Gerbang sekolah.
Seumur-umur ia bersekolah, ia tak pernah berdiri lama di depan gerbang. Tentu saja, Mang Adi pasti siap menjemputnya. Bahkan sebelum bel pulang, Mang Adi sudah standby.
Tapi kali ini, Jenar malah rela berdiri dengan alas sepatu mahal miliknya. Menunggu Haechan, yang belum muncul batang hidungnya.
Tiga puluh menit yang lalu, ia masih berdiri dengan damai. Tanpa mengeluh, dan masih bertukar sapa dengan orang yang ia kenal.
Tapi sekarang, kaki Jenar mulai lemas. Ia menengok kearah halte, berharap ada tempat duduk kosong untuknya. Tapi, bangunan itu tampak sesak oleh anak SMP yang mungkin juga menunggu jemputan.
Mau tak mau, Jenar duduk di trotoar. Ini pertama kalinya. Bokongnya mendarat pada trotoar jalan yang kotor, demi menunggu Haechan.
Gila.
Tin tin...
Bunyi klakson mobil membuat Jenar sedikit terkejut. Setelah kaca mobil itu turun, nampaklah wajah Haechan yang sedang tertawa.
"Nona muda kok lesehan? Mau jadi gembel?" Jenar merotasikan bola matanya malas. Ia benci dengan Haechan. Sungguh-sungguh benci.
Tanpa ba-bi-bu, Jenar masuk saja kedalam mobil Haechan. Ia pun, membanting keras pintu mobil berwarna merah itu.
"Lama banget." gerutu Jenar. Matanya terus memandang kearah jendela. Memandangi trotoar yang ia duduki tadi.
"Sekali-kali, biar lo tahu rasanya nunggu jemputan. Ga pernah kan?" Haechan masih saja tergelak. Padahal Jenar sudah menahan emosi agar tidak mencakar wajah tengil milik seniornya itu
"Mau pulang." tutur Jenar dengan ketus.
"Nggak ah. Gue mau kencan sama lo." Jenar menoleh dengan cepat kearah Haechan.
"Gila ya?!" Haechan makin terpingkal-pingkal, ia sampai memukul-mukul setir mobil. Ekspresi Jenar, membuatnya tak bisa menahan tawa.
Jenar yang merasa kesal pun, berusaha untuk keluar dari mobil. Tetapi gagal.
Haechan menahan lengan kanannya.
"Kalau lo lupa, diary itu masih ada di gue. Dan gue, bebas mau ngapain buku itu."
Oke, Jenar diam. Takut jika Haechan membuang atau merobek buku diary miliknya.
•
Jenar memijat keningnya, salah besar ia menerima permintaan Haechan untuk pulang bersama. Lihat dimana ia berada saat ini.
Rumah Renjun.
Jenar memang kenal dengan seniornya itu, karena Jeno a.k.a sang Kakak berteman dekat dengannya.
"Nih." Renjun menyodorkan gitar akustik pada Haechan. Sedangkan Jenar, hanya duduk diam memandangi penjuru rumah sederhana milik Renjun.
"Kalian beneran jadian?" Jenar langsung menoleh kearah Renjun. Atensinya beralih pada pemilik rumah dengan ornamen estetik itu.
"Eungㅡ"
"Doain aja kedepannya." ucap Haechan sembari mengacak rambut Jenar, dan segera ditepis oleh sang empunya.
"Jeno kok nggak ngasih info ya?" Renjun menyelidik kearah Jenar yang sudah merasa terancam. Ia pasti akan di goda habis-habisan oleh Renjun, hari ini ataupun hari-hari berikutnya.
"Jeno belum tau, ya? Seru nih, kalau gue ngasih tau duluan." Renjun tersenyum dengan mengangkat alisnya.
"Kak Renjun, please. Jangan ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Notebook
Fanfiction[Hiatus] "Kalau yang nemuin cowok, gue jadiin pacar deh. Kalau cewek, gue beliin tas branded." Sebuah imbalan yang mungkin akan membawa penyeselan pada sang empu. Start : April 26th 2020 End : PS : Cerita asli pemikiran author. Jika ada beberapa alu...