Di negara ini, terdapat 2 keluarga besar yang memegang peranan yang sangat penting dalam dunia underground. Yaitu Keluarga Akando dan Benza. Keduanya sama-sama memiliki kekuasaan yang luas. Hampir semua perusahaan dan lembaga swasta berada di bawah naungan mereka. Namum, ibarat setiap berdagang ada kendala seperti saingan, maka kedua keluarga itu pun samanya. Mereka tidak memiliki hubungan yang baik sejak dulu. Ditambah pusat mereka bergerak berada di kota yang sama. Jakarta.
Akando dan Benza bergerak di bidang yang berbeda.
Mari kita bahas tentang Akando terlebih dahulu, bisnis keluarga Akando bergerak dalam bisnis barang-barang ilegal, seperti senjata, obat-obatan, properti dan juga saham. Setelah Juldian Akando—pemimpin keluarga Akando sebelumnya—yang telah wafat, yang akhirnya bisnisnya pun diteruskan oleh anaknya Sailendra Akando. Dia bergerak mengembangkan bisnisnya bersama empat orang kepercayaannya yang orang-orang underground kenal sebagai Caturangga.
Lalu kita lanjutkan mengenai keluarga selanjutnya. Benza. Yang memiliki arti kepercayaan. Keluarga yang satu ini sudah menjadi kepercayaan siapapun pelaku kejahatan kriminal kelas politik yang mungkin sangat dikutuk oleh pemerintah dan penegak hukum. Penggelapan pajak, praktek suap, korupsi, mereka menyediakan jasa untuk menutupi jejak tersebut. Tentu dengan harga yang selangit. Membuat mereka disegani oleh para pejabat yang melancarkan aksi liciknya.
Dan di sinilah, masalah dimulai.
"Pak Richard! Saya tanyakan sekali lagi, siapa yang menyuruh bapak?"
Koko menatap tajam kearah pria yang duduk di hadapannya. Pria itu sedari tadi mendengkus dan memalingkan wajahnya tidak minat untuk menjawab pertanyaannya. Keke yang juga berada dalam satu ruangan dengan mereka, itu juga samanya dengan kakaknya. Ekspresinya sudah kesal dan tidak sabar. Mereka sudah duduk di dalam ruangan interogasi selama 30 menit. Dan mereka tidak mendapatkan informasi apapun.
"Pak, saya berbicara dengan Bapak!" ucap Koko menggebrak meja.
"Kau kira aku bodoh, huh? Sampai kalian berbusa pun aku tak akan menjawab!" ucap pria yang duduk di hadapan mereka.
Koko menghela napasnya sedikit lega. Minimal, pria itu masih bisa berbicara. Karena sedari tadi dia tidak mengucapkan sepatah kata pun kepada mereka.
"Tidak masalah, jika Bapak tidak mau menjawabnya. Ke, silahkan!" Koko menatap adiknya. Keke tersenyum miring, sukses membuat pria batak itu bergidik ngeri.
Di luar ruangan, beberapa orang menonton mereka bertiga melalui sebuah kaca tebal bewarna hitam. Keke memejamkan matanya dan memusatkan energi tubuhnya untuk menerawang dan memasuki pikiran pria yang duduk di hadapannya. Lima detik kemudian beberapa informasi telah Keke dapatkan.
Pria itu adalah pemilik warteg di Rawamangun. Tidak ada riwayat kriminal apapun tentangnya. Hingga sebuah rekaman memori yang memperlihatkan dia bertemu dengan seseorang dengan penampilan misterius yang menggunakan kalung berliontin sebuah simbol. Keke tidak tahu simbol apa itu. Alhasil dia meraih kertas dan pensil, kemudian melukis simbol tersebut. Kemudian beberapa percakapan pun terdengar.
"Lakukan tanpa cacat! Kau akan dibayar setelahnya."
"Kapan, tuan Benza?"
"Akan kuberi tahu nanti."
"Baik, Tuan."
Keke membuka matanya lebar-lebar. Dia memperlihatkan lukisannya kepada pria tersebut.
"Gimana Ke?" tanya Koko.
Keke mengusap matanya, kemudian menatap pria itu lagi. "Siapa tuan muda Benza?" tanya Keke. Pria itu terkejut bukan main. Matanya terbelalak kaget, badannya bergetar seketika. Koko dapat membaca jika orang yang Keke sebut sangat berpengaruh terhadap dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
yang baik belum tentu baik
AksiyonDisclaimer dikit: ini hampir 2 tahun lebih di-unpublish karena gaya penulisannya yang menurutku kurang. Sengaja dipublish lagi untuk mengenang perkembangan gaya penulisan gue yang dulunya suka sok ke-jaksel-jakselan. Aslinya mah orang Bogor wkwkw. *...