TAMA
Sheila masih berdiri tak bergeming di hadapan gue. Jujur ya, ini gue gemeteran setengah mati lho sebenernya. Gabungan antara emang udah capek main futsal sama deg-degan mau ngelamar. Untungnya anak-anak futsal cukup sabar untuk menunggu tanpa perlu teriak-teriak "Terima! Terima!" macam di reality show gitu.
Eh, ini permaisuri gue mau nangis ya? Kok matanya agak basah gitu?"Don't you know the answer already?" tanyanya setengah berbisik. Gue tetap tersenyum dan menanti jawaban.
"Iya, aku mau, Narendra...," ucap Sheila sambil tersipu. Gue langsung memasangkan cincin itu di jari manis tangan kirinya, dan gue tarik dia ke dalam pelukan. Bodo amat kita belum ganti baju abis main futsal. I'm just beyond happy. Anak-anak futsal pun bertepuk tangan dan perlahan menghampiri kami mengucapkan selamat.
"Congrats, man!" seru Genta sambil menepuk-nepuk pundak gue.
"Thanks, bro!" ucap gue sambil meninju bahunya pelan. Sementara Sheila sudah ditarik Rhea dan teman-temannya ke sisi lain lapangan.
So yes, it's official then...
SHEILA
"Gilaa... lo nggak diabetes ya punya laki ada manis-manisnya gitu, sis?" tanya Rhea sambil merangkulku menjauh dari kerumunan lalu duduk di bench di luar lapangan.
Aku masih tersenyum memperhatikan cincin yang melingkar manis di jariku saat ini, "Gue juga nggak tau, padahal dia udah ngelamar gue di depan orang tua gue plus Mas Rio, dan udah jelas-jelas gue mau, eh masih ada ginian...,"
"He's a keeper...," ujar Rhea singkat.
"He is, Rhe... by the waaay... so, Mas Nugi, eh? Kok gue bisa nggak sadar sih secara lo berdua seliweran depan mata gue... padahal gue udah takut banget lo patah hati karena Genta punya pacar...,"
Ganti Rhea yang senyam-senyum, "Ya gitu deeh... di kantor emang nggak di expose aja, Sheil... belakangan ini gue emang sering pulang bareng Mas Nugi..., lo kan selalu sama Tama..., belom kita juga emang lagi sibuk banget..., he's nice you know...,"
"Agak lucu sih gue ngeliat lo berdua, lo-nya petakilan, anak futsal pula, Mas Nugi kalem-kalem dingin gitu... opposites attract ya...," ucapku yang diamini anggukan Rhea.
"Itu casing luarnya aja, Sheil... karena ada wibawa atasan yang dia jaga... tuh calon suami mau ngajak pulang kayaknya...," ujar Rhea sambil menunjuk ke arah Tama yang berjalan mendekat.
"Calon istri, pulang yuk?" ajak Tama sambil tersenyum jahil yang membuatku langsung memutar bola mata ke arahnya.
"Pulangnya masih ke kamar masing-masing lho, Tam, belom muhrim," celetuk Rhea asal dan aku refleks mencubit pinggangnya pelan.
"Siap, Ibu Rhea..., duluan ya...," pamit Tama sopan sambil merangkul bahuku. Aku berdiri lalu melihat sesaat ke seseorang di belakang Tama.
"Mas, gue percayain sahabat gue sama lo, tapi tolong, gue nggak mau kehilangan partner kerja se-oke dia. Gue mendingan punya atasan baru, jadi kalian pikirin deh ya gimana...," ujarku tegas namun tetap tersenyum sambil berlalu dari hadapan mereka. Rhea sempat melemparkan tatapan tajam ditambah dengan gerakan mau melempar sepatu futsalnya ke arahku. Salah sendiri main belakang. Pusing pusing deh kalian berdua, batinku.
Tama yang menangkap momen itu terkekeh geli di sampingku, "Galak amat, Yang? Bukannya kata kamu, di kantor kamu boleh nikah sesama karyawan?"
"Ya boleh, Tam, tapi kan nggak boleh atasan bawahan gitu, dan nggak boleh satu departemen, supaya nggak ada konflik kepentingan nantinya. Aku sengaja ngomong gitu karena Mas Nugi sama Rhea tau banget lah soal itu...," jelasku sambil memasuki mobil Tama.
TAMA
Setelah mandi dan berganti baju, gue kembali duduk di tempat favorit: sofa ruang tengah apartemen Sheila. Yang punya unit baru saja duduk bersandar di sebelah gue, sambil terus menerus memperhatikan cincin yang melingkar cantik di jarinya.
"Seneng banget ya sampai dilihatin terus cincinnya?"
Sheila mendongak mendengar pertanyaan gue, dengan kerutan di keningnya. Ia lalu menegakkan posisi duduknya dan menghadap gue.
"Aku mau tanya sebenernya, kamu kan udah ngelamar aku ke Ayah, dan kamu juga tau pasti jawaban aku, wong kita datangnya berdua kok. Terus... kok masih ada gini-ginian? Kamu baru dapet bonus apa gimana, Mas?" celotehnya sambil memicingkan mata.
Mau tidak mau gue tertawa melihat ekspresinya barusan, "Sayang...," gue meraih tangannya yang memakai cincin, "nggak gampang lho buat kita sampai ke tahap ini..., kamu tau kan, banyak orang yang ketika udah mau serius menuju ke pernikahan, hubungannya malah kandas di tengah jalan, apapun masalahnya. Jadi buat aku, it deserves a little celebration...,"
Sheila tersenyum mendengar penjelasan gue, dan untuk sesaat kembali memperhatikan cincin di jarinya, "Thank you, Mas, you're always unexpected... tadinya aku pikir, lamar-lamaran kayak gini ya cuma ada di reality show aja... terus aku juga nggak kebayang sih kalau digombalin panjang lebar di depan temen-temen sendiri tuh gimana, salting banget pasti-"
"Hey, aku kan to the point, cuma satu kalimat pertanyaan aja lho tadi...," protes gue sebelum Sheila menyelesaikan kalimatnya.
"Iyaa... kamu nggak gombal, nggak... pokoknya makasih ya, Sayang..., aku seneng...," ucapnya lalu memberikan kecupan ringan di pipi gue.
"My pleasure, Permaisuri...," ujar gue sambil menariknya kembali ke dalam pelukan gue dan mencium puncak kepalanya, "aduh!" seru gue saat tiba-tiba Sheila menendang pelan kaki gue, "lagi nyaman banget begini kok aku ditendang sih?! Sakit lho...,"
"Aku baru inget tadi harusnya aku marah. Sok-sokan ankle-nya kambuh gitu. Kamu ga tau apa aku panik buru-buru antara mau beli es batu atau nyari counterpain di tas kamu, eh tau-taunya malah ketemu kotaknya ini...," omelnya cepat sambil kembali memandangi cincin dari emas putih itu. Iya, Sheila memang nggak terlalu suka perhiasan, apalagi yang emas-emas gitu, kayak ibu-ibu arisan katanya.
"Ya jangan ditendang beneran gitu dong, Sayang..., maaf yaa udah bikin kamu panik tadi... namanya juga surprise... sakit beneran ini... tega banget sama calon suaminya..., durhaka lho...," protes gue sambil ngelus-ngelus ankle. Sementara yang diprotes cuma senyam senyum aja nahan ketawa.
"I love you, my forever futsal partner...,"
♡♡♡
KAMU SEDANG MEMBACA
Futsal Love [Completed]
RomanceSheila Naladhipa Prameswari (25) Si anak tengah yang tangguh dan independen. Jantung hati yang menerangi keluarga Wiraatmaja. A recruiter and a futsal freak. Narendra Arkatama Daniswara (29) Si bungsu kesayangan yang juga pelindung bagi saudaranya...