6

21 7 3
                                    

Mobil berbelok ke jalanan satu arah yang sedikit lebih kecil dari jalan sebelumnya. Beberapa menit lagi mereka akan segera tiba di tempat tujuan. Paman Leo menyuruh David dan Davka untuk mengambil semua tas ransel yang ada di belakang dan membagikannya ke semua orang kecuali Nenek Lim dan Made. Umur Nenek Lim sudah renta, sehingga tidak memungkinkan untuk membawa tas yang berat, dan Made, kondisinya sedang memburuk sekarang. Dia tidak akan mampu untuk membawanya.

Saat mobil berjalan, sebuah gedung rubuh beberapa meter di belakang sana dan menimpa benda-benda yang ada di bawahnya. Semua orang yang ada di dalam mobil itu terkejut dan menoleh ke belakang. Reruntuhan itu membuat akses jalan menjadi tertutup dan lintasan di belakang sana terhalang oleh reruntuhan beton.

"Astaga, apakah gedung-gedung di sini tidak bisa bertahan lama?" ucap David.

Melihat kejadian itu, Frei hanya bisa menghela napas secara perlahan. "Kurasa tidak. Lihatlah! Belum lama manusia menjadi langka, tetapi sebagian bangunan yang ada di kota ini sudah ambruk," ucap Frei sambil mengembalikan pandangannya ke depan dan menjalankan mobilnya.

"Gedung-gedung di sini tidak bisa tahan lama." Ucap Afreen sambil menghela napas." Aku tidak bisa membayangkannya jika manusia benar-benar punah. Akan jadi seperti apa kota ini?" Afreen berbicara sambil menatap bangunan yang ada di pinggir jalan.

"Aku pun juga tidak bisa membayangkannya. Barangkali tempat ini menjadi lautan beton yang sudah hancur. Pemandangannya mungkin seperti kota yang sudah dibom dan ditinggalkan begitu saja." Kata David.

"Mungkin kota ini akan kembali ke zaman prasejarah. Beton yang lebur itu akan dikerubungi oleh tanaman liar beberapa tahun ke depan. Saat itu adalah saat dimana peradaban manusia yang sudah dibangun dengan susah payah selama  ribuan tahun hancur dalam sekejap. Semua akan kembali menjadi semula. Kembali ke zaman dimana manusia belum muncul. Sepertinya sia-sia usaha manusia untuk membangun kemewahan." Frei berbicara seraya menyetir mobil.

"Amat sia-sia," ucap David.

Mobil berjalan semakin jauh dari tempat reruntuhan tadi. Terlihat bangunan-bangunan yang ada di pinggir jalan banyak yang retak. Davka yang melihat hal itu merasa janggal dan sedikit takut. Dia memperhatikan retakan dinding semakin lama semakin menyebar dan semakin banyak. Davka menyipitkan matanya untuk memastikan apakah dia tidak salah lihat. Benar saja, gedung-gedung di sepanjang jalan ini banyak yang retak. Melihat hal itu, dia menjadi khawatir jika suatu saat semua gedung ini tiba-tiba rubuh secara bersamaan. Tidak bisa dibayangkan bagaimana jadinya nanti. Davka menghela napas untuk menenangkan diri dan mengalihkan pandangannya ke arah trotoar. Dia melihat sebuah batu bergetar dengan sengit. Tidak hanya satu batu saja, tapi semua batu yang ada di trotoar itu bergetar. Apa yang terjadi?

"Apakah ada gempa di sini?" kata Davka.

"Gempa? Tidak... tidak ada gempa di sini," ucap David.

"Kakak yakin tidak merasakan gempa?"

"Tidak, aku tidak merasakannya. Mungkin hanya perasaanmu saja."

Davka menarik napas dalam-dalam dan mengeluarkannya," Bisa jadi Kak David benar.  Mungkin itu hanya perasaanku saja." Dia merasa sedikit lega ketika David mengucapkan hal itu.

Di ujung jalan, terdapat sebuah bangunan. Paman Leo menyuruh Frei untuk belok ke arah kanan ketika sampai di bangunan tersebut. Tetapi mereka tidak mengetahui bahwa maut sedang menanti semua orang yang ada di dalam mobil tersebut. Di balik bangunan tersebut terdapat jalanan dimana sebuah truk pengangkut bahan bakar minyak  melaju dengan kecepatan tinggi tanpa ada kemudi. Truk itu menerobos ruangan dan dinding bangunan tersebut kemudian berjalan menuju mobil mereka. Semua orang yang melihat itu langsung terkejut dan merasa panik. Dengan refleks, Frei menginjak rem, membuat semua penumpang terlempar ke depan.

Alone in This CountryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang