#18

52 5 0
                                    

Hari ini setelah sarapan Nam Joon mengajakku untuk membantunya memilihkan hadia pernikahan untuk adik perempuannya, Kim Nana yang akan menikah bulan depan. Aku rasa aku juga butuh udara segar untuk menjernihkan pikiranku. Jadi kami pergi mencarinya di beberapa toko perhiasan.

"Ah aku tidak tau apa yang bagus untuknya, mungkinkah kalung?" tanya Nam Joon yang sedang meilhat-lihat etalase.

"Bagaimana kalau gelang saja" usulku.

"Sepertinya ide yang bagus. Aku rasa dia akan mendapatkan kalung atau cincin dari suaminya" ucapnya sambil tersenyum.

Aku berjalan melihat-lihat perhiasan di etalase saat pandanganku berhenti pada sebuah kalung merpati. Persis seperti kalung yang pernah diberikan Yoongi. "Apa yang sedang kamu lihat?" tanya Nam Joon membuyarkan lamunanku.

"Ah tidak. Hanya melihat"

"Hana--" teriak seseorang. Aku dan Nam Joon menoleh kearah asal suara tersebut. Kimmy dan di sebelahnya, Yoongi. Sungguh? Ah tidak lagi, batinku.

Mereka datang menghampiri kami di dalam toko. "Hey. Apa yang sedang kalian lakukan di sini?" tanya Kimmy.

Tenggorokanku mengering seperti kehilangan suara. "Tentu saja mencari perhiasan, apa lagi?" sahut Nam Joon.

"Ah aku tau. Hem. Jadi kapan? Apakah di tahun ini?" goda Kimmy. Yoongi hanya melihat kami dengan tatapan dinginnya.

"Ah. Apakah kami sudah pantas?" balas Nam Joon sambil merangkul bahuku.

Aku merasa mulai tidak nyaman dengan situasi ini. "A-aku rasa aku akan ke super market. Banyak yang harus aku beli" ucaku berpamitan, aku tidak ingin berlama-lama dalam situasi ini.

"Oh baiklah, aku akan menyusulmu setelah aku menyelesaikan ini. Sesuai yang kamu katakana tadi kan?" balas Nam Joon. Aku bergegas meninggalkan mereka, aku sama sekali tidak berani melihat kearah Yoongi. Tidak, aku tidak ingin melihatnya.

"Jadi kalian akan segera menikah?" tanya Kimmy. "Wah, Hana. Dia bahkan tidak menceritakan apapun padaku" lanjutnya. Nam Joon hanya tersenyum.

"Aku akan pergi jika sudah tidak ada lagi urusan" ucap Yoongi pergi meninggalkan Kimmy dan Nam Joon.

"Yoongi tunggu" teriak Kimmy. "Nam Joon. Fhaiting" lanjut Kimmy sebelum mengejar Yoongi yang sudah lebih dulu pergi.

Malam ini setelah aku memasak makan malam, aku dan Nam Joon duduk diruang makan membahas tentang pernikahan adiknya. "Hana. Aku ingin menanyakan satu hal" ucap Nam Joon.

"Tanyakan saja" balasku sambil menenguk wine dari gelasku. Nam Joon terdiam sesaat, seperti menimbang-nimbang apa yang akan dia katakan. "Katakan saja, jangan terlalu banyak berpikir" godaku melihatnya yang tidak kunjung bicara.

"Mengapa kamu tidak jujur kepada Kimmy tentang kamu dan Yoongi. Dan--" dia menjedah, kini menatap langsung kearahku "Bagaimana kamu sanggup melihat Yoongi bersama Kimmy?"

Aku mengangkat ujung bibirku setelah meminum wine, menghela nafas berat sebelum menjawab pertanyaan yang sudah aku duga akan ditanyakan olehnya. "Aku dan Yoongi adalah masa lalu. Yoongi dan Kimmy adalah masa kini. Aku tidak ingin merusak masa kini dengan sebuah cerita dari masa lalu. Lagi pula, aku rasa Yoongi lebih berhak menceritakannya kepada Kimmy. Dan jika ia tidak menceritakannya, itu berarti hal itu tidak terlalu penting untuknya" tuturku mencoba menjelaskan. "Bagaimana aku sanggup melihat mereka?" aku tertawa miris diahir pengulangan pertanyaanku. "Pada awalnya aku tidak sanggup. Namun kemudian aku teringat apa yang terjadi pada kami berdua. Semua perkataan jahat dan hal buruk yang aku lakukan padanya. Dan saat aku melihat Kimmy, aku tau seberapa besar perasaan dia ke Yoongi" aku menjeda, meneguk habis wine-ku. "Ketika aku meninggalkannya, aku sudah memikirkan dia akan hidup dengan orang lain. Dan ketika aku mengetahui orang itu adalah Kimmy, aku bisa merasa legah karena dia mendapatkan orang yang sangat baik. Perasaan ini hanya sementara, nanti juga akan hilang"

Nam Joon hanya diam menyimak setiap perkataan yang aku katakan. Dia memang selalu menjadi pendengar yang baik. 

"Yah. Apa itu sudah menjawab semua rasa penasaranmu Tuan Kim?" godaku mencairkan suasana. Nam Joon menunduk malu dan tertawa kecil. "Giliranku. Aku ingin menanyakan satu hal padamu"

"Apa?"

"Kenapa aku?"

"Hem" Nam Joon memiringkan kepalanya, merasa bingung dengan pertanyaanku.

"Mengapa kamu bertahan disampingku, saat kamu tau dengan jelas perasaanku"

Nam Joon tersenyum simpul "Seperti yang tadi kamu katakan. Perasaan itu hanya sementara dan suatu saat akan menghilang" Nam Joon menjeda "Akupun meyakini hal itu. Aku yakin dengan pilihanku"

"Wae?"

"Aku tidak pernah serius dengan seseorang Hana. Itu hanya kamu. Kamu wanita pertama yang ingin aku ajak serius. Tidak peduli seberapa lama itu, aku akan menunggu. Aku ingin menjadi orang pertama yang kamu lihat saat kamu sudah membuka kembali hatimu"

Aku terdiam mendengar jawaban tidak terduga dari Nam Joon. Dan jawabannya itu berhasil membuat wajahku memerah. 

"Ah kenapa jadi panas ya?" aku mengipas-ngipaskan wajahku yang terasa panas dengan tangan, membuat Nam Joon tertawa kecil melihatnya. "Mari kita hentikan percakapan bodoh ini. Aku rasa aku mulai mabuk. Aku akan pergi tidur sebelum aku pingsan karena mabuk" lanjutku mengalihkan topik yang justru malah semakin membuat Nam Joon tertawa lepas.

"Apa perkataanku membuat hatimu berdebar?" goda Nam Joon.

"YA! Kim Nam Joon" pekikku kesal membuatnya semakin puas tertawa.

Nam Joon berhenti tertawa ketika melihat wajah kesalku. Dia menuangkan wine di gelas kami berdua dan mengangkat gelas miliknya. "So. Untuk hidup yang lebih baik" ucapnya mengajakku bersulang. 

Aku mengangkat gelasku sambil tersenyum "Untuk masa depan yang lebih baik" balasku sebelum meneguk wine dari gelasku.

Malam ini aku tersadar, perjalanan hidupku belum berahir. Ini hanya permulaan dari jalan takdir yang tidak bisa aku tebak.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

_tbc_

My Star : Min Yoon Gi ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang