Part 68

58 10 0
                                    

Pagi yang indah ini aku terbangun dari tidurku. Aku berada di sudut tempat tidur dengan dua lembar foto yang masih ku genggam erat di tangan kananku. Mataku terasa sangat berat saat membuka mata dan menyadari sudah menunjukkan pukul 06.45 WIB. Menatap foto itu membuatku menjatuhkan air mata lagi pagi ini.

"Ma, Pa! Suatu hari nanti Naya pasti bertemu kalian, Papa Bima akan menepati janjinya" gumamku sembari mengusap air mataku

"Naya harus semangat untuk Mama Papa" ucapku mencoba semangat dan ceria meski hatiku masih menangis

Aku bergegas merapikan tempat tidurku tanpa perlu melipat selimut yang sama sekali tidak kugunakan semalam. Lalu beranjak pergi ke kamar mandi untuk bersiap-siap berangkat sekolah. Hari ini Papa Bima memintaku untuk berangkat dengan kak Mitha menggunakan mobil. Papa Bima mungkin takut Naya kepikiran dengan orangtua kandung Naya, dan tidak fokus dijalanan.

Sesampainya di sekolah Dena, Ridan dan Elsa berlari dan berteriak memanggil namaku.

"Naya! Naaaay!" Sembari berlari menghampiriku yang berjalan dengan langkah tanpa semangat

"Nay, yuk! Kamu harus ikut kami" sahut Dena dan mereka menarik kedua tanganku menuju mading sekolah

"Ada apa sih" teriakku melihat mereka yang menarik-narik tanganku

"Kamu harus lihat!" kata Ridan dengan semangat

Sesampainya di depan mading, mereka melepaskan tanganku "Nay kamu lihat itu" tunjuk Elsa ke sebuah kertas yang sangat aku kenali itu. "Puisi kamu terpilih Nay!" teriak Elsa dan tertawa bahagia melihat puisi coretan tanganku sendiri berhasil terpilih untuk di sematkan di mading sekolah sampai akhir bulan Februari nanti.

Mataku menatap kembali lembar kertas itu, aku meyakinkan kembali apakah itu adalah puisi milikku atau bukan. Dan ternyata benar itu adalah puisiku, sebuah senyuman kini melintang di wajahku melihat puisiku akhirnya berhasil memenuhi mading ini.

"Selamat ya Nay puisi kamu di pilih" sahut Dena sembari memelukku

"Apa ku bilang, kamu pasti sukses Nay di dunia kata-kata" ucap Ridan menepuk-nepuk pundakku.

"Congrats Naya" teriak Dena dan memelukku dengan lembut yang diikuti oleh Ridan juga

"Nay! Selamat ya" kata Ken membuyarkan kami yang masih saling berpelukan di depan mading sekolah

"Makasi ya Kak! Berkat bantuan kakak, Naya akhirnya bisa jadi bagian anak jurnalistik" ucapku sembari tersenyum melihat lelaki yang sudah membantuku itu.

"Nay, semua karna semangat kamu" balas Ken dengan memegang kedua tanganku dengan penuh kelembutan.

"Tapi juga karna kakak udah___" sebelum ucapanku selesai ku lontarkan kak Ken menutup mulutku dengan jarinya. lalu merengkuh tubuhku ke dalam dekapannya.

"Udah ya Nay, kamu gak perlu berterimakasih sama kakak. Puisi kamu terpilih karna kamu memang jago berkata-kata" lirih Ken yang membuatku terdiam di pelukannya.

Lagi-lagi aku merasa nyaman di pelukan laki-laki ini. Kesedihan yang mengguncang hidupku terasa lenyap setelah mendapat dekapan dari kak Ken. Dia seperti memiliki magic di dalam tubuhnya yang bisa menyerap seluruh kesakitan di dadaku dan menghempaskannya jauh-jauh dari relung hatiku yang terdalam.

Entah perasaan apa ini yang membuatku selalu nyaman dengan kak Ken. Pertanyaan yang masih menodong kepalaku dan sampai detik ini belum menemukan jawabannya. Yang pasti Aku ingin selalu berada di dekat nya.

Raffa terdiam mematung melihat pemandangan yang ada di hadapannya saat menginjakkan kaki di sekolah. Hatinya merasa sedih, sakit dan sepertinya itu adalah perasan cemburu yang membara di dadanya.

Dengan berat dia beranjak melangkahkan kakinya meski ingin menarik Naya dari Ken tapi apa daya Raffa tidak berhak melakukannya. Dan tidak ingin jabatan cowok berengsek dari Naya kembali lagi tersemat pada dirinya.

***

Saat Bel istirahat berkumandang di sekolah, aku memilih untuk tidak pergi ke kantin bersama sweet squad saat mendengar Elsa mengajak Evita istirahat bersama.

Aku tidak mau Evita menolak dan menjauhi teman yang lainnya juga karena kehadiranku. Aku memberi kode ke Dena supaya mereka tidak mengajakku agar Evita tetap bersama mereka.

Namun, Dena mengajak Sweet Squad ke papan mading depan sekolah dan meminta Evita untuk membaca puisi dari Renaya itu yang di buat khusus untuk sahabatnya Evita yang sudah menjauhinya dan mungkin juga membenci Naya.

"Lho kok kita ke sini sih?" tanya Evita bingung melihat teman-temannya menariknya menuju mading sekolah

"Kamu harus baca yang ini" tunjuk Ridan ke sebuah kertas putih yang di bingkai dengan hiasan yang cukup menarik dan enak di pandang mata.

"Apaan sih itu" tanya Evita sambil garuk-garuk kepala tidak mengerti maksud teman-temannya

"Udah vit jangan banyak nanya, baca aja" sahut Dena

"Cepetan baca" kata Elsa memerintahkan Evita

" Iya, iyaaa! Nih aku baca" seru Evita dan mulai membaca kata perkata dari puisi tersebut

Sahabat adalah anugerah

Susah, senang, good mood pun bad mood

Sahabat tetap ada melekat

Sahabat adalah makhluk yang paling setia

Sahabat adalah pemilik kunci rahasia

Si pemungut segala asa

Tak kenal masa

Tak merubah rasa

Jarak bahkan waktu bukan menjadi penghalang

LDR itu bukan hanya milik pasangan

Sahabat juga tau rasanya ldr

Kemarin, hari ini, esok dan nanti

Sahabat tetap jadi sahabat

Sahabat bukan sembarang sahabat

Sulit di temukan

Sulit pula di lepaskan

Apakah aku juga seorang sahabat untukmu?

Satu Tujuh Cheers (TELAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang