Part 8

25 8 0
                                    

Syakila berangkat ke sekolah pagi-pagi sekali, dia tak mau kejadian kemarin terulang, dimana dia terlambat dan di hukum bersama Ara.

Syakila berangkat sekolah dengan mengendap endap agar kakak atau siapa pun di rumah tak tau dia sudah bangun, dan yah kemarin kakak nya menyusul nya di warung nasi goreng. Kata nya khawatir, tapi yahh memang kakak nya terbaik!. Sudah membayarkan nasi goreng pula!, Syakila lupa membawa uang dan untung nya kakak nya datang tanpa undangan!.

"Eh neng pagi amat datang kesekolah." Takjub pak Somad melihat Syakila di depan gerbang yang belum di buka, Rajin kali kau nak!.

"Hehe, biar nggak telat aja pak!." Kekeh Syakila.

"Yaudah, hayuk atuh masuk, bapak bukakan dulu." Ujar pak Somad dan di angguki oleh Syakila.

Setelah gerbang nya terbuka Syakila melangkahkan kaki nya masuk menuju gerbang.

"Makasih pak!." Kata Syakila pada pak Somad dengan tersenyum ramah.

"Iya neng." Balas pak Somad.

Syakila memilih untuk melihat papan mading dimana kelas nya berada. Dan yah tak sesuai keinginan nya dia masuk dikelas bahasa sesuai perintah kakak nya. Dan kali ini dia satu kelas dengan sahabat gila nya, yah betul Ara!.

Kayak nya memang Syakila datang kesekolah kepagian, karena sudah menunggu selama 15 menit belum saja ada yang berangkat. Syakila memilih berkeliling untuk mencari keberadaan kelas nya. Dia sudah 5 menit berkeliling belum saja menemukan kelas X bahasa 3.

"Ehh ehh ini koridor kelas XII, mampus gue, gue kok nggak sadar tadi, ahh buru turun ihh nanti ada yang liat ih." Histeris Syakila dan berlari pergi dari koridor kelas VII. Dan Syakila memilih untuk menunggu sahabat nya Ara, agar Syakila bisa tau dimana letak kelas X bahasa 3.

"Lama amat tuh bocah tengil, apa gue nya yang berangkat kepagian?." Gunam Syakila.

Mulai ada siswa-siswi yang berdatangan ke sekolah. Kebiasaan sang sahabat yang suka sekali ngaret.

Syakila menunggui Ara di samping pos satpam, dengan kesal Syakila menyilangkan tangan di depan dada dengan wajah agak kesal. Bahkan hampir masuk Syakila belum juga melihat batang hidung Ara. Aishh sungguh menyebalkan!.

Saat masuk kurang 5 menit baru saja si tikus itu datang. Dengan senyum cerah yang selalu menghiasi wajah nya, huftt dasar tak punya otak!.

"Hallo beibbbb, selamatt morningg! Nungguin princess ini yee? Aduhh terhuraaa akuuhh." Kata Ara dengan saking pede nya!. Emang dasar nggak punya malu.

"Bacot lo!." Sadis Syakila.

"Uluh-uluh suka ngegas lo!." Tawa Ara keras tak peduli sekitar. Dan Syakila langsung membungkam mulut Ara dengan menabok nya.

"Ishhh, sakit nih maen tabok aja lo!." Protes Ara.

"Lo kalau ketawa kayak lampir, nggak ada lampu merah nya!." Balas Syakila.

"Sejak kapan lampir punya lampu merah?, ya serah gue dong kann gue yang ketawa. Kenapa situ yang sewot jaitun!." Geram Ara.

"Lah lo ketawa nggak tau tempat, malu-maluin lo!." Kata Syakila lalu meninggalkan Ara, dia tak mau banyak siswa-siswi yang melihat.

"Kil, weeii kikill lo ninggalin gue, ah jahat banget lo!." Teriak Ara memanggio Syakila dengan nama 'Kikil' weihh memalukan, kek mak nya aja asal ganti nama!.

Dan Syakila langsung berhenti berjalan. Ara langsung menyusul nya.

"Kok berhenti?, biasa nya ninggalin?." Kata Ara.

"Gue nggak tau kelas bahasa, karena itu gue nungguin lo dodol!." Ujar Syakila gregetan.

"Owh gue juga nggak tau." Enteng Ara.

Sedangkan Syakila hanya berdecak kesal dan memutar bola mata nya jengah.

****

"Selalu, lo masuk kelas unggulan,Ian." Kata Deon pada Gian dan hanya dibalas deheman, yah tak kaget Deon melihat sang sepupu bisa masuk kelas unggulan . Ya karena memang Gian pintar dari sono nya!.

Gian masuk di kelas X IPA 1. Dan Deon dia juga bisa satu kelas dengan Gian tak tau bagaimana cara nya, Sungguh aneh.

Gian dan Deon sudah memasuki kelas mereka dan Gian duduk berdampingan dengan Deon, asli nya Gian ogah-ogahan tapi dia tak mau mendengar bacotan mercon dari Deon, dan Gian memilih mengalah. Ia sudah lelah meladeni sang sepupu gila nya.

Gian bersandar di tembok samping nya dan memejamkan mata nya untuk rileks sebentar.

'Apa mungkin dia El? Wajah nya sama, tapi apa mungkin? Dia? Nggak, nggak gue harus cari tau lagi nanti.'-batin Gian dengan masih memejamkan mata nya. Gian ingin sekali cepat-cepat pulang sekolah agar dapat mencari tau tentang keberadaan El.

Dan saat pulang sekolah Gian langsung pergi untuk mencari tau . Dan Gian pergi ke kantor ayah nya, mengapa ke kantor ayah nya Gian? Karena dulu adalah sahabat bisnis yang dekat. Gian tanpa basa-basi langsung menuju ke ruangan ayah nya bekerja.

"Kalau mau masuk setidaknya ucapkan salam." Kata seorang pria paruh baya yang sedang duduk berhadapan dengan monitor berbicara sedatar mungkin dan tanpa mengalihkan pandangan nya dari arah monitor. "Ada keperluan apa kamu? Sampai datang kesini, tumben sekali,duduk dulu apa mau kita ngopi bareng dulu? Udah lama papa nggak ada waktu bareng sama kamu. " Lanjut nya tersenyum simpul, pria bernama Tomo itu, yahh itu ayah nya Gian.

"Nggak usah basa-basi deh pa!." Ketus Gian.

"Yaudah kamu mau apa?." Tanya papa nya tenang.

Gian mengambil kursi di depan papa nya dan menduduki nya. Menatap serius sang ayah yang hampir copy paste wajah, penampilan, sikap.

"Pa, aku mau nanya soal pak Rean dan keluarga nya, apa papa tau dimana keberadaan mereka?." Tanya Gian serius.

"Rean yah?, dia sudah hampir 8 tahun tak ada kabar, dan kabar terakhir yang papa dapat kan Rean mengalami kecelakaan bersama istri dan kedua anak nya di bandung. Dan rumor beredar mereka tak ada yang selamat." Terang ayah Gian. Membuat Gian mematung di tempat dan jantung nya mencelos. Sakit!.

Tak terasa air mata Gian jatuh hati nya sakit mendengar itu, bagaimana keadaan El nya saat itu? Dan masih banyak lagi pertanyaan yang belum sempat ia tanyakan pada El nya dulu. Gian merindukan nya.
Gian tanpa permisi langsung pergi meninggalkan ruangan ayah nya dengan perasaan sakit. Gian pergi ke danau tempat pertemuan terakhir nya dengan El. Gian disana meluapkan semua apa yang dia rasakan. Dia hancur, hancur se hancur hancur nya. Seperti hidup nya sama sekali tak ada warna, pelangi nya telah hilang pergi semua itu karena diri nya, andaikan dia dulu tak pergi dia tak akan merasa sehancur ini. Dan hari itu dimana Gian merasa manusia paling hancur dan putus harapan.

*****

Tinggalkan jejak mantemannn🐾;)

AteleìotesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang