SEBONGKAH ES

19 2 0
                                    

          Pagi itu cuaca cukup cerah, Adit, Fadli, Arif, dan Bima yang kebetulan sudah datang sejak pukul setengah tujuh memilih untuk duduk di atas motornya masing-masing sambil berbincang.

"Lo semua pada aneh gak sama sifatnya si Reynand?" Tanya Arif .

"Bener banget, kayanya anak itu agak susah untuk kenal sama orang baru." Jelas Fadli berusaha pada temannya.

"Suuutttt... itu orangnya dateng!" Bima memberi kode kepada temannya yang langsung menengok seseorang yang sedang mendorong motornya.

"Lo kenapa Rey?" Tanya Adit sambil berjalan mendekati Rey yang sedang mendorong motornya.

           Perhatian mereka berpusat pada Rey yang mengucurkan keringat cukup banyak di dahinya. Mana mungkin hanya mendorong motor dari gerbang ke parkiran ia bisa sangat kelelahan seperti itu.

"Ini tadi ban motor gue kempes di jalan." Cerita Rey sambil memarkirkan motornya di samping motor Arif.

"Ya ampuun sini duduk dulu." Bima menarik Rey untuk duduk di bangku yang terletak di sisi parkiran.

"Nih minum, Arif menyodorkan air mineral kepada Rey." Yang diberikan malah balik menatap.

"Thanks." Rey mengambil air mineral dari tangan Arif dan langsung meneguknya.

"Nanti pulang sekolah biar kita derek motor lo ke tukang tambal ban." Ungkap Adit sambil memeriksa ban motor Rey seperti tukang tambal ban.

"Gak usah biar gue dorong sendiri aja." Jawab Rey tak enak.

"Ga usah gak enakan gitu, lo kan temen kita juga." Jelas Fadli diiringi senyuman Rey untuk pertama kalinya sejak masuk sekolah.

           Dalam hati Rey bergumam, mereka sepertinya sangat baik dan seharusnya ia bisa lebih terbuka dengan teman barunya ini, memang dirinya berusaha untuk menjadi orang yang mudah bergaul namun terkadang rasa was-was akan seseorang yang baru ia kenal seringkali menyulitkannya untuk menjadi orang yang pandai bergaul. Terlebih ia menilai dirinya sebagai orang yang tidak cepat membaca sifat seseorang, mungkin ia bermaksud baik dengan tidak mudah menilai orang lain hanya dalam beberapa detik saja. Baginya sifat seseorang akan terlihat setelah banyak masa yang dilalui, tapi temannya kali ini berhasil membuatnya mendapatkan rasa nyaman layaknya seorang teman yang sudah cukup lama saling mengenal. Bukankah memang tiga bulan merupakan waktu yang cukup lama, nyatanya tidak bagi Rey, tak ada yang tahu bahwa dalam diam ia mengamati baik-baik sikap dan sifat teman-teman baru nya satu persatu.

           Mereka berlima memasuki kelas diiringi dengan candaan garing yang dilontarkan Arif, membuat beberapa anak perempuan yang sudah duduk di  dalam kelas menatap aneh kepada mereka. Tentu saja ini adalah kejadian tak biasa, bagaimana mereka bisa membuat Rey si batu es bisa tertawa bersama mereka, apa mungkin Rey dihipnotis oleh bacotannya Arif atau Rey sedang dalam keadaan mabuk berat yang membuat dirinya tidak bisa bersikap seperti biasanya, dingin.

"Dit... dittt kok bisa?" Ana menarik Adit keluar kelas.

"Aduuh Ana pelan-pelan dong aa Adit kesakitan nih." Adit meringis karena Ana menariknya cukup kasar.

"Isssh apaan si lo!" Ana mendorong Adit cukup keras.

"Tadi narik-narik sekarang dorong-dorong, Ana kenapa sih lagi PMS ya, atau lagi bimbang kangen sama Adit?" Adit tersentum dengan sangat lebar.

"Kepedeaan banget lo!" teriak Ana membuat Adit cemberut.

"Itu si manusia batu es kenapa bisa ketawa-ketawa, lo pada apain dia?" Tanya Ana dengan nada penasaran.

Teman Sekelas (please say) Teman SekilasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang