Kembali ke kondisi Koko dan yang lain yang masih terjebak di kawasan E. Mereka sudah mulai kewalahan, Koko berusaha untuk menangkis setiap serangan yang dia dapatkan di segala sisi. Nanda dan Raka telah mendapatkan beberapa luka sayatan. Namun mereka tahan dan melanjutkan pertarungan. Hingga tiba-tiba.
DOR!
DOR!
DOR!
Suara tembakan terdengar secara beruntun yang berasal dari atas gedung. Menumbangkan orang-orang yang menyerang mereka. Dewata menyeka keringatnya, seraya menghela napas lega. Tim A telah datang membantu. Salah satu dari mereka mendekat dan berjabat tangan dengan Dewata.
"Pak Lubis akan segera datang sebentar lagi. Kalian kembali ke markas, biar kami semua yang mengurus sisanya di sini," ucap pria yang berjabat tangan dengan Dewata barusan.
"Terima kasih."
"Sama-sama. Pastikan anak buah target tidak mengejar kalian."
"Kami usahakan."
Sebuah mobil ambulans tiba-tiba datang dan berhenti di hadapan mereka. Pintu belakang mobil pun terbuka. Menampilkan Keke yang sudah siap dengan senapan yang melingkar di lehernya. Gadis itu berseru kepada Dewata dan yang lain untuk masuk secepatnya. Mereka pun masuk satu persatu, Dewata yang terakhir masuk, dan menutup pintu rapat-rapat.
Raka menaikkan salah satu alisnya kala melihat pria batak yang menjadi target mereka itu diikat dan dibekap oleh lakban
"Semuanya sudah masuk?" tanya seseorang yang duduk di kursi kemudi.
"Sudah, Pak!" jawab Keke. Gadis itu mengambil duduk di samping seorang pria berumur awal 40-an yang kerap dipanggil 'Pak Lubis' itu. "Kita ambil jalan tercepat saj—"
DOR!
Pletak!
Semua penumpang yang ada di mobil refleks membelalakkan matanya. Ucapan Keke barusan terhenti, alih-alih justru melirik ke kaca spion dan mendapati sebuah mobil hitam tengah mengejar sekaligus menembaki mereka. "Sial!"
Pria batak itu tertawa walaupun mulutnya dibekap. Koko mengeraskan rahangnya kala membaca pikiran pria tersebut yang ternyata telah memanggil anak buahnya untuk mengikutinya. Alhasil, karena kesal, Koko melayangkan bogem mentahnya kepada pria tersebut. Yang akhirnya membuat pria itu jatuh pingsan. Pak Lubis berdecak kesal, kemudian menginjak pedal gas lebih dalam dan menyalip beberapa kendaraan di jalan raya.
Keke mengutak-atik tab yang dia pegang, mengoperasikan sistem GPS untuk memberikan arah jalanan yang bisa cepat sampai ke lokasi yang mereka tuju. "Pak! Masuk ke jalan kecil itu pak!" Keke menunjuk jalan kecil yang tak jauh dari posisi mobil. Pak Lubis dengan nekat langsung membanting setir dan berbelok secara tajam, membuat beberapa klakson mobil terdengar tak lama kemudian. Pak Lubis pun tidak mengurangi kecepatan, dan terus melaju hingga menembus jalan besar lagi.
Pria itu menyalakan alarm sirine. Membuat beberapa mobil menepi dan memberikan jalan untuknya. Keke mengawasi kaca spion. Gadis itu merilekskan punggungnya kala mobil hitam tersebut sudah tidak terlihat di belakang. Sekitar 15 menit kemudian, Pak Lubis masuk ke dalam sebuah rumah sakit dan berhenti di pintu belakang gedung. Mereka semua cepat-cepat keluar dari mobil ambulans, Raka dan Koko membopong tubuh pria batak yang pingsan itu keluar dari mobil. Seorang satpam yang merupakan bagian dari tim datang dan menuntun mereka ke sebuah tempat rahasia yang hanya anggota BIN khusus yang tahu.
Mereka masuk kedalam ruangan yang berada di lantai utama dekat lab. Orang-orang awam dan para pekerja biasa hanya tahu jika itu adalah gudang terbengkalai yang konon banyak hantunya. Walau fakta itu benar adanya, setidaknya membuat orang-orang jadi enggan untuk masuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
yang baik belum tentu baik
ActionDisclaimer dikit: ini hampir 2 tahun lebih di-unpublish karena gaya penulisannya yang menurutku kurang. Sengaja dipublish lagi untuk mengenang perkembangan gaya penulisan gue yang dulunya suka sok ke-jaksel-jakselan. Aslinya mah orang Bogor wkwkw. *...