Oek oek
Suara tangisan bayi kecil itu membuat kelegahan bagi semua orang. Bayi perempuan kecil Ara dan Rey telah lahir. Alhamdullilah nya, atas ke-Maha Kuasaan Allah, kedua nyawa itu terselamatkan.
Ara menangis haru menggendong bayi cantik itu. Ia tersenyum gemetar. Sejenak, ia dipindah keruang rawat setelah bayinya dibersihkan.
Orang tua serta mertua dan teman-temannya langsung masuk. Kebahagian terpancar dari wajah mereka, meski Charisa memaksakan bahagia.
Mata Ara mencari-cari sosok yang sedari tadi ia tunggu. Tetap saja lelaki itu tak ada. Ummi Maryam langsung memeluk mantunya itu, tau akan apa yang mantunya rasakan.
"Sayang, selamat ya. Kamu hebat, terimakasih nak." Ara mengangguk haru. Ummi Maryam melonggarkan pelukannya.
Ucapan selamat terlontar dari banyak mulut. Tapi, suara yang ingin Ara dengar tak kunjung hadir. Ara cemas, siapa yang akan mengazani anaknya? Siapa yang akan memberi nama anaknya? Ia menginginkan Rey lah yang melakukannya, tapi seperti mustahil.
"Ara? Izinkan abi yang mengazani anakmu." Ara menoleh kearah Abi Arif, matanya sendu. Raut kesedihan terpancarkan, ia sendiri tak tau harus bagimana. Jika menolak, akan kah Rey datang? Jika mengiyakan, Ara ingin Rey yang mengazani.
Ting.
Ponsel Ummi Maryam berbunyi. Dibukanya pesan itu, dan itu dari putranya, Rey. Mata Ummi Maryam berbinar.
"Ara, Rey mengirim pesan pada Ummi." Seketika mata Ara berbinar-binar. Segeralah ia ambil ponsel ummi Maryam. Dibukanya dua pesan itu. Pesan itu berisi pesan suara dari Rey juga pesan tertulis singkat.
Dibukanya pesan suara itu, suara itu adalah suara azan yang merdu dari Rey. Suara yang selama ini Ara rindukan. Ara langsung menempelkan ponsel itu didekat telinga putrinya. Putrinya terlihat diam menghayati, tersenyum tipis mendengarnya, hingga azan itu selesai. Dan satu pesan tertulis singkat dari Rey.
Aghata. Humaira Aghata Asilla. Terimakasih perjuanganmu sayang.
Air mata Ara semakin deras menetes. Selama ini Rey tak bisa dihubungi, sekalinya ia mengirim pesan itu singkat, dan ketika Ara menelfon Rey menggunakan ponsel ummi Maryam, hasilnya sama seperti dulu kala, ponselnya tidak aktif.
"Humaira Aghta Asilla. Nama untuk putri kami." ujar Ara lirih berlinang air mata. Dikecupnya kening sang putri. Tangisnya semakin deras, ia menginginkan Rey, sampai kapan Ara harus menunggu pria itu?
***
Tiga hari berada didalam rumah sakit, kini Ara dan putrinya sudah diizinkan pulang. Ara membaringkan putrinya diranjangnya dengan lembut. Ia ikut tidur disamping putri kecilnya itu.
Lagi-lagi ia menangis, sejujurnya Ara lelah bila harus menangis terus, ia tak kuat seperti ini. Tapi, ia harus terus sabar. Toh, ia pun tak tau apa yang harus ia lakukan.
Tok tok tok
Ketokan pintu itu membuat Ara menyeka air matanya. Ia perlahan beranjak dari ranjangnya. Ia membuka pintu itu perlahan, dan menampilkan figur Farel.
"Ada paket dibawah." Ara mengangguk lalu menutup pintu dan turun bersamaan dengan Farel. Ara menemukan keluarga dan teman-temannya diruang tengah, ia hanya tersenyum dan melanjutkan jalannya menuju pintu. Disana sudah ada tukang pos yang berdiri membawa sebuah paket.
"Ini mbak, silahkan tanda tangan." Ara langsung mengambil paket itu dan menanda tanganinya, setelahnya tukang pos itu berlalu pergi.
Ara langsung masuk dan ikut duduk bersama diruang tengah, perlahan Ara membuat paket itu. Tebakan Ara, paket itu berisi uang dari Rey seperti biasanya, tapi baru lima hari kemarin Rey mengiriminya uang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodohku Ya Kamu[Selesai]
Ficção Adolescente[SELESAI] "Aku mencintaimu karna Allah. Maka, biarlah hanya Allah saja yang akan memisahkan kita kelak. Dan, aku berharap Allah mempertemukan kita kembali di Jannah-Nya". --Jodohku Ya Kamu--- (SPIRITUAL-ROMANCE) *** HARAP TINGGALKAN JEJAK B...