[49] Kisah Semangkuk Bubur

2.7K 384 11
                                    

Diam ku memiliki makna

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Diam ku memiliki makna. Sunyiku memiliki suara.

***

Kedatangan tiga tamu sekaligus membuat rumah kontrakan Dodit menjadi sesak. Dodit melempar pandangan lelah kepada Raja yang menanggapi dengan mengangkat bahu.

“Aku cuma memberitahu Husein, aku nggak mengira kalau Nadia dan Rahma juga datang.” Raja berkata tampak bersalah.

Husein langsung menghampiri Dodit, duduk bersimpuh dan menangkup wajahnya. “Lo nggak pa-pa kan? Sini gue cek dulu. Ya Allah panas banget Dit.”

Dodit menepis tangan Husein, dia bangun perlahan dan duduk bersandar di tembok. “Saya nggak papa Mas, demamnya juga sebentar lagi turun, saya sudah minum obat.”

“Benaran nggak pa-pa? Sudah berapa lama demamnya? Lebih baik bawa ke dokter aja.” Rahma menyarankan.

Seperti Husein, Rahma memberikan kekhawatiran yang berlebihan. Dodit merasa seperti orang yang berada dalam ambang kematian, sehingga mendapatkan tatapan prihatin dan sedih. Dodit mengibaskan tangan.

“Nggak usah Mbak! Beneran deh, saya baik-baik saja.”

Lalu mata Dodit bertemu dengan seorang perempuan yang berdiri di ambang pintu, dengan latar belakang senja yang mulai tenggelam, kerudung putihnya bercahaya dan menyilaukan mata.

“Assalamualaikum.” Nadia memberikan salam. Dia melangkah masuk.

“Wa-walaikumsalam.” Dodit menjawab canggung, dia segera menarik selimut, menutupi tubuhnya yang mungkin sekarang basah dan bau keringat. “Masuk Mbak.”

Nadia duduk di samping Raja, namun ketika masuk ke dalam rumah sampai dia duduk, perempuan itu tidak melepaskan pandangannya dari Dodit. Tidak berkedip namun tidak pula bersuara.

“Kenapa kalian semua ada di sini?” Dodit bertanya dengan lelah. “Bagaimana kalau kalian ketularan sakit saya? Kan bisa bahaya.” Dodit memundurkan tubuhnya lagi ke tembok menjaga jarak.

“Kita khawatir Dit! Itu hal yang wajar. Pas dengar lo demam, gue langsung kasih tahu Rahma dan Rahma kasih tahu Nadia. Gue nggak bisa...” Husein menoleh ke belakang, pada Nadia yang duduk bersimpuh dan memangku sesuatu di atas lutut. “Gue nggak bisa nggak melarang mereka untuk nggak ikut.”

“Kompresnya sudah diganti belum?” tanya Rahma menyambar handuk yang tergeletak di lantai, dilempar tanpa sadar oleh Dodit ketika melihat kedatangan Husein, Rahma dan Nadia. “Kering kayak gini! Raja lo emang nggak becus jaga orang sakit.” Sekarang dia memarahi Raja.

Jodoh Terbaik Nadia [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang