Perjuangan.

354 12 0
                                    


AKU lihat keringat mengucur deras di seluruh tubuh istriku. Wajahnya semakin pucat. Aku tidak bisa berbohong, kalau sekarang mulai timbul rasa takut. Berkali-kali aku menghibur diri untuk tetap bisa tenang. Tapi sangat sulit sekali rasanya.

Tarik napasnya.... keluarkan. Tarik lagi, keluarkan. Ayoo... Ayoo. Bisa. Jangan teriak. Berdoanya dalam hati saja.

Begitulah kira-kira kalimat-kalimat yang keluar dari mulut sang bidan. Aku memberikan isyarat kepada istri di sampingku. Mengangguk tanda yakin, mengangguk tanda bisa. Bahwa dia pasti bisa melakukannya.

Entah kenapa tiba-tiba rasa sakit yang ada hilang. Kembali seperti normal. Untuk kemudian dalam tiga menit selanjutnya kembali sakit. Lalu hilang lagi.

"Hess-nya tiba-tiba menurun, seperti waktu pemukaan tujuh." kata salah seorang kepercayaan bidan waktu itu. Aku sempat semakin takut. Pasalnya, kalau tidak ada rasa sakit mana bisa anak kami keluar. Rasa sakit itulah yang nantinya menyebabkan sang ibu memiliki tekanan untuk mengeluarkan buah hatinya.

Tiga menit kemudian, rasa sakit itu kembali datang. Tanganku kembali dipegang dengan sangat kuat. Pada saat seperti inilah memontum yang harus bisa digunakan. Sang ibu harus bisa mengatur napas dan tenaganya sekuat mungkin.

Sayangnya, napas istriku waktu itu pendek, tidak bisa lama. Maka semakin susahlah bayi untuk keluar. Istriku megap-megap. Menatap aku dan ibunya.

Cerita Cinta Pengejar Nikah Muda (Finish)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang