ia mengharap kehadiran sang kekasih. Rasanya seperti mustahil, tapi ia mencoba yakin pada sang Illahi.
Usia kandungannya sudah masuk sembilan bulan. Perkiraan lahirannya tiga hari lagi. Ketakutan Ara semakin membeludak. Bisa kah Rey kembali sebelum tiga hari itu? Akankah ia dan bayinya selamat?
"Arrghh!" Ara mendesis, sembari meremas perutnya. Sakit sungguh perutnya. Ara yang sedang memasak didapur pun seketika tersungkur dibawah. Ia masih meringis kesakitan.
"FELLY!! MBOK!!! CHARISA!! ARRGHH!!! sakitt..." ringisnya, seketika Felly, Charisa dan Mbok Siti berlari menuju Ara.
Darah sudah mengalir hingga kekaki Ara. Segera mungkin Felly ngacir menuju perumahan Farel, ditariknya cowok itu, dengan panik Mbok Siti langsung menghubungi pihak keluarga Ara.
Charisa langsung panik. Dia sungguh takut akan darah, karna tak mau frustasi, ia langsung menelfon pihak rumah sakit.
***
Kini Ara sudah berada diruang persalinan. Sebelum masuk, Ara harus konsultasi dulu pada Dokter jantungnya, ia diintruksi untuk caesar.
Ara terus merapalkan doa dan istigfar. Rasa sakit diperutnya begitu dalam. Ia sudah menangis air mata dan banjir keringat.
Nama Rey lah yang selalu teringat diotaknya. Pria itu yang selalu ia harapkan. Keluarga dan teman-temannya sudah mencoba menghubungi Rey, tetap saja hasilnya nihil.
Semua orang sudah sangat panik. Terlebih Ara, rasa sakit ditambah mengharap kedatangan Rey membuatnya semakin frustasi. Operasi caesar nya akan segera dilakukan. Tapi dimana Rey?
Ara ingin Rey menggenggam erat tangannya, memberinya semangat, menemaninya berjuang, dan yang akan mengazani juga memberi nama anak mereka. Itu yang dulu Rey ucap kan, ia yang akan memberi nama anak mereka.
Mas...dimana kamu? Aku butuh kamu...datang mas, datang...hiks
***
Apakah Rey kembali? Selamat nggak Ara sama anaknya? Iya atau nggak nih?
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodohku Ya Kamu[Selesai]
Novela Juvenil[SELESAI] "Aku mencintaimu karna Allah. Maka, biarlah hanya Allah saja yang akan memisahkan kita kelak. Dan, aku berharap Allah mempertemukan kita kembali di Jannah-Nya". --Jodohku Ya Kamu--- (SPIRITUAL-ROMANCE) *** HARAP TINGGALKAN JEJAK B...