Kalau Allah menghendaki, kita akan bertemu. Tapi kalau Dia berkeinginan lain, mungkin ini perpisahan. Hanya Allah yang mampu untuk melakukan itu semua
***
“Saya akan pergi berlayar, melihat langit luas dan samudera tanpa batas.”
Perkataan Dodit Dirgantara, terus terngiang, menghantui di setiap kali Anita Cendana menghela napas, rasa takut tidak bisa bertemu, membuatnya tidak bisa menjalani hari. Sulit! Ketika hatimu sudah terpatri nama seseorang namun seseorang itu memilih untuk pergi.
Duduk di sini, di bawah matahari senja. Anita berada di taman rumah sakit, di salah satu bangku tempat di mana dia menyatakan perasaannya pertama kali kepada Dodit. Bersama melipat bangau kertas yang berisikan banyak harapan Aisyah.
Angin menyapa, menerbangkan helai demi helai rambut panjang Anita, dia biarkan menutupi pandangan ketika dia menengadah pada semburat jingga yang sudah menghiasi angkasa.
Kedua tangan Anita memegang sebuah kotak putih yang diletakkan di atas paha. Sebuah kotak, sebuah harapan terakhirnya untuk bisa menjadi alasan menahan Dodit agar tidak pergi.
“Dokter Anita.”
Anita menurunkan kepala, dia mengenali suara ini, bahkan ketika dia menutup mata, dia bisa melihat lelaki itu tersenyum dan memanggil namanya.
“Maaf saya terlambat, saya harus berbenah. Mengirim barang saya terlebih dahulu ke Bandung,” Dodit duduk di sampingnya.
Lelaki itu membawa wangi segar, rambutnya masih basah, pastilah setelah berkeringat banyak—membersihkan rumah kontrakan dan memasukkan barang ke dalam kardus—dia segera mandi dan menemui Anita. Harum daun mint bercampur dengan udara sejuk sore hari.
“Kamu benaran berangkat lusa?” tanya Anita. Dia menatap Dodit tidak berkedip semenjak lelaki itu duduk di sampingnya. “Benaran kamu nggak mengurungkan niat kamu?”
Lagi!
Dodit selalu menengadahkan wajah, memanjakan mata pada langit senja yang memberikan keindahan.
“Apalagi yang saya cari di sini? Nggak ada yang bisa saya lakukan di ibukota Jakarta.” Dodit berkata dan dadanya tertarik, menarik napas dalam. “Lebih baik saya pulang. Di sana, saya bisa memikirkan apa yang harus saya lakukan.”
Dodit menoleh kepada Anita, dia tersenyum. “Dan saya mendapatkan email hari ini. Dokter! Saya bisa bekerja di Kapal Pesiar The Golden bulan depan. Destinasi pertama kami kali ini adalah Mesir. Ah! Saya ingin sekali melihat Sungai Nil.” Dia menganggukkan kepala. “Saya pastikan ketika kapal mendarat dan mendapatkan kesempatan beristirahat, saya ingin mengunjungi tempat itu.”
“Sungai Nil?” Anita mengulang perkataan Dodit. “Aku pernah ke sana, ke sungai Nil. Nggak ada yang istimewa.”
Dodit menggeleng dan memberikan ekspresi prihatin kepada Anita. “Itu karena kamu nggak tahu cerita menganggumkan dari sungai Nil.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Terbaik Nadia [End]
Духовные"Kamu membuatku hanya memiliki satu pilihan. Melepaskan kamu, itu yang bisa aku lakukan." - Nadia Humaira Nadia Humaira adalah perempuan yang terobsesi dengan penyempurnaan diri. Dia tidak mempercayai cinta walaupun umurnya sudah siap untuk menikah...