-in your eyes-

633 93 68
                                    

a sprinkling of rain in your eyes

- Ada taburan hujan dimatamu, yang menyejukan dadaku. Menyuburkan ke gersangan hatiku, yang lama dilanda musim kemarau oleh waktu. Oleh dinginnya dunia. Oleh tumpah darah -

.

.

.

.

Aku memandang wanita itu penuh takjub. Matanya yang jernih berkilau. Sementara titik-titik air gerimis mulai membasahi wajah eloknya. Kulitnya pun bercahaya. Meskipun rintik hujan berusaha menutupinya. Namun wanita itu tak peduli. Tangannya gemulai menggapai udara. Tubuh pun bergerak mengikuti suara gumaman dari mulutnya. Ia menari. Sangat indah.

Angin gelayut berbisik. Membawa kesejukan, tatkala pohon-pohon pun bergoyang perlahan, mengikuti tarian wanita itu. Pakaian suteranya pun tak ketinggalan mengiringi setiap lekuk tubuhnya. Kemudian kulihat ia tersenyum kepada sang angin, membuat dadaku berdesir oleh jelitanya.

"Ah, Pengawal Kim!" Wanita ayu itu tersentak dan menghentikan tariannya. "Sejak kapan anda berada disana?"

"Selalu menari di tengah hutan kala rintik hujan mulai turun. Apakah anda tidak kedinginan?"

Jelaga wanita itu demikian jernihnya. Membuatku tak henti-hentinya terpana.

"Kim Tae Hyung" Dia menatapku lurus-lurus saat bahasa yang dia katakan berubah menjadi tidak formal. "Apa kau merindukanku?" ucap wanita itu membuatku tersenyum "Karena aku merindukanmu."

.

.

.

Kami bersandar disebuah pohon besar diantara banyaknya pohon yang mengelilingi kami. Sementara hujan mulai mereda menyisakan rintik-rintik terakhirnya. Wanita itu tetap cantik dan anggun meskipun rok sutera nya setengah basah.

"Aneh sekali, sepertinya langit selalu menangis setiap anda pulang dari penugasan." gumamnya dan tersenyum kecil menatap matahari yang mulai muncul di sela awan yang mendung.

Kemudian, wanita itu mengulurkan tangan kanannya ke langit. Menunjukkan telapak tangannya ke arah Raja Api yang masih redup. Cahaya sang matahari menembus di antara celah jemarinya. Membuat wanita itu menyipitkan mata karena cahaya sang bintang yang menerpa wajahnya.

Tangan kiriku terangkat, meraih tangan kanannya yang masih mencari kehangatan dari bintang pijar itu. Kuselipkan jemariku di antara jemarinya. Menggenggam tangannya erat, membawa tangan itu ke dadaku. Tempat dimana jantung ini berdetak memanggil namanya.

"Bae Joo Hyun"

Kami saling bertatapan. Mencoba menyampaikan sesuatu yang tak dapat diucapkan lewat kata-kata sederhana. Yaitu, cinta.

"Mungkin langit membenciku" kataku dan membelai pipinya lembut. "Karena, dia tidak bisa memiliki hatimu."

Wanita itu tersenyum. Begitu indah dan murni laksana embun pagi.

"Tidak. Aku menyukai hujan." Katanya terdengar seperti anak kecil. Membuatku semakin merindukannya. "Aku menyukai langit. Dan____"

"Tapi kau lebih menyukaiku" kilahku , membuatnya kehabisan kata-kata. "Aku benarkan?"

Kulihat pipi seputih susu itu memerah. Ia memalingkan wajahnya. Sementara tanganku masih menggenggam tangannya erat. Tanganku yang lain meraih pinggulnya. Menarik tubuhnya mendekat. Wanita itu terbelalak, karena aku jelas lebih kuat darinya. Tentu saja, aku adalah kesatria pelindung. Otot ditanganku sudah terbiasa menenteng pedang yang begitu berat. Bahkan sanggup menggendong dan membawa lari wanita itu.

"Anda tidak menjawab?" godaku, kali ini dengan bahasa yang formal.

"Ya! Kau ingin aku menjawab apa?" Katanya mencoba menghilangkan ke gugupannya.

Aku tersenyum melihat tingkah wanita itu. Sangat menggemaskan.

"Aku akan membuatmu mengakuinya" ucapku membuat wanita itu menatapku penuh tanda tanya.

"Apa maksud___"

Aku mencium bibir manisnya. Bibir yang begitu ranum nan basah menggoda. Melumatnya lembut dengan rasa rindu yang bergelora didada. Mencicip sisa rasa rinai hujan yang sudah terlebih dulu mencumbu kulit bibirnya.

Mata wanita itu kian melebar. Menunjukkan betapa terkejutnya dirinya. Ia bahkan tak dapat mengatakan apa-apa.

"Kau tidak menyukainya?" godaku.

"Bu-bukan begitu tapi__"

"Ahh, jadi kau menyukainya?" kataku penuh selidik. Wajah wanita itu lantas semakin memerah. "Kalau begitu, haruskah aku melakukannya lagi?"

"Pengawal Kim, kau____!"

Kali ini aku memeluk tubuhnya. Membagi degub jantungku yang merindukannya. Menghirup dalam-dalam wangi bunga anggrek dari lehernya.

"Aku merindukanmu, Bae Joo Hyun." bisikku, dan memeluknya lebih erat.

Rintik hujan telah berhenti. Dan kurasakan kehangatan tangannya meraih punggungku lembut.

"Aku juga." bisiknya dan menyenderkan kepalanya dipundakku.

Sungguh aku bersumpah di atas pedang kerajaan. Aku mencintainya. Merindunya siang malam meski darah mengotori lengan bajuku. Meski entah berapa ratus nyawa manusia berakhir di ujung pedangku.



Dewa, tolong jangan hukum cinta ini.

Cinta seorang pengawal, kepada seorang Kisaeng.







Note penulis:

Ini work yang saya tulis ketika masih SMP. Jadi mohon maaf jika ada kurangnya. Sayang kalau tidak diposting.

Sebenernya ini oneshot. Tapi tergantung pembaca yang budiman. Apakah mau dilanjut atau tidak ya kira-kira? Aku tes ombak dulu. Kalau banyak yang suka, akan aku lanjut.

Jangan lupa vote dan komen untuk apresiasi penulis ya. Hope you understand. :)

.

.

.

.

.

.

.

.

Sprinkling of Rain [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang